Sabtu, 4 Oktober 2025

Kasus Sisminbakum

Alasan Yusril Minta Kasusnya Dihentikan

Mantan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra meminta Kejaksaan Agung menghentikan penyidikan perkaranya.

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-inlihat foto Alasan Yusril Minta Kasusnya Dihentikan
(TRIBUNNEWS.COM/BIAN HARNANSA)
Mantan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra konsistensi memenuhi pangilan penyidik Pidsus Kejaksaan Agung RI di Gedung Bundar. Jumat (1/10/2010) Yusril menjadi tersangka terkait kasus dugaan korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra meminta Kejaksaan Agung menghentikan penyidikan perkaranya. Alasannya, Kejagung telah salah menetapkan Yusril sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum).

Tim penasihat hukum Yusril yang terdiri dari Maqdir Ismail, Mohamad Assegaf, Dr Teguh Samudra, Erman Umar, Chudry Sitompul, Jamaluddin Karim dan Haryo Budi Wibowo menyusun summary kasus yang dijadikan alasan penghentian penyidikan perkara.

Berikut summary kasus penasihat hukum Yusril yang diterima Tribunnews.com, Sabtu (11/12/2010). 

Dalam dakwaan terhadap Romly Atmasasmita dan Zulkarnain Yunus disebutkan bahwa Yusril “turut serta” atau “bersama-sama” melakukan tindak pidana korupsi. Dalam dakwaan Romly disebutkan peristiwa pidana yang dilakukan terdakwa terjadi sejak tahun 2000 sampai dengan 30 Juni 2002.

Dari empat dakwaan terhadap Romly, yang terbukti hanya satu, yakni yang bersangkutan membagi uang hasil akses fee milik Koperasi Pengayoman dengan Direktorat Jendral Administrasi Umum (AHU), berdasarkan surat perjanjian yang ditanda-tangani Romly dan Ketua Koperasi, Ali Amran, tanggal 25 Juli 2001.

Dalam putusan PN Jakarta Selatan yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta, pada saat hasil akses fee masih berada pada PT SRD (Sarana Rekatama Dinamika) dan Koperasi, belum terjadi korupsi.

Perjanjian pembagian hasil akses fee antara swasta PT SRD dengan Koperasi, menurut putusan pengadilan adalah sah dan biaya akses Sisminbakum bukanlah PNBP sebagaiman didakwakan jaksa.

Namun, ketika hasil pembagian antara Koperasi dengan Ditjen AHU diterima yang terakhir ini, maka uang itu harus dimasukkan ke kas negara. Bukan sebagai PNBP, tetapi sebagai “penerimaan lain-lain”.

Karena tidak disetorkan ke kas negara, maka Romly terbukti bersalah melakukan tindak pidana penyalahgunaan wewenang, melanggar Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999.

Putusan Zulkarnain Yunus dan Samsuddin Manan Sinaga adalah sama dengan putusan Romly. Kedua orang ini, yang menjadi Dirjen AHU sesudah Romly, dinyatakan bersalah karena meneruskan kebijakan Romly.

Dalam pembelaannya, penasehat hukum Romly mengatakan bahwa Romly membagi  hasil biaya akses itu atas perintah jabatan Menteri Kehakiman dan HAM ketika itu, yakni Yusril Ihza Mahendra.

Namun, dalam pertimbangan hukum pengadilan, dikatakan bahwa Yusril yang menjadi menteri saat itu tidak mengetahui soal-soal teknis mengenai pembagian hasil akses fee antara koperasi dan Dirjen AHU, sehingga dia tidak dapat dipersalahkan.

Namun bukti Keppres No 62/M Tahun 2001 yang telah dilegalisasi oleh Sekeratariat Kabinet menunjukkan dengan pasti bahwa Yusril sudah diberhentikan oleh Presiden Abdurrahman Wahid sejak tanggal 8 Pebruari 2001, enam bulan sebelum Romly membuat perjanjian dengan koperasi.

Jadi, kalau Yusril ingin didakwa karena “turut serta” atau “bersama-sama” melakukan tindak pidana dengan Romly mengenai pembagian uang akses fee itu, jelas Kejaksaan Agung telah “error in persona”, yakni salah menyebutkan nama Yusril sebagai orang yang bersama-sama melakukan tindak pidana dengan Romly. Karena, Yusril yang sudah berhenti menjadi Menteri Kehakiman enam bulan sebelumnya sangatlah mustahil untuk memberi perintah jabatan kepada Romly, apalagi bersama-sama melakukan tindak pidana bersamanya.

Seharusnya Kejaksaan Agung menyidik lebih dalam, siapakah Menteri Kehakiman pengganti Yusril sejak 8 Februar1 2001, dan khususnya saat Romly menandatangani perjanjian dengan koperasi, yang konon memberi perintah jabatan itu.

Dalam perkara Yohanes Woworuntu, disebutkan bahwa terdakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam kurun waktu antara tahun 2000 sampai 5 November 2008. Yohanes melakukan korupsi itu “bersama-sama” dengan Yusril Ihza Mahendra.

Dakwaan ini sungguh tidak masuk akal, karena sejak tahun 2000 sampai 2008 ada enam orang pernah menjadi Menteri Kehakiman, yakni Yusril, Baharuddin Lopa, Marsillam Simandjuntak, Mahfud MD, Hamid Awaluddin dan Andi Mattalata.

Namun yang didakwa melakukan korupsi dengan Yohanes hanya Yusril saja. Padahal Yusril menjadi Menteri Kehakiman antara tanggal 26 Oktober 1999 – 8 Februari 2001 di zaman Gus Dur, dan diangkat lagi oleh Megawati dari tanggal 9 Agustus 2001 sampai 20 Oktober 2004. Ini jelas menunjukkan Kejaksaan Agung mempunyai target untuk memenjarakan, Yusril, sementara yang lain yang seharusnya bertanggung jawab tidak disentuh sama sekali.

Namun, dalam kasasi, pertimbangan Majelis Hakim Agung, disebutkan bahwa yang ternyata terbukti melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Yohanes ialah Romly Atmasasmita.

Yang lain-lain, termasuk Yusril tidak terbukti. Dalam diktum putusan Mahkamah Agung disebutkan “menyatakan Yohanes Woworuntu terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi”.

Tidak disebutkan Yohanes bersalah melakukan korupsi bersama-sama dengan orang lain, apalagi dengan Yusril.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved