Rekening Gendut Perwira Polri
KPK Didesak Usut Rekening 'Gendut' Pati Polri
Ketua DPP PAN Bidang Politik, Bima Arya Sugiharto, mendesak KPK menyidik adanya dugaan "rekening gendut" para petinggi pejabat tinggi Polri

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional (DPP PAN) melalui Ketua DPP PAN Bidang Politik, Bima Arya Sugiharto, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyidik adanya dugaan "rekening gendut" para petinggi pejabat tinggi (pati) Polri. KPK, menurutnya, sudah memiliki data-data terkait dugaan tersebut.
Hal yang sama juga ditegaskan oleh Wakil Ketua DPR yang juga menjabat sebagai Sekjen DPP PAN, Taufik Kurniawan. Mantan Ketua Umum PBNU juga ikut angkat bicara terkait terkuaknya dugaan rekening para pati Polri ini.
"PAN mendorong kepada KPK untuk melakukan pemeriksaan karena seharusnya KPK sudah memiliki data-datanya soal ini. Dan KPK, seharusnya fokus kepada indikasi korupsi yang dilakukan oleh para penegak hukum," tandas Bima Arya kepada Tribunnews.com, di Jakarta, Kamis (1/7/2010).
Sekjen DPP PAN juga menyatakan dukungannya kepada insitusi KPK terkait dugaan rekening 'gendut para para pati Polri ini. Dalam kesempatan itu, Taufik Kurniawan juga menyayangkan sikap Polri yang malah memperkarakan secara hukum Majalah Tempo terkait pemberitaan edisi terkini majalah ini, berjudul `Rekening Gendut Perwira Polri'. Lebih arif, kata Kurniawan, Polri melakukan mediasi kepada Majalah Tempo dan menggunakan hak jawab.
"Sementara yang dilakukan Polri saat ini, kesannya terlalu reaktif, mengabaikan hak jawab yang seharusnya bisa dilakukan sebagaimana etika jurnalistik. Apa yang dilakukan Polri, makin mengesankan citra buruk di mata masyarakat," tuturnya.
"Alangkah lebih baik, Polri berfikir positif dulu, positive thingking. Jangan sampai karena oknum tertentu, menggeneralisir citra institusi kepolisian," katanya lagi.
Sementara itu, mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi menyarankan kepada institusi Polri untuk tidak melanjutkan gugatan kepada Majalah Tempo terkait pemberitaan berjudul 'Rekening Gendut Perwira Polri'. Seharusnya, apa yang diberitakan oleh Tempo dijadikan Polri sebagai masukan untuk kemudian diteliti kebenarannya.
"Bukankah Polri tempatnya ahli dan memiliki otoritas penyelidikan dan penyidikan? Baru setelah ternyata memang berita itu tidak benar, diadakan diskusi kepada Tempo, termasuk masalah hukum. Saya hanya mengingatkan, dalam kurun waktu sekarang ini, aroma korupsi, markus, penjaga hukum yang melawan hukum, yang selalu berakhir dengan kemenangan yang kuat, bukan yang benar. Hukum intelektual tampak membenarkan yang kuat, bukan memperkuat yang benar," kata KH Hasyim Muzadi.
Proses keputusan masyarakat terhadap hukum legal formal yang tidak berkeadilan mulai muncul dimana-mana. Maka, katanya lagi, Polri akan sangat terhormat apabila menerima informasi media sebagai masukan daripada reaktif dengan 'angkat kekuasaan'. "Dan toh, yang diangkat Tempo masalah perorangan, bukan institusi. Reaksi kekuasaan saya kira kurang elegan," tegas pengasuh Pondok Pesantren Al Hikam, Depok, ini.(*)