Jumat, 3 Oktober 2025
Majelis Perwakilan Rakyt Republik Indonesia

HNW Dukung Legislative Review Menyeluruh Terhadap UU Cipta Kerja

Hidayat Nur Wahid mendukung opsi “legislative review” terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dibuka oleh Pemerintah.

Editor: Content Writer
Humas MPR RI
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Hidayat Nur Wahid 

a. untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam; dan

b. keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional atas suatu Rancangan Undang -Undang yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi dan menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.”

HNW menilai bahwa kehadiran RUU Pencabutan UU Ciptaker ini sudah memenuhi kriteria dalam pasal itu, yakni adanya keadaan luar biasa dan adanya urgensi nasional.

“Adanya penolakan publik yang meluas, proses pembahasan dan persetujuan RUU Ciptaker di DPR yang dinilai menabrak prosedur formil dan kesalahan penulisan konten yang substanstif cukup menjadi alasan perlunya RUU Pencabutan tersebut,” tukasnya.

Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) ini menjelaskan bahwa UU Pencabutan suatu undang-undang bukan terlarang, dan bukan hal yang baru bagi Indonesia.

DPR dan Pemerintah, misalnya, pernah melakukan kegiatan sejenis, dengan mengesahkan UU No. 26 Tahun 1999 tentang Pencabutan UU No. 11/PNPS/Tahun 1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi.

“Preseden menerbitkan UU yang mencabut UU lain sudah ada dan secara regulasi juga dimungkinkan,” ujarnya.

HNW mengingatkan, selain legislative review, ada dua opsi yang bisa diambil untuk mengakhiri kegaduhan terkait UU Ciptakerja ini, yakni judicial review ke Mahkamah Konstitusi atau executive review oleh Presiden.

Judicial review sudah ditempuh oleh berbagai kalangan masyarakat, terutama buruh/serikat pekerja.

HNW menambahkan bahwa pemerintah juga perlu mempertimbangkan opsi executive review yang dilakukan oleh Presiden, dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang mencabut UU Ciptaker ini.

Menurutnya, opsi ini lebih mudah dilakukan karena hanya membutuhkan kemauan politik Presiden, tanpa perlu melibatkan DPR layaknya mekanisme legislative review.

Dan kalau Presiden membuat Perppu dengan mencabut UU yang baru ditandatanganinya, maka demi kemasalahatan terbesar bagi Bangsa dan Negara, hal seperti itu wajar untuk dilakukan.

Seperti dulu Presiden SBY, diakhir masa jabatan ke-2 nya, membuat Perppu No. 1 Tahun 2014 dan mencabut UU Pilkada yang baru saja ditandatangani.

“Dari sudut pandang ketatanegaraan, memang Presiden tidak boleh dengan mudah menerbitkan Perppu. Namun, langkah ini perlu juga dipertimbangkan, mengingat penolakan terhadap UU Ciptaker di masyarakat semakin meluas, dan masih berlanjut, sementara UU-nya masih banyak masalah formal maupun legal, dengan segala dampak negatifnya dalam aspek ekonomi, sosial dan politiknya,” pungkasnya.(*)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved