Selasa, 30 September 2025

Berita Viral

Kisah Nelayan Terpaksa Putar Jalan imbas Tanggul Beton di Laut Jakut, KKP Tak Bisa Ambil Tindakan

Sejumlah nelayan mengeluhkan adanya tanggul beton di perairan Cilincing, Jakarta Utara, Rabu (10/9/2025). Pihak KKP sebut tak bisa ambil tindakan.

Penulis: Isti Prasetya
Editor: Bobby Wiratama
TRIBUN JAKARTA/GERALD LEONARDO AGUSTINO
PAGAR LAUT - Gambar udara tanggul beton di pesisir Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara, yang dikeluhkan nelayan. Sejumlah nelayan mengeluhkan adanya tanggul beton di perairan Cilincing, Jakarta Utara, Rabu (10/9/2025). Pihak KKP sebut tak bisa ambil tindakan. 

TRIBUNNEWS.COM - Sejumlah nelayan mengeluhkan adanya tanggul beton yang dipasang di perairan Cilincing, Jakarta Utara, tepatnya di pesisir Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara.

Tampak dari daratan, tanggul beton itu berjarak sekira 300-500 meter di tengah laut.

Sedangkan, tingginya sekira 2 meter dari permukaan laut itu dipasang sepanjang kurang lebih 1 kilometer.

Ditemui pewarta Tribun Jakarta, Gerald Leonardo, seorang nelayan Kalibaru bernama Heriyanto mengatakan tanggul beton itu sudah ada beberapa bulan belakangan.

Hal itu membuat kesehariannya melaut terganggu akibat adanya tanggul tersebut.

Dia pun mengeluhkan kesulitan mencari kepiting rajungan yang menjadi buruannya.

"Saya nelayan. Saya biasanya nyari rajungan. Itu tanggul untuk dijadikan daratan, dibikin tanggul entar diuruk lagi. Itu sudah lama, cuman sekarang baru dilanjutkan lagi proyek itu," kata Heriyanto, Rabu (10/9/2025).

Dia menjabarkan, jalur perjalanan melaut yang seharusnya bisa lebih cepat akhirnya tersendat lantaran terhalang pagar tersebut.

Sehingga Heriyanto harus menggerakkan perahunya memutari tanggul untuk bisa sampai ke tempat mencari rajungan.

"Kalo untuk masalah terganggu, nggak bisa lewat jalur cepat, jadinya kita ke tengah dulu. Tangkapan ikan juga jadi jauh, di pinggir juga udah nggak ada," ucap dia.

Hal senada juga disampaikan nelayan lain bernama Darsim.

Baca juga: Viral Tanggul Beton di Pesisir Cilincing Ganggu Nelayan, Dinas Sumber Daya Air Jakarta Buka Suara

Nelayan pencari kerang hijau itu mengatakan, aktivitasnya di laut belum terdampak secara signifikan.

Hanya saja, jalur perjalanannya menjadi lebih jauh dari rute yang biasa dia lewati.

"Kalau nyari kerang hijau sih nggak keganggu, soalnya kerang hijau tetap ada. Yang keganggu paling perjalanan, harusnya kan langsung belok ke sana," kata Darsim.

Adapun berdasarkan pantauan, di dekat tanggul beton itu juga terlihat ada kapal tongkang yang bersandar.

Hingga kini belum diketahui pihak siapa yang membangun tanggul tersebut.

Namun, para nelayan mendengar segelintir kabar yang menyebut tanggul itu berkaitan dengan proyek batubara di dekat pesisir Kalibaru.

"Ini katanya sih buat pembongkaran batu bara, cuman nggak tahu punya siapa," pungkasnya.

Nelayan lain dengan nama samaran Boy (30) mengeluhkan pendapatannya menurun drastis akibat aktivitas bongkar muat batu bara.

Dia mengatakan, sebelum ada pagar beton, penghasilannya bisa mencapai Rp3-5 juta per hari.

Namun, kini pendapatannya dari melaut seharian hanya sekira Rp50.000.

"Dampaknya, penghasilan berkurang, tadinya penghasilan cukup, jadinya tidak cukup," ujar Boy saat diwawancarai jurnalis Kompas.com, Shinta Dwi Ayu di Cilincing, Jumat (22/8/2025).

Boy menyebut, kini ia hanya mampu menangkap ikan beseng yang harganya cuma sekitar Rp1.000 per kilogram.

Baca juga: Rencana Nikah Pupus, Akbar Nelayan Cilincing Ditemukan Tewas Tanpa Kepala di Pantai Tanggamus

Ikan kabur karena tercemar

Selain itu, dia menyebut aktivitas bongkar muat batu bara curah dari kapal tongkang itu membuat air laut di sekitar pesisir perairan Cilincing tercemar limbah.

Terlebih, sebagian area pagar beton dijadikan tempat penampungan pasir.

Alhasil, air laut di sekitar tempat penampungan batu bara menjadi berminyak.

Tak hanya mencemari, kegiatan bongkar muat juga berdampak langsung pada nelayan.

“Pasti perih banget, gatal, panas, mata kaya bukan iritasi lagi bisa rusak kalau enggak buru-buru dicuci pakai air,” kata Boy.

Selain pencemaran, nelayan lain berinisial Ending (50, nama samaran) proyek pembangunan beton laut merusak bagan ikan nelayan.

Padahal bagan yang berfungsi sebagai perangkap tradisional itu merupakan alat yang digunakan nelayan untuk mencari ikan.

Ending menambahkan, pembangunan tiang pancang masih terus berlangsung sehingga jumlah pagar beton berpotensi bertambah. 

Kondisi ini membuat ikan enggan mendekati area bagan karena adanya getaran mesin.

“Yang terdampak di bangunan beton baru ini ada 10 bagan. Dampaknya dari limbah batu bara dan getaran paku bumi itu ikan pada kabur ke tengah,” ujar Ending.

KKP Tak Bisa Ambil Tindakan

Dalam konferensi pers daring mengenai penanganan illegal fishing pada 20 Mei 2025 silam, pihak terkait menyampaikan, pagar beton yang berada di wilayah perairan Marunda telah memenuhi seluruh persyaratan perizinan.

Karena seluruh izin telah terpenuhi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tidak memiliki kewenangan untuk mengambil langkah penindakan terhadap keberadaan tanggul beton di lokasi tersebut.

Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSKDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Pung Nugroho Saksono.

Baca juga: Disorot Eks Menteri KKP Susi Pudjiastuti, Ini Dampak Ekspor Terumbu Karang Ilegal terhadap Ekosistem

"Perizinan sudah lengkap semuanya, dalam hal ini karena sudah lengkap semuanya, KKP tidak bisa ambil tindakan," ujar Pung.

Pada momen yang sama, Sumono Darwinto selaku Direktur Pengawasan Sumber Daya Kelautan KKP menyatakan bahwa laporan warga mengenai pagar beton di perairan Marunda telah ditindaklanjuti oleh pihaknya.

KKP telah mengirimkan tim ke lokasi untuk melakukan pemeriksaan langsung terhadap bentuk fisik pagar beton serta dokumen perizinan yang menyertainya.

Dari hasil pemeriksaan, Polisi Khusus Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (PWP3K) memang benar ada pagar beton di perairan Marunda.

"Dan hasil pemeriksaan bahwa kegiatan tersebut sudah dilengkapi oleh perizinan-perizinan yang ada," tutur Sumono. 

"Jadi bisa kami sampaikan bahwa untuk kegiatan tersebut sudah dilengkapi oleh izin persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut (PKKPRL) dari KKP, sudah juga ada nomor izin perusahaannya, sudah ada Amdal dan izin lingkungan," jelasnya.

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Ada Tanggul Beton Laut di Pesisir Cilincing Jakarta Utara, Nelayan Mengeluh Jadi Susah Melaut.

(Tribunnews.com/Isti Prasetya, TribunJakarta.com/Gerald Leonardo Agustino)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved