Demo Buruh
ARUKI Kecam Tindakan Represif Polisi Mengadang Aksi Damai Tentang Iklim di Jakarta
Aliansi Rakyat untuk Keadilan Iklim (ARUKI) mengecam tindakan aparat kepolisian yang menghadang pawai damai di kawasan Jakarta Pusat.
Penulis:
Alfarizy Ajie Fadhillah
Editor:
Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Aliansi Rakyat untuk Keadilan Iklim (ARUKI) mengecam tindakan aparat kepolisian yang menghadang pawai damai di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (28/8/2025).
ARUKI adalah sebuah aliansi organisasi masyarakat sipil di Indonesia yang memperjuangkan keadilan iklim. Tujuan ARUKI adalah memperkuat keadilan iklim dengan mengubah sistem pembangunan yang eksploitatif menjadi lebih berkelanjutan dan adil.
Pawai damai yang digelar ARUKI merupakan bagian dari rangkaian Indonesia Climate Justice Summit (ICJS), yang menuntut pemerintah segera mengambil langkah nyata dalam mengatasi krisis iklim dan memastikan transisi energi berkeadilan.
Massa aksi berangkat dari kantor International Labour Organization (ILO) menuju Patung Kuda Arjuna Wiwaha.
Namun, tepat di perempatan Jalan MH Thamrin, pawai sempat tertahan aparat kepolisian selama kurang lebih 40 menit.
Baca juga: Tarif Hotel Tembus Rp150 Juta per Malam, Konferensi Perubahan Iklim di Brasil Terancam Sepi Delegasi
Menurut ARUKI, tindakan itu tidak disertai alasan jelas.
"Tindakan aparat yang represif dan intimidatif menghadapi aksi pawai damai ini justru memperlihatkan bagaimana ruang demokrasi dan kebebasan berekspresi semakin dipersempit," ujar Risma Umar dari Aksi! For Gender and Ecological Justice.
"Demokrasi adalah prasyarat terjadinya keadilan iklim dan perlindungan masyarakat korban dampak krisis iklim,” ucapnya.
Baca juga: HKI: Kawasan Industri Punya Peran Strategis Dukung Iklim Investasi
Hal senada disampaikan Armayanti Sanusi dari Solidaritas Perempuan.
Ia menyebut pengadangan yang dilakukan aparat sebagai bentuk intimidasi.
"Kekerasan aparat merupakan pembungkaman ekspresi terhadap massa Aksi Rakyat yang menuntut keadilan iklim di Indonesia, kita bisa menyaksikan bentuk kekuasaan otoritarianisme yang mengabaikan hak asasi manusia dan pengakuan terhadap perempuan dan kelompok rentan yang mengalami situasi berlapis akibat krisis iklim di Indonesia,” tegas Armayanti.
Aksi damai tersebut juga diikuti kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas.
"Polisi memandang masyarakat yang bersuara sebagai ancaman. Padahal di hadapan aparat kepolisian adalah kelompok disabilitas yang rentan, tidak hanya rentan krisis iklim dan korban tindakan represif,” kata Yeni Rosa dari Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS).
Lebih lanjut, ARUKI menuntut agar aparat menghentikan praktik penghalangan terhadap aksi damai masyarakat.
Aliansi juga mendesak pemerintah lebih serius mendengarkan suara rakyat dalam upaya mengatasi krisis iklim.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.