Penampakan Rumah Mewah di Lebak Bulus, Jadi Markas Penipuan Online WNA China
Polisi menggerebek rumah mewah di Lebak Bulus yang dijadikan markas penipuan online WNA China. Para pelaku menyamar jadi polisi Wuhan.
Editor:
Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM - Sebuah rumah mewah yang terletak di Jalan Pertanian Raya, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, terlihat sepi dari luar.
Namun, di balik penampakannya yang tenang, rumah tersebut menjadi sarang aktivitas kejahatan siber.
Rumah itu digerebek polisi karena menjadi markas sindikat penipuan online internasional yang dijalankan oleh 11 warga negara asing (WNA) asal China, lengkap dengan bilik-bilik kedap suara dan atribut kepolisian China palsu.
Berdasarkan pemantauan dari luar terlihat sepi. Sontak hal tersebut membuat masyarakat sekitar bertanya-tanya apakah ada aktivitas di dalamnya.
Ternyata, rumah mewah yang didominasi warna putih dan pagar hitam itu menjadi sarang aktivitas ilegal berskala internasional.
Rumah dua lantai ini digunakan sebagai markas oleh sekelompok penipu online yang terdiri dari 11 warga negara asing (WNA) asal China.
Tak ada papan nama di rumah itu, hanya nomor rumah bertuliskan "J.3".
Untuk ke dalam rumah, terdapat dua pintu, yakni pintu utama dan pintu garasi kayu. Halaman rumah kini dipasang garis polisi.
Warta Kota pada Rabu (30/7/2025) siang, berkesempatan ke dalam rumah itu saat pihak kepolisian dan Imigrasi melakukan konferensi pers.
Dalam rumahnya begitu luas disertai perabot berupa meja dan kursi sofa berwarna cokelat.
Seluruh pintu dan jendela di lantai satu ini dilapisi peredam suara.
Begitu pun di lantai dua. Hal ini dilakukan guna mencegah kebocoran informasi dari dalam.
Di lantai atas rumah ini, para pelaku penipuan menjalankan aksinya.
Ada beberapa bilik kedap suara yang dibuat dari material triplek dan busa.
Salah satu ruangan di lantai dua memiliki latar belakang biru terang yang dipasang pada dinding.
Di latar tersebut, terdapat tulisan dalam bahasa Mandarin yang dalam bahasa Indonesia adalah 'Kepolisian Cabang Wuchang Wuhan, Detasemen Investigasi Ekonomi', sementara di sisi dinding lainnya tercatat kalimat dalam bahasa Mandarin pula yang dalam bahasa Indonesia berbunyi, "Kepolisian Cabang Distrik Wucang Wuhan."
"Di belakang saya ini, setelah kami cek, arti daripada tulisan-tulisan berbahasa Mandarin itu adalah Kepolisian Cabang Wucang Wuhan, Detasemen Investigasi Ekonomi. Sedangkan yang di depan rekan-rekan kami itu, di dinding itu, dalam bahasa Indonesia tertulis Kepolisian Cabang Distrik Wucang Wuhan,” ujar Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Nicolas Ary Lilipaly.
Di rumah tersebut, terdapat 2 WNI yang bekerja sebagai ART sekaligus penjaga rumah, yakni berinisial YD dan S, tetapi keduanya dilarang untuk naik ke lantai dua.
"Mereka membuat peredam suara, jadi di pintu dan jendela pun mereka telah membuat peredam suara. Dan kamar begini mereka larang ada orang lain selain dari mereka yang masuk ke kamar ini,” ucap Nicolas.
Ketua RT 10 RW 4, Sapto, mengungkapkan kecurigaannya soal keberadaan 11 WNA asal China yang tinggal di rumah itu tanpa melapor kepada pihak RT.
Ia menyebutkan, rumah tersebut sudah lama tak membayar iuran lingkungan untuk kebersihan serta keamanan, dan selama ini tidak ada laporan mengenai penghuni baru.
Menurut Sapto, ia telah mendatangi rumah tersebut beberapa kali, tetapi rumah tersebut selalu dalam keadaan kosong.
Meskipun begitu, pihaknya berusaha menghubungi pemilik rumah, namun hingga kini belum berhasil.
“Ya memang kita agak curiga dengan rumah ini karena sudah lama tidak membayar iuran, jadi kami selalu mendatangi rumah ini dalam keadaan kosong," katanya.
"Kami sudah berusaha menghubungi pemiliknya, namun belum berhasil. Kami juga menanyakan kepada penyewa sebelumnya, tetapi mereka tidak kooperatif,” lanjut Sapto.
Ia memperkirakan, sekitar empat bulan yang lalu, rumah tersebut mulai dihuni para pelaku yang tidak melapor ke RT setempat.
Sapto menjelaskan, rumah ini awalnya milik seorang WNI, namun tidak dihuni pemiliknya.
Sebaliknya, rumah itu hanya disewakan kepada pihak lain.
Biasanya, apabila ada penghuni baru, pihak RT menerima laporan terkait keberadaan mereka, tetapi hal itu tidak terjadi pada penghuni rumah yang sekarang.
“Ini rumah seorang warga, tapi belum pernah dihuni oleh pemiliknya. Rumah ini hanya disewakan kepada orang lain, tapi selalu ada laporan, kecuali untuk yang terakhir ini,” ujarnya.
Sapto menambahkan, keberadaan 11 orang yang diduga tinggal di rumah tersebut tanpa laporan ke RT juga terpantau tidak terlihat adanya kegiatan di luar rumah, karena rumah tersebut selalu ditutup rapat.
"Ya, betul dan tidak terlihat ada kegiatan dari luar, kami melihat itu, jadi tidak ada kegiatan apa-apa karena ditutup semua," katanya.
"Justru kami yang sebelumnya tahu ini, ada hal-hal yang perlu ditindak lanjutilah," sambung Sapto.
Diberitakan sebelumnya, kepolisian mengungkap kesulitan dalam membongkar kasus warga negara asing (WNA) asal China yang menyamar sebagai polisi Wuhan secara daring.
Para pelaku dinilai tidak kooperatif dan kompak menutup mulut saat proses penyidikan berlangsung.
"Kami kesulitan karena mereka tidak kooperatif, mereka kompak gerakan tutup mulut," ujar Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Nicolas Ary Lilipaly, dalam konferensi pers di sebuah rumah yang menjadi markas para pelaku di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, Rabu (30/7/2025).
Nicolas menjelaskan, penyelidikan terhadap jaringan penipuan ini terhambat karena seluruh pelaku menolak memberikan keterangan.
Selain itu, mereka juga tidak menguasai bahasa Inggris maupun Indonesia, sehingga hanya dapat berkomunikasi dalam bahasa Mandarin.
“Modus mereka memang seperti itu. Jika tertangkap, mereka langsung bungkam,” kata Nicolas.
Polisi juga menemukan bahwa tidak satu pun dari mereka memiliki dokumen keimigrasian resmi, yang sempat menyulitkan proses penangkapan.
Sebagai langkah lanjutan, Kepolisian bekerja sama dengan Kantor Imigrasi Jakarta Selatan untuk melacak kemungkinan adanya warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban atau bahkan terlibat dalam jaringan ini.
“Kami mengimbau jika ada WNI yang merasa menjadi korban, segera lapor kepada kami agar proses hukum bisa berjalan dan pelaku mendapat hukuman sesuai aturan yang berlaku di Indonesia,” tegasnya.
Saat ini, penyidik masih mendalami jumlah korban serta motif para pelaku memilih Indonesia sebagai lokasi menjalankan penipuan daring melalui sambungan video call.
Diberitakan sebelumnya, Polres Metro Jakarta Selatan bekerja sama dengan Kantor Imigrasi Jakarta Selatan, mengungkap kasus penipuan online yang melibatkan 11 orang warga negara asing (WNA) asal China.
Para tersangka ini diduga telah melakukan praktik penipuan melalui media elektronik (online scam) dan menggunakan kedok sebagai anggota kepolisian China dari Detasemen Investigasi Ekonomi cabang
Wuchang Wuhan untuk menipu korban.
Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Nicolas Ary Lilipaly mengungkapkan, para pelaku sudah tinggal di rumah yang terletak di Jalan Pertanian Raya, Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan, selama sekitar 4 hingga 5 bulan. Mereka menggunakan rumah tersebut sebagai markas untuk menjalankan aktivitas ilegalnya.
"11 warga negara asing ini telah menempati rumah ini kurang lebih 4-5 bulan, tepatnya pada Maret yang lalu, 2025, dan mereka telah melakukan aktivitas yang diduga atau yang dicurigai melakukan penipuan online atau online scam," ujar Nicolas, dalam konferensi pers di lokasi kejadian, Rabu (30/7/2025).
Modus Operandi Penipuan
Modus yang digunakan kelompok tersebut cukup canggih. Mereka membuat ruangan di rumah tersebut kedap suara, dengan tujuan menghindari penyadapan atau deteksi dari pihak luar.
Selain itu, dua pembantu rumah tangga asal Indonesia yang bekerja di sana dilarang keras untuk naik ke lantai dua dan melakukan pembersihan di area yang digunakan pelaku.
"Memang di tempat ini, ada 2 tenaga kerja, pembantu rumah tangga dari Indonesia yang berada di sini, 2 orang, tapi dilarang naik ke lantai 2 dan membersihkan tempat ini. Jadi pembantu rumah tangga cukup di bawah saja, di dapur saja, dan tidak boleh masuk ke dalam untuk melakukan atau melihat ataupun mendengar aktivitas mereka," ujarnya.
Pada Kamis (24/7/2025) sekira pukul 18.30 WIB, pihak kepolisian melakukan penggerebekan usai mendapat informasi dari warga setempat yang mencurigai adanya aktivitas mencurigakan di lokasi itu.
"Selanjutnya, penyelidik-penyelidik Polres Metro Jakarta Selatan melakukan penyelidikan dan akhirnya ditemukan ada 11 warga negara asing yang diduga berkebangsaan RRT atau RRC yang menempati tempat ini," tutur Nicolas.
"Dan selanjutnya dilakukan pemeriksaan, aktivitas, dan barang bukti yang ada, kami bisa dapat mencurigai atau menduga mereka telah melakukan praktik penipuan melalui media elektronik atau penipuan melalui media online, online scam," lanjutnya.
11 tersangka yang diamankan yakni berinisial LYF (35), SK (24), HW (33), CZ (37), YH (31), HY (38), LZ (33), CW (40), ZL (41), JW (36), SL (37).
Adapun dalam penggerebekan tersebut, polisi berhasil mengamankan 17 barang bukti.
Barang bukti itu antara lain satu potong baju Kepolisian Negara China, satu bundel dokumen berbahasa Mandarin, 10 unit handphone merek Apple berbagai tipe, 13 unit handphone Android berbagai merek, empat unit handphone merek Nokia berbagai tipe, 10 unit iPad berbagai tipe.
Lalu satu unit laptop merek Acer, satu terminal USB charger warna hitam 40 slot, 40 kartu prabayar bekas pakai provider Telkomsel, potongan kertas tulisan Mandarin, satu kopel dan satu borgol, satu buah korek gas menyerupai senjata api hingga lima buah bilik kedap suara.
Para tersangka dikenakan beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), serta Pasal 378 KUHP tentang Tindak Pidana Penipuan.
Selain itu, mereka juga dikenakan pelanggaran Undang-Undang Keimigrasian, khususnya terkait dengan penyalahgunaan izin tinggal dan masuk ke Indonesia tanpa visa yang sah.
"Saat penangkapan, para tersangka tidak dapat menunjukkan dokumen keimigrasian yang sah. Kami bekerja sama dengan Imigrasi untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut," ujar Nicolas.
Kerja Sama dengan Imigrasi dan Interpol
Dalam penanganan kasus ini, Polres Metro Jakarta Selatan juga berkoordinasi erat dengan Kantor Imigrasi Jakarta Selatan dan Interpol.
Kepala Kantor Imigrasi Jakarta Selatan, Bugie Kurniawan, menambahkan bahwa pihaknya telah menerima penyerahan 11 WNA dan mereka kini tengah menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
Menurut Bugie, para tersangka diduga melanggar Pasal 122 Huruf A Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, yang menyebutkan bahwa orang asing yang menyalahgunakan izin tinggalnya dapat dikenakan pidana penjara hingga 5 tahun dan denda hingga Rp500 juta.
"Jadi untuk tindak pidana online ini memang sudah lama belum ditemukan lagi di wilayah Indonesia. Kemudian dengan adanya penangkapan pada hari ini, ini memberikan sinyal peringatan buat kita semua bahwa mungkin di satu wilayah di Indonesia ini masih terjadi kegiatan tindak pidana online seperti ini," ucap Bugie.
Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Penipuan Online, 11 WNA China Sewa Rumah Mewah di Lebak Bulus Jaksel Untuk Jadi Markas Polisi,
Sumber: Warta Kota
Terbongkar Markas Penipuan Online Scam yang Dijalankan 11 WNA Asal China di Kontrakan Mewah Jaksel |
![]() |
---|
MRT Jakarta Mulai Studi Jalur dari Lebak Bulus ke Serpong, Target Rampung Setahun |
![]() |
---|
Curahan Hati Ridwan, Terancam Kehilangan Pekerjaan Setelah 27 Tahun Jadi Juru Parkir di Lebak Bulus |
![]() |
---|
Amnesty International Ungkap Praktik Perdagangan Manusia di Kompleks Penipuan Online di Kamboja |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.