Kasus Laporan Palsu di PN Jaksel, Dua Ahli Sebut Korban Berhak Lapor Balik Jika Tuduhan Tak Terbukti
Said Karim menjelaskan bahwa setiap orang punya hak untuk melaporkan balik terhadap pelapor yang menyebabkan dirinya dipidana
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang lanjutan perkara laporan palsu dengan terdakwa Juanda, kembali bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis (21/7/2022) kemarin.
Agenda sidang ialah mendengar keterangan saksi yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU). Jaksa menghadirkan dua saksi ahli pidana.
Mereka adalah ahli pidana dari Universitas Hasanuddin, Said Karim dan ahli pidana dari UIN Jakarta, Alfitra.
Dalam keterangannya di persidangan, Said Karim menjelaskan bahwa setiap orang punya hak untuk melaporkan balik terhadap pelapor yang menyebabkan dirinya dipidana dan terbukti justru menjadi korban.
“Jika korban yang dilaporkan merasa dirugikan, merasa difitnah, sehingga nama baik korban terhadap masyarakat menjadi tercemar, dan rekan bisnisnya menjadi ragu, maka si korban punya hak melaporkan balik,” kata Said.
Ia mengacu Pasal 317 KUHP yang menyebutkan ‘Barang siapa dengan sengaja melakukan pengaduan palsu atau pemberitahuan palsu baik secara tertulis maupun untuk dituliskan dengan seseorang sehingga kehormatan atau nama baik orang menjadi terserang’.
Baca juga: Sidang Kasus Dugaan Laporan Palsu, Jaksa Minta Hakim Tolak Eksepsi Terdakwa Juanda
“Dengan adanya putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, kemudian terdakwa dibebaskan dan terbukti tidak melakukan perbuatan yang dituduhkan, sehingga Pasal 317 ini terbukti,” terangnya.
Sementara itu ahli pidana kedua, Alfitra yang hadir secara daring menerangkan, bahwa lapor melapor merupakan hal biasa dalam hukum acara pidana, sehingga pelapor dan terlapor sah-sah saja dan tidak masalah.
Namun menurutnya, pelapor harus bertanggung jawab atas laporannya yang tidak terbukti. Terlebih laporan tersebut menimbulkan kerugian materiil maupun imateriil kepada terlapor.
“Konsekuensi terhadap pelapor atas laporan yang tidak terbukti dan secara subjektif, ada perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian baik materil maupun imateriil kepada korban (terlapor) maka korban/terlapor dapat melaporkan balik,” terang Alfitra.
Dakwaan Jaksa
Adapun dalam perkara dugaan laporan palsu ini, jaksa menjerat Juanda dengan Pasal 317 ayat (1) KUHP tentang mengajukan laporan atau pengaduan tentang seseorang, sedangkan diketahuinya bahwa laporan itu adalah palsu. Atas tindakannya, Juanda diancam hukuman maksimal empat tahun pidana penjara.
Berdasarkan laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, perkara ini bermula saat Juanda melaporkan Andy Tediarjo The dengan tuduhan menggelapkan uang sewa tanah milik orang tuanya, sebesar Rp8 miliar.
Mulanya Juanda mewarisi tanah milik orang tuanya seluas 29 hektare di kawasan Inspeksi Kalimalang, Cikarang Barat, Kota Bekasi, Jawa Barat.
Tanah tersebut dibeli orang tua Juanda pada April 2002 dan diatasnamakan adik dari orang tua Juanda bernama Andy Tediarjo, yang kemudian disewakan kepada tiga perusahaan.
Saat orang tua Juanda meninggal dunia, Andy menitipkan jatah pembayaran uang sewa senilai Rp8 miliar kepada Adrianto Birendra untuk kemudian diserahkan kepada Terdakwa selaku ahli waris.
Namun, Juanda malah melaporkan Andy Tediarjo ke kepolisian dengan dugaan penggelapan uang sewa tersebut. Laporan itu kemudian diteruskan dan ditindaklanjuti pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.
Dalam proses persidangan, putusan pengadilan menyatakan bahwa Andy Tediarjo tak terbukti melakukan tindak pidana penggelapan. Bahkan putusan dengan bunyi yang sama juga diputus pada tingkat Kasasi di Mahkamah Agung.
Atas laporan palsu Juanda, mengakibatkan Andy Tediarjo dan tiga penyewa lahan alami ketidaknyamanan karena ikut diperiksa oleh penyidik kepolisian.
Adapun dalam perkara dugaan laporan palsu ini, jaksa menjerat Juanda dengan Pasal 317 ayat (1) KUHP tentang mengajukan laporan atau pengaduan tentang seseorang, sedangkan diketahuinya bahwa laporan itu adalah palsu. Atas tindakannya, Juanda diancam hukuman maksimal 4 tahun pidana penjara.