Kamis, 2 Oktober 2025

Para Pemenang dan Dewan Juri Anugerah Adinegoro Jurnalistik 2020 Bertatap Muka

Para pemenang dan Dewan Juri Anugerah Adinegoro Jurnalistik 2020 akhirnya bertatap muka, meski dibatasi karena pandemi Covid-19.

Editor: Toni Bramantoro
Dok. Humas HPN 2021
Para Pemenang dan Dewan Juri Anugerah Adinegoro Jurnalistik 2020 Bertatap Muka 

“Momennya cepat dari mobil, sekitar lima menit saja, tidak ada ritual-ritual pemakaman. Jenazah datang, petugas waktu itu ada empat orang langsung mengangkut ke dalam liang, sebelum ditutup tanah diazanin, udah selesai,” kenang dia.

Keadaan sepi ketika itu, tidak ada fotografer lain saat proses pengambilan gambar.

“Lensa fix 50 mm, saya foto saja proses itu, saya sendirian dan keadaaan sepi, jadi saya leluasa menjaga jarak,” ucapnya.

Fotografer handal Tagor Siagian menyebut foto “Pemakaman Jenazah COVID-19” karya Totok Wijayanto yang paling dramatis.

“Kita lihat, tanpa lampu kilat dia mengandalkan cahaya yang ada dari lampu kendaraan, ISO–nya 4 ribu, lensanya lebar 24,” rinci Tagor via virtual, mewakili Dewan Juri kategori foto bersama Oscar Matuloh dan Reno Esnir.

Namun ia juga mengingatkan, dalam kondisi pandemi seperti sekarang, seorang pewarta foto tetap harus mengutamakan kesehatan diri sendiri.

“Tetap tidak boleh gegabah, emosi. Jangan merasa dirinya rambo, main seruduk sana sini, karena beberapa teman peliput keluarganya menunggu di rumah, kembali selamat,” pesan dia.
Tagor juga berpesan untuk teruslah berkarya. Menang atau kalah dalam perlombaaan jangan dijadikan tolak ukur.

“Saya belum pernah menang Adinegoro, hanya juara harapan tahun 1993 saya meliput konflik di Kamboja, tentara Khmer Merah dan tentara Kamboja, tapi bukan berarti saya berhenti jadi wartawan,” ungkapnya.

Justru sebaliknya kata dia, anggaplah ajang perlombaan seperti Adinegoro ini untuk memperluas pergaulan.

“Bahwa masyarakat umum akan memperhatikan karya Anda selanjutnya di media tempat Anda berkarya,” sambungnya.

Di dalam sebuah karikatur, jelas Gatot, celetukan-celetukan ini diperlukan untuk menambahkan pesan yang disampaikan menjadi satir.

“Saya melihat gambar ini ada satir, ada kontras, masyarakat miskin dan kehidupan kota yang sangat metropolis. Sementara manusia gerobak ini, gerobak sekalian rumahnya,” ujarnya.

Pada sesi kedua ada Muhammad Aulia Rahman, pemenang kategori media radio dengan karyanya berjudul “Nasalis Larvatus di Antara Konflik dan Kepunahan”.

Karya yang disiarkan RRI Banjarmasin pada 30 November 2020 ini mengangkat eksistensi Nasalis Larvatus atau bekantan di Pulau Curiak, Kalimantan. Hewan endemic yang dijadikan simbol kota Banjarmasin, tapi nyaris punah karena konflik.

“Kami berpikir menyelamatkan bekantan, berarti menyelamatkan lingkungan. Penghargaan Adinegoro ini satu hal yang luar biasa, pelipur lara kami di tengah bencana,” kata Aulia yang hadir secara virtual.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved