Jumat, 3 Oktober 2025

Kisah Kakek Penjual Ikan Bertahan Hidup di Ibu Kota, Hidup Sebatang Kara Sering Menahan Lapar

Saat ini, setiap harinya, Didi berangkat diantar oleh pemilik ikan yang bernama Sumarni dari Kampung Raden ke Munjul.

Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNJAKARTA.COM/NUR INDAH FARRAH AUDINA
Dedi, penjual ikan sejak puluhan tahun usai kedua tangannya terbakar saat ditemui di Jalan Raya Cilangkap Baru, Munjul, Cipayung, Jakarta Timur, Kamis (13/2/2020). 

"Saya kan menikahi janda anak 3. Nama ini sakit gula basah di rawat di RSUPN dr Cipto Mangunkusumo. Waktu itu istri saya lagi dirawat pas saya pulang tuh sudah dijual rumahnya. Saya tahunya pas pulang ke rumah itu sudah orang lain yang tempatin,"  katanya.

Menurut Dedi, anaknya tirinya itu merasa memiliki rumah tersebut.

Sebab, tanah rumah tersebut memang milik Nama.

"Tanahnya memang milik ibunya anak-anak. Nama itu dapat tanah warisan di Kampung Raden. Tapi kan yang bangunin rumahnya itu saya. Anaknya dia malah seenaknya saja menjual rumah itu tanpa sepengetahuan saya," katanya.

Akhirnya, dengan terpaksa, Dedi mengontrak rumah di kawasan yang sama.

Dedi, penjual ikan sejak puluhan tahun usai kedua tangannya terbakar saat ditemui di Jalan Raya Cilangkap Baru, Munjul, Cipayung, Jakarta Timur, Kamis (13/2/2020)
Dedi, penjual ikan sejak puluhan tahun usai kedua tangannya terbakar saat ditemui di Jalan Raya Cilangkap Baru, Munjul, Cipayung, Jakarta Timur, Kamis (13/2/2020) (TRIBUNJAKARTA.COM/NUR INDAH FARRAH AUDINA)

Sayangnya, tak berselang lama, Nama meninggal dunia akibat penyakitnya.

Disusul dengan buah cinta keduanya anak yang meninggal di usia 3 bulan.

"Dari tahun 1996 itu istri saya meninggal, anak saya juga. Kemudian anak tiri saya sudah pergi entah kemana. Ya sudah selama itu juga saya hidup sebatang kara," katanya.

Untuk memenuhi kehidupan sehari-harinya, Dedi hanya mengandalkan penghasilan dari penjualan ikan.

"Sekarang ini sedang sepi. Paling penghasilan bersih saya cuma Rp 20 ribu sampai Rp 30 ribu. Tapi alhamdulillah kadang suka ada rezeki lain. Tahu-tahu ada orang berhenti kasih uang. Uang itu aja palingan yang saya gunakan untuk bayar kontrakan," katanya.

Sering tahan lapar

Hidup sebatang kara tanpa sanak saudara, membuat Didi kerap merasa kesulitan.

Mulai dari makan saja, Didi merasa sangat kesulitan.

Jari tangan yang habis terbakar di tahun 1986 membuatnya tak bisa menggenggam apapun.

"Saya sudah jarang makan nasi. Saya enggak bisa pegang sendok. Pegang sendok sangan susah buat saya. Jadi paling saya makan singkong aja. Saya cuma bisa lakukan kegiatan yang bisa pakai tangan dua," katanya.

Halaman
123
Sumber: TribunJakarta
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved