Banjir di Jakarta
Soal Banjir Jakarta, Pusat Studi Bencana LPPM UNS Sarankan Pemprov DKI Pasang Sistem Peringatan Dini
Terkait banjir yang melanda Jakarta, Pusat Studi Bencana LPPM UNS tekankan pentingnya Early Warning System (EWS) yang terintegrasi.
TRIBUNNEWS.COM - Pusat Studi Bencana (PSB) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terkait banjir yang menerjang.
Rekomendasi yang diberikan oleh PSB LPPM UNS tersebut disampaikan langsung oleh peneliti PSB, Sorja Koesuma.
Menurut Sorja, dalam menyusun langkah pencegahan banjir, Pemprov DKI Jakarta perlu memasangan sistem peringatan dini bencana banjir atau Integrated Flood Early Warning System (iFEWS).
Sorja menuturkan, dengan dipasangnya sistem iFEWS tersebut, diharapkan Pemprov DKI Jakarta dapat memantau tinggi muka air sungai.
Selain itu, sistem iFEWS juga dapat digunakan untuk memantau intensitas air hujan.

Lebih lanjut, Sorja menyebut sistem tersebut memiliki empat sensor.
“Sistem iFEWS ini terdiri dari empat sensor yang masing-masing adalah sensor tinggi muka air sungai yang dapat dipasang pada sungai-sungai yang masuk ke Jakarta," kata Sorja dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com, Sabtu (4/1/2020).
"Alat ini berguna untuk mengetahui ketinggian air sungai," sambungnya.
Sorja menambahkan, sensor kedua yang dimiliki iFEWS dapat mendeteksi ketinggian air waduk atau embung yang digunakan untuk menampung limpasan air dari hulu.
"Datanya dapat digunakan di bendungan Katulampa untuk menghitung tinggi air," terangnya.
Selanjutnya, yaitu sensor curah hujan.
"Ketiga, yaitu sensor curah hujan, alat ukur ini dipasang di beberapa lokasi hulu maupun hilir," jelas Sorja.
"Dari data ini dapat diperkirakan volume air yang akan masuk ke Jakarta nantinya," lanjut dia.
Yang terakhir, menurut Sorja, yaitu sensor muka air tanah.

Selanjutnya, Sorja menyampaikan, data-data yang berhasil dikumpulkan melalui keempat sensor di iFEWS tersebut dapat diperbanyak jumlahnya sesuai kebutuhan dan dapat dikirim dengan sistem pengiriman data telemetri secara realtime ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Dengan begitu, dapat ditentukan level bahaya dari seluruh daerah aliran sungai (DAS) yang mengalir dari hulu ke hilir di Jakarta.
Sorja menambahkan, terdapat empat level bahaya yang digunakan sistem ini.
"Level bahaya yang dapat digunakan dalam iFEWS ada empat level, yaitu normal, siaga, waspada, dan awas," kata Sorja.
Ia menambahkan, dengan adanya peringatan dini untuk mengungsi dari penggunaan sistem ini, Pemprov DKI Jakarta diharapkan dapat mengurangi resiko korban dan kerugian material.
Selain memanfaatkan sistem iFEWS, Sorja mengingatkan, pembuatan Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) dan Rencana Kontijensi (Renkon) banjir juga sangat penting.
Hal tersebut dimaksudkan agar setiap kabupaten atau kota yang dilalui DAS sungai Jakarta dapat bersinergi dalam melaksanakan RPB dan Renkon bila terjadi banjir.
“Hal lain yang perlu dilakukan untuk mengurangi dan mengatasi banjir ibukota adalah dengan membuat dokumen RPB dan Renkon banjir," tuturnya.
"Dokumen ini harus melibatkan kabupaten atau kota yang dilewati oleh DAS sungai yang masuk ke Jakarta," sambung Sorja.
Menurutnya, terdapat 13 sungai yang melewati Jakarta dan bermuara di Teluk Jakarta.
Setelah dokumen tersusun maka setiap kabupaten atau kota yang dilalui DAS sungai Jakarta harus berkomitmen untuk melaksanakan RPB dan Renkon bila terjadi banjir.
"Permasalah banjir tidak bisa dilaksanakan di daerah hulu atau hilir saja, tapi harus terintegrasi dari hulu ke hilir,” pungkas Sorja.
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta)