Kuasa Hukum Sebut Aktivis Papua yang Ditahan Ada yang Kepalanya Benjol Hingga sakit Gigi
"Untuk Doni Tabuni ada benjolan di kepalanya. Harus ditangani dokter spesialis untuk operasi," ujar dia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum enam aktivis Papua yang tergabung dalam Tim Advokasi Papua, Michael Hilman mengungkapkan kondisi terkini kliennya.
Saat ini, enam aktivis Papua yaitu Surya Anta, Charles Kossay, Dano Tabuni, Isay Wenda, Ambrosius Mulait dan Arina Elopere, ditahan di Mako Brimob, Depok.
"Dia dikasih obat antibiotik karena THT," kata Michael di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Pasar Minggu, Selasa (22/10/2019).
Sementara, Michael mengungkapkan Ambrosius Mulait menderita sakit gigi dan memerlukan bantuan medis untuk pencabutan.
"Untuk Doni Tabuni ada benjolan di kepalanya. Harus ditangani dokter spesialis untuk operasi," ujar dia.
Ia turut membeberkan kondisi terkini Ariana Elopere.
Menurutnya, Ariana mengalami halusinasi dan butuh bantuan psikiater.
"Ariana (ditahan) di ruangan terpisah dari kawan-kawannya. Kalau kelamaan sendiri, tidak ada teman ngobrol, bisa terganggu psikisnya," ucap Michael.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya menangkap enam aktivis Papua pada 30 dan 31 Agustus 2019.
Mereka dianggap melakukan tindakan makar lantaran mengibarkan bendera bintang kejora saat aksi demonstrasi di depan Istana Negara, 28 Agustus 2019.
Keenam aktivis Papua tersebut kemudian ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Mako Brimob, Depok.
6 Aktivis Papua Tersangka Dugaan Makar Ajukan Gugatan Praperadilan di PN Jakarta Selatan
Enam aktivis Papua yang terjerat kasus dugaan makar mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Pasar Minggu, Selasa (22/10/2019).
Mereka adalah Surya Anta, Charles Kossay, Dano Tabuni, Isay Wenda, Ambrosius Mulait dan Arina Elopere.
Berkas gugatan praperadilan itu terdaftar dengan nomor 133/PID.PRA/2019/PN.JKT.SEL.
Tim Advokasi Papua selaku kuasa hukum keenam aktivis tersebut menilai penetapan tersangka yang dilakukan Polda Metro Jaya kepada kliennya tidak sah.
Begitu juga dengan serangkaian proses penyitaan, penggeledahan, dan penangkapan.
"Banyak prosedur penggeledahan tidak sah karena tanpa surat izin dari pengadilan negeri setempat. Diduga melakukan perampasan, bukan penyitaan," kata anggota Tim Advokasi Papua, Oky Wiratama.
Seharusnya, lanjut dia, Polisi Peraturan Kepala Bareskrim Polri Nomor 3 tahun 2014 tentang SOP Pelaksanaan penyidikan tindak pidana sebelum melakukan penangkapan.
"Klien kami tidak pernah dipanggil sebagai saksi, lalu tiba-tiba ditangkap dan langsung disebut tersangka. Ini yang kami ajukan dalam permohonan," ujarnya.
• Prabowo Jadi Menteri Jokowi: Cara Bertahan Gerindra, Ambisi Pribadi, dan Peringatan PA 212
• Korban Kebakaran Bidara Cina Harap Lansia Tak Ditempatkan di Tenda Pengungsian
Sebelumnya, Polda Metro Jaya menangkap enam aktivis Papua pada 30 dan 31 Agustus 2019.
Mereka dianggap melakukan tindakan makar lantaran mengibarkan bendera bintang kejora saat aksi demonstrasi di depan Istana Negara, 28 Agustus 2019.
Keenam aktivis Papua tersebut kemudian ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Mako Brimob, Depok.
Penulis: Annas Furqon Hakim
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul: Kondisi Terkini 6 Aktivis Papua Tersangka Dugaan Makar, Sakit Gigi Sampai Halusinasi