Jumat, 3 Oktober 2025

Warga Pulau Pari Ajukan Banding Soal Pemerasan Wisatawan

Dalam beberapa pertimbangan putusannya, majelis hakim menjelaskan mereka dinilai melakukan pungutan liar dan pemerasan.

dok. KBR
Warga Pulau Pari terlihat sedang membersihkan pantai. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Selamatkan Pulau Pari (KSPP) mengajukan banding terhadap putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara memutus bersalah tiga warga Pulau Pari, Kepulauan Seribu.

Para warga Pulau Pari itu dituduh melakukan tindak pidana pemerasan secara bersama-sama dalam perkara pengelolaan Pantai Pasir Perawan, Pulau Pari, Kepulauan Seribu.

Dalam beberapa pertimbangan putusannya, majelis hakim menjelaskan mereka dinilai melakukan pungutan liar dan pemerasan.

Namun, Koordinator KSPP, Ony Mahardika, menilai pertimbangan hakim tidak tepat, ketiadaan izin warga mengelola Pantai Pasir Perawan merupakan permasalahan hukum administrasi, sehingga sanksi yang diberikan teguran hingga penghentian tempat kegiatan bukan sanksi pidana.

Baca: Ketua DPRD DKI Jakarta Angkat Bicara Soal Anies-Sandi Tak Beri PMD Kepada BUMD

"Tiga nelayan dituduh melakukan pungutan liar dan melanggar pasal 368 ayat 1 KUHP adalah tidak terbukti. Padahal, peraturan di Indonesia tidak mengatur tentang hal tersebut," tuturnya, Rabu (15/11/2017).

Masyarakat Pulau Pari telah lama mengelola daerah wisata itu.

Setidaknya selama 4 tahun, mereka mengelola dengan membangun banyak fasilitas yang menunjang pariwisata di pulau pari.

Selama itu pula pemerintah lokal tidak pernah mensosialisasikan adanya pelarangan donasi dan dipastikan pemerintah telah mengetahui warga melakukan pengambilan donasi.

"Putusan ini akan menjadi ancaman terjadinya kriminalisasi, bukanya hanya kepada masyarakat pulau pari, tetapi juga di seluruh wilayah pesisir yang dikelola oleh masyarakat," kata dia.

Terkait tuduh memeras dengan ancaman, dua orang saksi pengunjung yang disebut mendapatkan pemerasan, juga menyatakan tidak mendengar, melihat, merasakan adanya ancaman berupa bentakan, suara keras, mata melotot atau ancaman bentuk fisik lainnya.

Baca: Begini Kronologi Kelompok Bersenjata Tembak 2 Anggota Brimob di Papua

Majelis hakim tak mempertimbangan keterangan ahli yang dihadirkan di persidangan. Sebagaimana dijelaskan para ahli pantai perawan dibangun dan dikelola warga.

Oleh karena itu, objek itu tidak dapat dijadikan objek pajak dan retribusi sesuai UU No 28 Tahun 2009.

"Majelis hakim tidak benar-benar mempertimbangan keterangan ahli yang dihadirkan kuasa hukum masyarakat Pulau Pari di persidangan," ujarnya.

Sementara itu, Humas PT BUMI PARI ASRI, Ben Yitzhak mengatakan, PT BUMI PARI ASRI bukan penguasa lahan Pulau Pari.

Namun, dia tak menampik kalau PT yang dinaungi memiliki beberapa bidang tanah.

"Isu kepemilikan lahan sebesar 90 persen itu adalah salah besar. Faktanya pemilik lahan di Pulau Pari banyak yang perorangan, dengan kata lain bukan hanya PT.Bumi Pari Asri yang memiliki tanah di pulau Pari," kata Ben Yitzhak.

Dia menjelaskan, saat perusahaan membeli tanah kepada warga di sana karena warga beralasan ingin pindah ke Pulau yang lebih maju.

Sebab, pada waktu itu pulau Pari masih tertinggal dan belum ada aliran listrik.

"Warga asli Pulau Pari menjual dan pindah ke pulau yang lebih maju yaitu pulau Tidung, pada saat itu perusahaan kami membeli beberapa bidang tanah dan disaat bersamaan ada juga para perorangan yang tertarik kemudian memberanikan diri membeli tanah di pulau tersebut," ujarnya.

Beberapa tahun kemudian tanah yang sudah dibeli oleh perusahaan kami dikuasai dan ditempati oleh orang lain, begitu juga tanah milik perorangan lainnya juga dikuasai secara melawan hukum oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Hal yang tidak diketahui oleh publik melalui pemberitaan di media massa adalah para pemilik perorangan justru meminta bantuan dari kepada perusahan kami sebagai pihak yang juga didzolimi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Sebagai informasi, berdasarkan catatan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, PT Bumi Pari Asri memiliki beberapa lahan dengan sertipikat hak guna bangunan sebanyak 14 sertifikat, sedangkan 61 sertifikat lainnya hak milik atas nama pribadi atau perorangan.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved