Kamis, 2 Oktober 2025

Viral! Kronologis Bayi Debora Meninggal Ditolak Rumah Sakit Karena Kekurangan Uang Muka

Kisah meninggalnya bayi bernama Debora di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres, kemudian di share ke media sosial dan mengundang reaksi netizen.

Editor: Hasanudin Aco
KOMPAS.com/NIBRAS NADA NAILUFAR
RS Mitra Keluarga Kalideres, Jakarta Barat.(KOMPAS.com/NIBRAS NADA NAILUFAR) 

"Bertahan kau inang..mama masih berjuang mencari rumah sakit untukmu. Bertahan ya inang..dulu kau lahir prematur kau bisa bertahan inang. Sekarang juga pasti bisa inang ", isaknya sesunggukkan di samping ranjang Debora sambil mengelus wajah bayinya yang semakin pucat dingin.

Pukul 09.00 WIB, Dokter Irfan menemui kedua orang tua Debora. Dokter pengganti Dokter Iren ini memberi penjelasan kondisi bayi Iren. Entah apa yang dikatakannya. Kedua orang tua Debora sudah tidak bisa lagi mencerna apa penjelasan dokter Irfan. Yang mereka tahu bayi Debora harus dibawa ke ruang PICU agar bisa diselamatkan.

Pukul 09.39 WIB, Bu Henny menyodorkan handphonenya ke dokter Irfan. Iyoh temannya berhasil menemui dokter di RS Koja. Bayi Debora akan dievakuasi secepatnya ke RS Koja. Dokter di Koja ingin mendengar pandangan dokter Irfan atas kondisi pasien. Kedua dokter itu berbicara melalui telepon Bu Henny. Entah apa yang dipercakapkan mereka. Bu Henny terus komat kamit merapal doa menanti muzizat kesembuhan anaknya sambil memperhatikan dokter Irfan.

Pukul 10.00 WIB, perawat memanggil kedua orang tua Debora. Mereka mengabarkan kondisi bayi Debora memburuk. Mereka memberikan tindakan CPR karena jantung bayi Debora berhenti. Bu Henny memegang tangan anaknya. Dingin sekali. Kedua mata bayi Debora hanya nampak putihnya. Nyawa Debora sudah tidak bisa diselamatkan.

Sontak Bu Debora menjerit histeris.
"Adekkkk...adekkk...bangun dek...Inang..Inang..bangunnn. Jangan tinggalkan mamak nak...maafkan mamak Inang..mamak sedang berjuang membawamu ke PICU...inangg...", jerit pilu Bu Debora di samping tubuh kaku bayi Debora.

Ia terus mengguncang tubuh Debora. Mencoba membangunkannya. Bu Henny terus menjerit. Ia menangis kencang. Matanya sembab. Ia terus menjerit tidak terima bayi mungilnya mati di IGD.
Ayah Debora terguncang. Dadanya bergetar. Ia menjerit memeluk bayi mungilnya. Kedua orang tua Debora tidak menyangka bayinya meninggal dunia hanya karena uang muka yang diminta rumah sakit tidak bisa mereka cukupi.

Jumat pagi tadi, 8 September, sekitar pukul 09.00 WIB, saya mendengar semua kisah pilu itu di Balai Kota. Malam sebelumnya Bu Henny menghubungi saya via inbox. Ia salah satu follower saya. Saya tidak mengenalnya sama sekali. Ia meminta saya menolongnya. Saya tidak tahu apa yang bisa saya tolong.

Saya tahu melawan rumah sakit yang punya uang dan kekuasaan itu tidak mudah. Jaringan mereka kuat. Uang milik mereka tidak berseri. Terbayang bagaimana kisah pasien Prita yang menghebohkan itu akhirnya malah Prita yang dilaporkan pihak rumah sakit yang dikritiknya.
Tapi saya harus datang. Saya hanya tahu mendengarkan tangis orang yang sedang berduka setidaknya bisa mengobati dukanya.

Saya tidak tahu bagaimana harus menolong mereka.
Di kantin Balai Kota, saya mendengar cerita pilu ini. Usai mendengar cerita orang tua Debora, saya mengajak mereka ke Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres.

Sekitar pukul 13.30 WIB, kami tiba di RS Mitra Keluarga. Di sana saya bertemu dengan petugas informasi bernama Mbak Indri. Darinya saya dapat info bahwa RS Mitra Keluarga belum bekerja sama dengan BPJS meskipun selama ini sudah disosialisasikan ke publik bahwa RS Mitra Keluarga bahwa pada Bulan September 2017 sudah ikut BPJS.

Saya juga bertemu dengan Mbak Wulan petugas administrasi RS Mitra Keluarga. Saya menanyakan biaya PICU. Ia menyodorkan sehelai kertas putih dilapis plastik. Di situ tertera daftar harga pelayanan dan perawatan. Saya melihat untuk PICU tertulis RP.19.800.000,-.
Usai dari RS Mitra Keluarga, saya diajak kedua orang tua Debora berjiarah ke makam anaknya di TPU Tegal Alur. Kami naik taxi on line.

Matahari begitu pongah siang itu. Terik sekali. Pemakaman nampak sunyi. Dua puluh langkah dari makam Debora, tangis bu Henny pecah.
"Dekkk...mamak datang lagi liat kamu dekk. Mereka jahattt..jahattt..mereka jahatt dek..mereka biarkan dedek kedinginan", ujar Bu Henny sesunggukkan dengan air mata deras membasahi pipinya. Di depannya sang suami mencoba tegar. Ia hanya menaburi kembang sambil menahan air matanya tumpah.

"Dekk...mamak janji setiap minggu akan liat dedek ya. Maafkan mamak ya dek...tak ada lagi kawan mamak malam-malam. Tak ada lagi yang mamak gendong malam-malam. Mereka jahat dekk..mereka jahat", tangis Bu Henny terus berulang.
Saya tak bisa menahan air mata. Ini kali ke dua saya menangis sejak tiga hari lalu berjiarah ke makam Emak di TPU Pondok Ranggoon.

Kehilangan orang tua itu sangat menyedihkan. Tapi duka kita bisa cepat pulih karena kita masih punya masa depan. Ada anak kita. Anak kita masa depan yang bisa bisa kita lihat. Tapi bagaimana ketika kita kehilangan anak? Masa depan apa yang hendak kita rancang? Apalagi kalau kematiannya karena kejam dan sadisnya rumah sakit yang memaksa uang muka baru dilayani?
Lamat-lamat kuping saya mendengar tangis Bu Henny seperti suara lirih bayi mungil Debora yang masih berumur 4 bulan. Saya mendengar suara lirih dari kuburnya. "Mama apa salahku ma?".
Selamat jalan anakku Debora cantik..bisikkan kepada malaikat di surga betapa kami menyayangimu.

Salam penuh dukaku
Birgaldo Sinaga

Penulis: Octa

Berita ini telah tayang di Grid.id dengan judul: Mereka Jahat Dek...Postingan Ditolak Karena Kurang Uang DP, Bayi Debora Meninggal Di RS Mitra Keluarga Jadi Viral

Sumber: Grid.ID
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved