Selasa, 30 September 2025

Kasus Ahok

Jelang Vonis, Petisi Dukungan Ahok Tembus 10.000 Pendukung

Dukungan tersebut dibuat dalam sebuah situs www.ahoktidakmenistaagama.com, dan telah mencapai 60 ribu pendukung.

Editor: Hendra Gunawan
Tribunnews.com/ Wahyu Aji
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (2/5/2017). 

Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Joko Supriyanto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Advokat senior Todung Mulya Lubis mendatangi PN Jakarta Utara di Jalan Gajah Mada untuk upaya memberikan dukungan dalam penegakan hukum terhadap kasus yang menimpa Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Jakarta, Rabu (3/5/2017).

Dukungan tersebut dibuat dalam sebuah situs www.ahoktidakmenistaagama.com, dan telah mencapai 60 ribu pendukung.

Namun agar menjangkau masyarakat yang lebih luas petisi tersebut dipindahkan ke www.change.org/p/ahok- tidak-menista-agama.

Kedatangan beberapa alumni Universitas Havard ke PN Jakarta Utara tersebut untuk mewakili dari 26 insiator yang telah mendukung dilakukan petisi ini.

"Saya mewakili 26 inisiator penitisi kepada Ketua Pengadilan Jakarta Utara terkait kasus dugaan penistaan agama yang disematkan kepada Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Tapi selain 26 inisiator ini ada 10.000 lebih concern citizen menandatangani petisi ini dan akan ditandatangani lebih banyak lagi oleh warga yang consern dengan penegakan hukum," ucap Todung di PN Jakarta Utara, Rabu (3/5/2017).

Menurut dia, awalnya enggan menyampaikan petisi tersebut kepada PN Jakut. Pasalnya, akan terkesan seperti melakukan intimidasi kepada majelis hakim.

"Kami bukan pihak. Sebetulnya kami agak enggan awalnya untuk masuk dan menulis petisi ini. Dan kami tak mau ditafsirkan melakukan intervensi dalam proses hukum yang sedang berjalan ini," kata Todung.

Meski demikian, menurut dia, dalam proses peradilan normal, maka petisi seperti ini, bisa dibilang tak bisa dilakukan. Namun, untuk persidangan Ahok, jelas sekali ada perbedaan.

"Dalam keadaan normal, tidak boleh ada petisi seperti ini disampaikan kepada pihak pengadilan. Karena itu bisa ditafsirkan sebagai intervensi. Tapi peradilan kasus Basuki Tjahaja Purnama sudah memasuki tahap-tahap yang tidak normal. Kenapa, begitu banyak mobokrasi, begitu banyak intimidasi, begitu banyak tekanan yang dilakukan," ungkap Todung.

Pihaknya mencurigai, bahwa proses tersebut sudah sangat tidak obyektif, dan hakim dalam posisi yang tidak mudah dalam memutuskan. Sehingga majelis hakim yang juga sebagai ketua PN dapat memberikan keputusan yang sesuai tanpa adanya intimidasi.

"Ini adalah sebagai alasan kenapa kita menulis petisi ini. Dan diharapkan bisa disampaikan ke majelis yang kebetulan juga ketua PN," tegas Todung.

Senada, salah satu alumni Havard, Dini Purwono, menuturkan, tujuan disini bukan mendukung siapa-siapa. Yang kita dukung adalah penegakan keadilan.

"Kita tak rela juga, ruang pengadilan kita dijadikan legitimasi kepentingan pihak tertentu dengan segala tekanan massa. Dan kenapa juga penting, kasus ini juga fenomenal dan ke depan ini bisa jadi landmark case. Dimana, putusan dalam kasus ini akan menjadi acuan. Jadi penting banget mendapatkan putusan yang tepat dan tidak salah," kata Dini.

Berikut petisi, yang juga dimuat dalam laman change.org. Dimana, ada 8 poin tersebut:

Kami yang namanya tercantum pada catatan kaki di bagian bawah halaman ini, ingin menyampaikan beberapa poin pemikiran kami sebagai berikut:

1. Dalam tuntutan JPU jelas bahwa Ahok sebagai terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana penistaan agama sebagaimana dimaksud dalam pasal 156a KUHP, sehingga oleh JPU pasal penistaan agama itupun akhirnya TIDAK digunakan.

2. Namun demikian, JPU tetap menyatakan bahwa Ahok memenuhi unsur pidana pasal 156 KUHP dan karenanya Ahok dituntut hukuman pidana 1 (satu) tahun penjara dengan masa percobaan 2 (dua) tahun.

3. Berdasarkan pembacaan kami atas pasal 156 KUHP, dengan jelas dapat disimpulkan bahwa unsur terpenting yang harus dipenuhi dalam tindak pidana ini adalah tindakan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia atas dasar ras,negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara. Yang seringkali kita sebut sebagai isu SARA.

4. Dari bukti-bukti dan keterangan yang disampaikan dalam persidangan, jelas bahwa dalam pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu pada tanggal 27 September 2016 tidak ada pernyataan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu golongan rakyat Indonesia tertentu atas dasar SARA.

5. Dalam konteks kalimat "dibohongi pakai surat Al-Maidah 51" saksi ahli dalam persidangan telah menyatakan bahwa Ahok merujuk kepada oknum politik yang menggunakan ayat tersebut untuk menjegal lawannya dalam suatu persaingan elektoral, dan bukan merujuk kepada umat Islam. Dengan demikian kami tidak melihat bahwa unsur-unsur tindak pidana dalam pasal 156 KUHP dalam hal ini terpenuhi.

6. Bahwa negara Indonesia adalah negara hukum dan karenanya selayaknya supremasi hukum ditegakkan. Ruang pengadilan adalah tempat dimana seharusnya kebenaran dan keadilan berdiri, dan bukan sekedar menjadi ruang justifikasi dan legitimasi atas mobokrasi.

7. Bahwa suatu proses peradilan yang baik akan berpegang teguh pada rasa keadilan dan tidak menyimpang dari filosofi/tujuan yang sesungguhnya dari suatu pemidanaan sebagaimana dimaksud oleh pembuat undang-undang.

8. Besar harapan kami agar Majelis Hakim memutus perkara ini dengan seadil-adilnya berdasarkan semua bukti dan keterangan yang telah disampaikan dalam persidangan, hati nurani serta keyakinan majelis hakim, agar dari persidangan ini dapat lahir satu putusan pengadilan yang tepat dan terhormat dalam sejarah putusan pengadilan di Indonesia sehingga dapat menjadi preseden yang baik untuk kasus serupa.

Sebagai informasi, Majelis Hakim Yang Terhormat dapat mengakses langsung website tersebut untuk dapat melihat perkembangan dukungan dan komentar para pemberi dukungan.

Untuk itu petisi ini diharapkan bisa membantu Majelis Hakim Yang Terhormat untuk melihat dan memahami aspirasi serta nilai-nilai keadilan yang tumbuh di masyarakat pada saat ini sebagai salah satu pertimbangan dalam memutus perkara dugaan penodaan agama ini.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan