Sabtu, 4 Oktober 2025

Pilgub DKI Jakarta

Salah Sebut Jadi Nurhayati, Begini Nasib Nurjanah Pedagang Nasi Uduk yang Sering Disebut Sandiaga

Lagipula, Nurjanah memang tidak menonton debat calon gubernur yang ditayangkan langsung di televisi.

Editor: Hendra Gunawan
Warta Kota
Nurjanah, pedagang nasi uduk yang sering disebut Sandiaga Uno 

TRIBUNNEWS.COM -- Nurjanah (47) tidak sadar namanya beberapa kali disebut oleh calon Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno, bisa jadi karena nama yang beredar tidak akurat.

Penjual nasi uduk di Bukit Duri itu tidak “ngeh” karena nama yang diperbincangkan netizen adalah Nurhayati.

Ketika tetangga bilang namanya disebut di televisi, Nurjanah tidak percaya.

“’Kok di situ dibilangnya bu Nurhayati?’ Bukan gue kali, gue kan namanya Nurjanah,” ia menirukan percakapannya dengan tetangga.

Lagipula, Nurjanah memang tidak menonton debat calon gubernur yang ditayangkan langsung di televisi.

Dia memilih menonton acara musik nostalgia kesukaannya di saluran lain.

“Memang ada yang salah ya? Kenapa disebut-sebut?” Nurjanah mengutarakan rasa heran karena mendadak didatangi media.

Sandiaga beberapa kali menyebut pengalamannya bertemu dengan Nur, pedagang nasi uduk di Pasar Sawo, Bukit Duri, Jakarta Selatan yang digusur.

Nurjanah ingat dirinya pernah diwawancarai wartawan setelah diajak berbincang oleh Sandiaga.

“Saya kagak tahu kalau mau.. jadi.. omongan di TV ya,” kata Nurjanah sembari membersihkan cabai di dapur rumahnya seperti dilansir Antaranews.

Ketika berbincang dengan Sandi tahun lalu, Nur punya rencana pindah ke rumah susun Rawa Bebek karena rumahnya di tepi sungai akan diratakan dengan tanah.

Rumah yang digusur tahun lalu itu dihuni oleh lima Kepala Keluarga, Nurjanah bersama saudara-saudaranya.

Hanya satu kepala keluarga yang memiliki jatah di rumah susun Rawa Bebek. Pada akhirnya, rumah di Rawa Bebek didiami oleh saudaranya.

Nurjanah bersama suami dan dua anaknya memilih tetap tinggal di Bukit Duri.

Mereka mengontrak rumah dengan sewa Rp12 juta per tahun di Gang Sembilan, sebuah jalan kecil tanpa plang nama di Bukit Duri Tanjakan.

“Di sana susah mau usaha, pembelinya itu-itu saja. Di pasar sini pembeli banyak dari mana-mana,” kata Nurjanah.

Lagipula, putri sulungnya juga bekerja di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Pusat yang tidak jauh dari Bukit Duri.

Akan merepotkan bila rumah mereka pindah ke Rawa Bebek, meski diakui rumah susun itu punya fasilitas bagus.

Nur masih berjualan di Pasar Sawo Bukit Duri, sebuah area dekat pinggir sungai yang dipenuhi beberapa lapak pedagang, mulai dari penjual sayur mayur, kue basah hingga daging ayam.

Meneruskan

Sambil memotong-motong sayuran di dapur, Nurjanah mengatakan, ia berjualan nasi uduk karena meneruskan usaha ibunya yang dirintis sejak ia kecil.

“Sayang sudah banyak langganan,” kata Nurjanah.

Sandiaga pernah menyebut nasi uduk Nur terlaris di Bukit Duri.

“Dulu zaman ibu saya memang nasi uduk terlaris, mungkin karena belum ada pesaing. Sekarang sih enggak terlaris, standar saja,” kata sulung dari tujuh bersaudara ini.

Ia biasa menjual nasi uduk beserta ragam lauk pauk seperti orek tempe, semur jengkol, bihun, telur balado, dan berbagai gorengan. Harganya bervariasi tergantung jumlah lauk yang dipilih pembeli.

“Nasi uduk Rp 6.000 kalau pakai lauk dua, pakai telur Rp 10.000, kalau lengkap semuanya bisa Rp 15.000,” kata Nur.

Lontong sayur dan lupis juga tersedia, tapi hidangan tersebut dibuat oleh adiknya, Aisyah, yang tinggal di gang berbeda. Nurjanah biasa ber­jualan pukul enam hingga siang menjelang. (Aang Sunu)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved