Reklamasi Pantai Jakarta
Jusuf Kalla Desak Ahok Hentikan Reklamasi
Wakil Presiden Jusuf Kalla mendorong pemerintah DKI Jakarta untuk menghentikan sementara proyek reklamasi Teluk Jakarta.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden Jusuf Kalla mendorong pemerintah DKI Jakarta untuk menghentikan sementara proyek reklamasi Teluk Jakarta.
Bagi mantan Menko Kesra ini proyek reklamasi Teluk Jakarta harus sesuai Undang-Undang dan semua aturan hukum.
"Tentu proses reklamasi bisa dihentikan sementara sambil menata, mempelajari, dan mengambil dasar hukum yang benar," ujar Kalla di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Minggu (17/4/2016).
"Bagaimana kita membikin penilaian atau keputusan berdasarkan undang-undang. Izinnya bagaimana, (dampak) lingkungannya bagaimana," tambah Kalla.
Dewan Perwakilan Rakyat dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menuai kata sepakat menghentikan proyek reklamasi.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pun meninjau kembali perizinan dari reklamasi yang dilakukan sejumlah perusahaan pengembang di Teluk Jakarta.
"Dari metode perencanaan, me-review kelayakan lingkungannya, pelaksanaannya, mencoba review apakah ada pelanggaran dalam perizinannya atau tidak," kata Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan Kebijakan Wilayah dan Sektor Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Laksmi Wijayantim di acara diskusi bertajuk reklamasi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (16/4/2016) lalu.
Menurutnya, pengembangan reklamasi berada di pemerintah provinsi. Namun, menyangkut pertimbangan teknis berada di Kementerian.
Ia pun tidak merinci sampai kapan batas waktu penghentian sementara proyek reklamasi Teluk Jakarta.
"Soal waktu, akan dibicarakan oleh Menteri LHK, Menteri Kelautan dan Perikanan, serta Gubernur DKI Jakarta," ungkapnya.
Segel Pulau G
Terpisah, ribuan nelayan Teluk Jakarta menyegel reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta. Mereka menuntut penghentian reklamasi.
"Jangan ada pekerjaan lagi ke depan setelah penyegelan ini," kata Koordinator aksi dari nelayan teluk Jakarta, Syarifuddin.
Ia meminta Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama "Ahok" menyaksikan gerakan dari masyarakat ini. Sehingga bisa melihat bagaimana masyarakat, khususnya nelayan, menolak reklamasi.
"Ahok harus sadar dan mendengar. Jangan ada kelanjutan dari reklamasi ini," ujar dia.
Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Riza Damanik mengungkapkan kedatangan rakyat sebagai penanda penolakan terhadap reklamasi. Proyek ini disebut tak berpihak pada rakyat kecil.
"Datangnya rakyat menunjukkan pembangunan pulau ini tak berpihak pada rakyat kecil," sebut Riza.
Aksi penyegelan nelayan berlangsung hingga pukul 11.30 WIB. Setelah aksi penyegelan, nelayan Teluk Jakarta kembali ke Pelabuhan Muara Angke.
Reklamasi Pulau G dibangun PT Muara Wisesa Samudera, anak perusahaan PT Agung Podomoro Land. Belum ada pembangunan di Pulau G selain pengurukan pasir menjadi daratan.
Reklamasi Pulau G pun belum rampung. Pembangunan daratan masih jauh dari sempurna.
Saat turun di Pulau G, tepatnya dari sisi selatan, pasir masih basah dan belum terbentuk sempurna. Beberapa kali orang terjerembap ke dalam pasir basah saat mencoba untuk melintas di Pulau G.
Masih di bagian selatan pulau tersebut, gundukan pasir setinggi lima meter membentang ke sisi barat hingga sejauh 100 meter.
Di balik gundukan pasir terssbut, terdapat kolam besar berisi air. Belum jelas berapa kedalaman kolam tersebut.
Berjalan ke sisi utara, tampak beberapa tiang pancang terpasang. Namun, penjagaan ketat menghalangi untuk menuju ke tiang pancang tersebut. Tak ada kendaraan di atas pulau tersebut.
Selain itu, juga tak ada aktivitas dari reklamasi Pulau G. Beberapa kapal yang bertugas untuk mereklamasi juga tampak tak bekerja dan berada beberapa ratus meter di luar pulau.
Sebelumnya, Pengacara Publik dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Wahyu Nandang Herawan, yang tergabung dalam Koalisi Pengacara untuk Nelayan Teluk Jakarta ini mengatakan, pihaknya sebenarnya belum puas dengan penghentian sementara pembangunan di pulau reklamasi tersebut.
"Kalau dihentikan sementara kami tidak puas, harus menghentikan secara konkret. Jangan kemudian sementara," kata Wahyu.
Menurut dia, kuncinya ada pada Presiden Joko Widodo sebagai pemimpin negara, yang dapat menghentikan proyek tersebut. Sebab, menteri tidak berwenang menghentikan pembangunan proyek reklamasi.
"Presiden harus mengeluarkan keputusan terhadap reklamasi untuk dihentikan. Karena dia pucuk tertinggi di negeri ini. Kalau menteri kan sebagai pembantu presiden," ujar Wahyu. (tribunnews/nic/kps)