Aborsi
Praktik Aborsi di Cikini, Ketika Polwan Gagal Ikuti 'Aturan Main'
membongkar praktik aborsi di dua klinik utama perkara, penyamaran sempat terendus kelompok sindikat tersebut.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARA - Sudah sebulan ini, jajaran Kepolisian Daerah Metro Jaya menyelidiki kasus sindikat klinik aborsi ilegal di kawasan Jalan Raden Saleh, Cikini, Jakarta Pusat.
Sebelum membongkar praktik aborsi di dua klinik utama perkara, penyamaran tim polda sempat terendus kelompok sindikat tersebut.
"Ini prestasi bagi kami, karena memang tingkat kesulitannya tinggi. Kami pernah ketahuan, sehingga kami ganti orang. Prosesnya sebulan penyelidikan," kata Kasubdit III Sumber Daya Lingkungan (Sumdaling) Ditreskrimsus di Mapolda Metro Jaya, AKBP Adi Vivit, Kamis (25/2).
Ia menceritakan, kasus aborsi ilegal ini terbongkar setelah timnya menemukan adanya sejumlah laman atau website yang memasarkan layanan aborsi di internet.
Dari informasi awal tersebut, Adi menerjunkan anak buahnya ke kawasan Jalan Raden Saleh untuk pengumpulan data dan informasi, termasuk survei beberapa titik di jalan tersebut.
Bermodal dari laman-laman tersebut, Adi Vivit juga memerintahkan anak buahnya untuk melakukan penyelidikan.
Caranya, menerjunkan anggota laki-laki yang menyamar sebagai orang yang ingin melakukan aborsi untuk seorang perempuan ke klinik di Jalan Cimandiri Nomor 7 kawasan Raden Saleh.
Rupanya, anggota tersebut dicurigai oleh para calo yang ditemuinya di tepi Jalan Raden Saleh.
Setelah gagal pada penyamaran pertama, Subdit III mengerahkan seorang polisi wanita (polwan) untuk melakukan penyelidikan dengan cara penyamaran sebagai calon pasien.
Dari nomor telepon genggam yang tertera di laman-laman tersebut, polwan yang menyamar sebagai calon pasien melakukan komunikasi dengan anggota sindikat tersebut.
Selama dua pekan, sang polwan berkonsultasi lewat telepon tentang rencananya untuk melakukan aborsi terhadap kandungannya yang berusia empat bulan dan syarat-syarat yang diperlukan.
Merasa cukup informasi, sang polwan bergerak menuju lokasi klinik di Jalan Cimandiri Nomor 7, kawasan Jalan Raden Saleh, Cikini pada Kamis (18/2).
Namun, kedatangannya untuk melakukan aborsi itu langsung dicurigai oleh dokter yang berada di klinik tersebut.
Sang dokter telah mempunyai 'aturan main' yaitu setiap calon pasiennya harus melakukan pertemuan tatap muka awal dengan sang calo di restoran cepat saji yang telah ditentukan.
Lantas, sang dokter mengusir polwan yang menyamar sebagai calon pasien itu.
"Ketahuan karena mereka tahu, mereka curiga. Setelah lihat dari website, pada saat komunikasi dengan HP, biasanya mereka maunya ditemui di restoran cepat saji. Dari pemeriksaan tersangka, di situ lah mereka men-screening calon pasiennya, apakah orang ini benar-benar orang yang akan melakukan aborsi atau tidak," ujarnya.
Meski ketahuan, saat itu sang polwan berhasil mencatat nomor polisi sejumlah mobil dan motor di klinik tersebut.
Bahkan, ia dapat mengorek informasi sejumlah pasien yang datang ke klinik tersebut pada hari itu.
Operasi di pinggir jalan
Oleh karena itu, sang polwan langsung berkoordinasi dengan tim yang telah berada di seputaran klinik untuk mengejar pasien dan calo praktik aborsi.
Dari klinik di Jalan Cimandiri nomor 7 tersebut, tim mengembangkan kasus dengan memeriksa dokter, asisten dokter, calo dan pengelola klinik pertama.
Tim mendapati sindikat praktik aborsi di klinik tersebut juga berkaitan dengan beberapa klinik lain di seputaran Jalan Raden Saleh, termasuk di Jalan Cisadane Nomor 19.
Pantaun Tribun, klinik tersebut berbentuk rumah tempat tinggal dengan luas 15x30 meter persegi.
Terdapat delapan kamar, termasuk tiga ruang pemeriksaan, di rumah tersebut.
Justru plang yang terdapat halaman depan bertuliskan klinik praktik dokter bersalin atas nama dr Ihsan Oesman.
Sementara, klinik yang berada di Jalan Cimandiri nomor 7 terdapat plang usaha kantor pengacara dan agen tiket pesawat.
Menurut Adi, selain lewat laman website, hasil penyelidikan timnya juga mengetahui adanya sejumlah pria yang berperan sebagai calo di beberapa titik Jalan Raden Saleh.
Mereka mencari calon pasien dengan cara melambaikan tangan ke sejumlah mobil yang jalan melambat di tepi jalan.
Namun, untuk calon pasien tersebut juga harus dilakukan 'screening' dari sang calo untuk memastikan orang tersebut benar-benar ingin melakukan aborsi.
Kelompok calo tersebut juga bertugas melakukan patroli dengan sepeda motor di seluruh jalan kawasan Jalan Raden Saleh, untuk memantau ada tidaknya 'orang asing' maupun polisi.
"Jadi, calo-calo yang di pinggir jalan bertugas sebagai perekrut dan juga sebagai mata-mata, apakah patut aborsi atau tidak. Keterangan dari masyarakat sekitar, calo-calo ini mendapat sekitar Rp 500 ribu untuk setiap aborsi," sambungnya.
Setelah polwan pertama gagal melakukan penyelidikan, Adi Vivit menerjunkan polwan lainnya.
Kali ini sang polwan mengikuti 'aturan main' klinik.
Dari dua klinik tersebut, tim berhasil menangkap sejumlah orang.
Ada sepuluh orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan telah dilakukan penahanan.
Mereka terdiri dari seorang dokter berinisial MN (75 th), seorang asisten dokter yang berperan sebagai dokter gadungan, tiga asisten dokter, seorang pengelola klinik, dan lima orang calo.
"Ada seorang dokter. Dia sebenarnya adalah dokter umum, tapi melakukan praktik aborsi. Masalahnya dia tidak ada izin praktik, dan tidak ada kompetensi sebagai spesialis kandungan," jelas Adi.