Rabu, 1 Oktober 2025

HPTU Tak Diperpanjang, Pedagang Hayam Wuruk Surati KPK

Merasa dipotong haknya, para pedagang di Hayam Wuruk Indah (HWI)-Lindeteves mengirim surat kepada KPK dan Gubernur DKI Jakarta

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Dewi Agustina
zoom-inlihat foto HPTU Tak Diperpanjang, Pedagang Hayam Wuruk Surati KPK
dok.tribunnews
KPK

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Merasa dipotong haknya, para pedagang di Hayam Wuruk Indah (HWI)-Lindeteves mengirim surat kepada KPK dan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo.

Mereka menuding Direktur Utama PD Pasar Jaya Jangga Lubis menyalahgunakan wewenangnya dengan tidak memperpanjang Hak Pemakaian Tempat Usaha (HPTU) para pedagang ini meski mereka bersedia membayar.

Diduga, dia menyewakannya kepada orang lain yang berani menyewa dengan harga lebih tinggi.

Menurut pengacara HIPPHWIL, Otto Hasibuan, PD Pasar Jaya sudah mengirim surat edaran pada 18 September 2013 yang berisi imbauan para penyewa untuk membayar perpanjangan sewa sebelum 30 September 2013 ke pihak developer, yakni PT Graha Agung.

"Ini sudah aneh. Kenapa tidak bayar ke Pemprov? Itu kan aset Pemprov. Lagipula, kenapa harus pakai developer? Itu kan ada feenya. Ada potensi kerugian uang negara. KPK harus turun tangan di sini," kata Otto dalam keterangannya, Kamis (26/12/2013).

Menurut Otto, dugaan adanya penyimpangan juga terlihat dari ditunjuk langsungnya PT Graha Agung sebagai developer alias tanpa tender.

"Padahal, kalau ada tender, HIPPHWIL mau ikut, mau mengelola sendiri," imbuhnya.

Ketika hendak membayar, para pedagang ini dipingpong. Dari PT Graha Agung, mereka disuruh membayar ke PD Pasar Jaya. Saat menyambangi kantor PD Pasar Jaya, mereka disuruh ke PT Graha Agung.

Salah satu yang mengalaminya adalah Kaufman dan keluarga. Sebelum surat edaran itu keluar, bulan Mei 2013, dia sudah mencoba mengurus pembayaran perpanjangan HPTU 19 kios milik keluarganya. Tetapi ditolak. Ketika surat edaran keluar, pembayaran juga tetap ditolak.

Alasannya, ada Perda yang melarang memiliki kios lebih dari lima, yakni Perda Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Area Pasar. Namun para pedagang merasa tak pernah disosialisasikan mengenai perda tersebut.

"Beritikad baik, Pak Kaufman kemudian melepas lima kiosnya, dikosongkan itu. Tetapi tetap saja setelah itu pembayaran 5 kios sisanya dan 9 kios milik keluarga ditolak," kata Otto.

Otto merasa ada keganjilan akan penolakan yang dilakukan oleh PD Pasar Jaya terhadap Kaufman. Pasalnya, tindakan diskriminasi itu hanya dilakukan kepada Kaufman tanpa alasan yang jelas.

"Ini kan aneh, semua permintaan PD Pasar Jaya sudah dipenuhi. Jatah kios dikurangi, harga tinggi yang ditentukan kita sanggupi. Tapi Pak Kaufman tetap saja tak diizinkan membeli. Ini kan jadi pertanyaan, PD Pasar Jaya punya kepentingan apa di balik ini?" ujarnya.

Kios pun disegel sebelum berakhirnya waktu sewa, yakni 31 Desember 2013. Ada 42 kios yang disegel.

"Sudah 4 bulan kios-kios ini disegel. Ini tekanan, intimidasi," kata Otto.

Otto menduga, PD Pasar Jaya sengaja mengulur-ngulur waktu sampai lewat masa pembayaran sehingga terjadi wanprestasi.

"Jadi kios itu bisa disewakan kepada orang lain. Ini ada apa? Kita mau perpanjang kok nggak boleh," imbuhnya.

Kios-kios yang dipegang Kaufman, menurut Otto, memang berada di lokasi strategis. Ada yang di pintu masuk, ada yang di sudut-sudut ruko atau lazim disebut daerah 'mata kucing'.

"Kami curiga karena dengar-dengar kios-kios ini sudah ditawarkan dengan harga yang lebih tinggi pada orang lain. Semacam lelang begitu," kata Otto.

Kabar beredar, ruko akan disewakan kepada yang berani membayar Rp 7,5 miliar. Hampir 3 kali lipat dari harga asli yang ditawarkan. Di pasar ini ada 21 ruko dan 815 kios.

"Potensi kerugian negara antara Rp 450 sampai 500 miliar, setengah triliun, belum sama denda. Kita tidak menuduh, tapi KPK harus menyelidiki ini," kata Otto.

Yang juga aneh, melalui telepon, Jangga Lubis, Dirut PD Pasar Jaya mengajak beberapa pemilik kios untuk bertemu dan menegosiasikan persoalan itu di luar kantor.

"Beberapa penyewa kios dikumpulkan di Hotel Borobudur, Pak Johnson diajak ketemu di Deli Cafe, Plaza Indonesia, Oktober 2013. Kok bukan di kantornya?" kata Otto.

Setahun belakangan, memang terjadi kisruh di pasar ini. Kenaikan harga sewa perpanjangan sewa kios yang mencapai 50 juta/ meter untuk di lantai dasar pasar membuat para pemilik kios berdemo. Padahal, sebelumnya hanya Rp 5 juta. Untuk  ruko, kini harga sewanya mencapai Rp 2,4 miliar.

"Tetapi ketika soal harga sudah kita terima meski setengah hati, kita mau bayar, barang tak dikasih. Jokowi sebagai gubernur dan Ahok harus turun tangan di sini," ujarnya.

Para pemilik kios ini sudah mengajukan persoalan ini ke berbagai lembaga. Dari Komnas HAM sampai Ombudsman. Namun lantaran tak ada itikad baik dari Jangga Lubis cs, mereka mengirim surat kepada KPK dan Jokowi-Ahok 6 Desember lalu. Mereka juga sudah mendaftarkan gugatan ke PN Jakarta Timur. (edwin firdaus)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved