Penghuni Apartemen Bellezza Protes Kenaikan Tarif Parkir
harus merogoh kocek lebih dalam lantaran tarif parkir naik menjadi Rp 300.000 per bulan November ini
Penulis:
Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penghuni sekaligus pemilik apartemen The Bellezza, Permata Hijau, Jakarta Selatan menilai bahwa pihak pengelola melalui Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS) telah mengeluarkan kebijakan yang sewenang-wenang terkait naiknya tarif parkir kendaraan yang besarnya mencapai seratus persen.
Dimana penghuni yang awalnya hanya dikenakan tarif parkir sebesar Rp 150.000 per bulan, harus merogoh kocek lebih dalam lantaran tarif parkir naik menjadi Rp 300.000 per bulan November ini.
Selain menaikkan tarif parkir, pengelola juga menaikan tarif listrik. Penghuni merasa kecewa karena kenaikan tarif parkir dan listrik tersebut tidak dibarengi dengan soialisasi. Yang lebih parah, menurut Mulya, Juru Bicara penghuni dan pemilik apartemen The Bellezza, untuk kenaikan tarif parkir ini, pengelola meminta penghuni membayar dimuka untuk tiga bulan ke depan per bulan November ini.
"Ada kenaikan listrik, ada kenaikan parkir yang hampir tidak ada sosialisasi, dan mereka menikan hampir seratus persen. Ditambah mereka minta dibayar dimuka untuk 3 bulan ke depan," kata Mulya, Sabtu (2/11/2013) kemarin.
Selain itu, kata dia, penghuni beranggapan bahwa ujung pangkal persoalan ini terletak pada PPRS, dimana organisasi tersebut cenderung berpihak pada developer.
Menurutnya, apartemen The Bellezza adalah Apartemen dengan status Strata Title, dimana penghuni dapat memiliki sepenuhnya karena telah membeli dari pengembang. Namun, lanjut dia, fakta yang terjadi adalah PPRS yang seharusnya menjadi wadah para penghuni, saat ini malah cenderung berpihak dan dikuasai oleh developer.
"Ini kan Strata Tittle, tentunya beda dengan (apartemen) service sewa. Kita sekarang satu rumah dengan yang sewa juga, yang sewa itu kan tidak bayar biaya pemeliharaan, ini tidak adillah dan tidak nyaman juga bagi penghuni," kata Mulya.
Menurut Mulya PPRS seharusnya dibentuk oleh penghuni, dan tidak ada campur tangan dari pihak developer. Sebab, dalam Undang-undang perumahan juga menyebutkan bahwa pihak developer hanya memiliki kapasitas untuk membangun, sementara pengelolaannya diserahkan pada PPRS.
"Setelah selesai membangun seharusnya pengelolaan diserahkan pada PPRS, tapi orang-orang PPRS sekarang ini masih dikuasai oleh orang developer. Jadi kita mau PPRS ini dibentuk oleh pemilik, dan PPRS yang sekarang dibubarkan,"ujarnya.
Dia menduga, enggannya developer hengkang dari Apartemen The Bellezza ini tekait dengan motif bisnis dan The Bellezza dijadikan sebagai tambang emas bagi developer. Hal ini, imbuhnya, karena letak apartemen yang cukup strategis sehingga sangat menjanjikan untuk dijadikan lahan bisnis.
Selain itu, kata dia, penghuni juga menuntut PPRS membantu penyelesaian luas unit yang hingga saat ini belum diselesaikan oleh pengembang, yaitu PT Sumber Daya Nusaphala, anak perusahaan PT Gapura Prima. Diterangkannya, bahkan, dalam kasus ini ada penghuni yang sudah memenangkan tuntutan selisih luas unit tersebut dalam sengketa gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 13 Januari 2013 lalu.
Demikian juga, imbuhnya, sampai sekarang pihak pengembang belum membayarkan ganti rugi dimaksud, dengan dalih mengajukan banding di Pengadilan Tinggi.
Sebelumnya, Jumat (1/11/2013) kemarin, puluhan penghuni sempat melakukan aksi unjuk rasa untuk menolak rencana kenaikan tarif parkir dan listrik serta beberapa persoalan lain yang terjadi.
Dalam aksi itu, penghuni juga meminta agar PPRS yang dikuasai oleh development dibubarkan. Aksi tersebut digelar di pelataran apartemen Bellezza, dengan membawa berbagai spanduk untuk menyuarakan tuntutan mereka. Satu di antara tuntutannya adalah menolak kenaikan tarif parkir berlangganan dan listrik yang tidak disosialisasikan sebelumnya.