Cover Story Tribun Jakarta Digital
Ungkapan Hati Manusia Gorong-Gorong: Perhatikan Saya
Beberapa buku tentang kisah-kisah Islami ada di samping Abdul Malik. Menemaninya melewatkan waktu menuju pergantian hari.

TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA-- Matahari sore masih terik. Panasnya menerobos bibir gorong-gorong pembuangan air proyek apartemen Coral & Sand, di Rasuna Epicentrum, Jakarta Selatan, yang tak lagi terpakai. Di dalam lubang gorong-gorong itu, Abdul Malik (28) masih masygul dengan buku 'Perjalanan Hidup Syaikh Abdul Qodir Jailani.'
Beberapa buku tentang kisah-kisah Islami ada di samping Abdul Malik. Menemaninya melewatkan waktu menuju pergantian hari.
"Membaca buku ini membuat saya tenteram. Saya sadar harus ikhlas menjalani hidup," ucap Malik kepada Tribun Jakarta, Rabu (17/6/2012).
Kekesalan meluap di hati Malik. Minggu ketiga bulan Juni, jatah Malik menimang Amalia Husna, putri tunggalnya yang masih berumur empat bulan tak terlaksana. Asanya harus terkubur. Honor dua mingguan untuk upahnya membersihkan saluran air kali Cideng lambat dibayar atasan.
Gaji Malik tak seberapa. Bekerja membersihkan saluran air di bawah Dinas Pekerjaan Umum DKI, pria asal Pasuruan, Jawa Timur ini diupah Rp 40.000 per hari yang dibayar setiap dua minggu. Rezeki itu modalnya untuk menemui isterinya, Desi Safitri yang mengasuh Amalia di rumah orangtuanya Ciomas, Bogor, Jawa Barat.
Seringkali Malik menuntut hak upahnya kepada sang mandor, kepanjangan tangan DPU DKI, untuk dibayar tepat waktu, namun selalu dijawab, "Nanti, besok saja." Bahkan, hak dia meminta libur kerap mendapat penolakan sang mandor. Tak sekali Malik ditakut-takuti sang mandor bahwa posisinya akan digantikan orang lain.
Dari gorong-gorong tempatnya tinggal, Malik memulai hari dengan bekerja mulai pukul 08.00 WIB. Menjelang Dzuhur, tepatnya pukul 12.00 WIB-13.00 WIB, waktu Malik beristirahat. Pekerjaannya baru selesai pukul 16.00 WIB.
Sewaktu menyongsong penilaian Adipura, Malik bangun lebih dulu dan sudah bekerja sejak pukul 07.00 WIB. Semua perintah mandor ia laksanakan. Namun, ketika sakit sang mandor tak pernah memperhatikan.
Pekerjaan Malik benar-benar menanggung risiko yang tak pernah dipikirkan atasannya. Bayangkan saja, peralatan untuk melancarkan aliran kali tak disediakan dinas.
"Boro-boro masker, untuk cangkul, arit saya bawa sendiri. Atasan enggak mau tahu. kalau kehilangan alat saya enggak masalah, tapi kalau sakit saya maunya diurusin, diperhatikan. Perhatikan saya," tegasnya.