Pilgub DKI Jakarta
Kesempatan PDIP Usung Duet Anies-Hendrar Prihadi di Pilgub Jakarta Terbuka Lebar Berdasar Putusan MK
Kesempatan PDIP mengusung duet Anies Baswedan-Hendrar Prihadi terbuka lebar setelah MK mengubah syarat pencalonan kepala daerah.
TRIBUNNEWS.com - PDIP mencetuskan duet Anies Baswedan dan mantan Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi (Hendi), untuk Pilkada DKI Jakarta 2024.
Hal ini disampaikan oleh Ketua DPP PDIP, Said Abdullah.
Said memastikan PDIP bakal mengusung Anies sebagai calon gubernur (cagub) dan Hendi menjadi calon wakil gubernur (cawagub), jika partainya memiliki peluang maju Pilkada DKI Jakarta 2924.
"Kalau peluangnya dapat, kami akan bawa Anies sebagai orang pertama dan Hendi sebagai orang kedua," kata Said saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/8/2024).
Said mengungkapkan PDIP telah berkomunikasi dengan Anies terkait usulan tersebut.
Komunikasi itu, lanjut Said, dilakukan oleh dirinya sendiri.
Menurut Said, Anies dan Hendi sudah sama-sama bersedia.
"Saya yang komunikasi (dengan Anies). Ya memang dari sejak awal Pak Anies yang cagub, kami akan (usung) orang keduanya (cawagub)," imbuh Said.
"Sejak awal, Anies juga sudah bersedia. Begitu juga dengan kader PDIP yang menjadi pendampingnya," tegasnya.
Meski sempat terkendala ambang batas atau threshold untuk mengusung kadernya di Pilkada DKI Jakarta 2024, kesempatan PDIP kini kembali terbuka lebar.
Sebab, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan ambang batas pencalonan kepala daerah tidak lagi 25 persen perolehan suara partai atau gabungan parpol hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 perse kursi DPRD.
Baca juga: Tanpa Berkoalisi, 8 Partai Ini Bisa Usung Anies Maju Pilkada Jakarta Berdasar Putusan MK Terbaru
Dalam putusannya yang dibacakan pada Selasa (20/8/2024), MK memutuskan ambang batas pencalonan kepala daerah dari partai disamakan dengan ambang batas pencalonan kepala daerah jalur independen/perseorangan/non-partai, sebagaimana menurut Pasal 41 dan 42 Undang-undang Pilkada.
Jika merujuk putusan MK tersebut, maka pencalonan gubernur Jakarta hanya membutuhkan ambang batas 7,5 persen suara pada pileg sebelumnya.
PDIP yang ditinggal pasca-sejumlah partai berbondong-bondong bergabung Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus, kini tak lagi mengandalkan rekan untuk maju Pilkada DKI Jakarta 2024.
Partai berlambang banteng itu bisa melaju sendiri, setelah sejumlah parpol lainnya berbondong-bondong memilih bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus mengusung Ridwan Kamil-Suswono.
Sebagai informasi, PDIP meraih 850.174 atau 14,01 persen suara pada Pileg DPRD DKI Jakarta 2024.
Syarat Pengusungan Calon Kepala Daerah Terbaru Berdasarkan Putusan MK
Berikut ini syarat pengusungan calon kepala daerah terbaru berdasarkan putusan MK pada Selasa.
Partai politik atau gabungan partai politik cukup memenuhi ambang batas ini untuk mengusung cagub dan cawagub:
a. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2. 000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen (sepuluh persen) di provinsi tersebut;
b. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik perserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 persen (delapan setengah persen) di provinsi tersebut.
Baca juga: Berpeluang Usung Calon Sendiri di Pilkada Usai Putusan Baru MK, PDIP Siap Jagokan Anies-Hendrar?
c. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.000 (enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen (tujuh setengah persen) di provinsi tersebut
d. provinsi dengan jumah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 persen (enam setengah persen) di provinsi tersebut.
Partai politik atau gabungan partai politik cukup memenuhi ambang batas ini untuk mengusung calon wali kota dan calon wakil wali kota:
a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen (sepuluh persen) di kabupaten/kota tersebut.
b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 persen (delapan setengah persen) di kabupaten kota tersebut;
c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500.000 (ima ratus ribu) sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen (tujuh setengah persen) di kabupaten kota tersebut;
d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa, parai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 persen (enam setengah persen) di kabupaten/kota tersebut.
Sebagai informasi, MK mengabulkan gugatan Partai Buruh dan Gelora terkait aturan partai tanpa kursi di DPRD dalam pengusungan pasangan calon di Pilkada.
Ketentuan tersebut diatur pada Pasal 40 Ayat (3) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 (UU Pilkada).
Pasal tersebut berbunyi, "Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah."
Ketua tim hukum Partai Buruh dan Partai Gelora, Said Salahuddin, mengaku pihaknya dirugikan secara konstitusional atas keberlakuan pasal a quo.
Lebih lanjut, ia menilai, persyaratan pendaftaran pasangan calon yang diusulkan oleh partai atau gabungan partai lebih berat daripada persyaratan pendaftaran pasangan calon dari jalur perseorangan.
"Paslon yang diusulkan parpol, berbasis pada perolehan suara sah. Sedangkan, paslon perseorangan berbasis pada dukungan KTP pemilih," ungkapnya.
Dalam petitumnya, Partai Buruh dan Gelora meminta MK, menyatakan Pasal 40 Ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 2016 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, "dalam hal partai politik atau gabungan partai politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat 1, jika hasil bagi jumlah akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum Anggota Dewan Perwakailan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan menghasilkan angka pecahan, maka dihitung dengan pembulatan ke atas".
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Ibriza Fasti/Chaerul Umam, Kompas.com/Nicholas Ryan)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.