Pilpres 2024
Respons Putusan DKPP, Jusuf Kalla: Pencalonan Pilpres 2024 Tak Usah Diperdebatkan Lagi
Wapres ke-10 dan 12, Jusuf Kalla menyebut, meski DKPP memutus Ketua KPU Hasyim Asyari melanggar etik, pencalonan Pilpres sudah tak bisa diperdebatkan.
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Presiden RI ke-10 dan 12, Jusuf Kalla buka suara terkait hasil sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang memutuskan Ketua KPU, Hasyim Asyari beserta enam anggota KPU lainnya melanggar kode etik.
Diketahui kode etik yang dilanggar ini terkait proses perubahan syarat batas usia capres-cawapres yang baru diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Berkat putusan MK tersebut, Gibran Rakabuming Raka pun bisa lolos untuk menjadi cawapres dari Prabowo Subianto.
Menurut Jusuf Kalla, apa yang dilakukan dengan cara yang tidak benar, maka akan menghasilkan hal yang juga tidak benar.
Meski demikian, Jusuf Kalla menilai masyarakat sudah tidak perlu lagi fokus pada masalah yang lampau.
Karena kini surat suara sudah tercetak, pencalonan presiden dan wakil presiden di Pilpres 2024 pun sudah tak bisa diperdebatkan lagi.
Untuk itu, pria yang kerap disapa JK ini pun mengajak masyarakat untuk sama-sama mengawal jalannya Pemilu 2024 yang jujur dan adil.
“Semua sudah lewat tak usah kita pikir lagi itu, seminggu ini tidak usah kita berdebat, surat suara sudah dicetak, nggak mungkin diperdebatkan lagi."
“Terpenting sekarang jelang 7 hari ini kita pikirkan bagaimana Pemilu ini bersih."
"Itu saja sekarang digerakkan. Gerakan secara nasional,” kata JK dilansir WartakotaLive.com, Rabu (7/2/2024).
Sebagai informasi, penyebab Ketua KPU Hasyim Asyari dianggap bersalah dan melanggar kode etik diungkapkan Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusan sidang di Jakarta, Senin (5/2/2024).
Baca juga: Ketua Tim Hukum AMIN Respons Putusan DKPP Jatuhkan Sanksi Etik Ketua KPU
Hasyim Asyari dinyatakan bersalah lantaran terlambat mengajukan permohonan konsultasi dengan DPR dan pemerintah usai putusan MK.
"Hasyim Asy'ari sebagai teradu 1 terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu," kata Ketua DKPP.
Maka dari itu DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asyari selaku teradu satu.
"Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asyari selaku teradu 1," sambung Heddy.
Heddy menyatakan, Hasyim terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku dalam 4 perkara, masing-masing dengan nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, 136-PKE-DKPP/XII/2023, 137-PKE-DKPP/XII/2023, dan 141-PKE-DKPP/XII/2023.
Dalam pertimbangan putusan yang dibacakan oleh Anggota DKPP I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, KPU seharusnya segera melakukan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah setelah Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat batas usia capres-cawapres pada 16 Oktober 2023.
Padahal akibat putusan MK itu berdampak terhadap syarat calon peserta pemilihan presiden sehingga KPU seharusnya segera mengubah Peraturan KPU (PKPU) sebagai pedoman teknis pelaksanaan Pemilu dan Pilpres 2024.
Baca juga: Terkait Putusan DKPP, Politisi Partai Golkar: Sekali Prabowo-Gibran, Tetap Prabowo-Gibran
"Para teradu baru mengajukan konsultasi kepada DPR pada 23 Oktober 2023, atau 7 hari setelah putusan MK diucapkan," kata Wiarsa.
Menurut Wiarsa, dalam persidangan para teradu berdalih baru mengirimkan surat pada 23 Oktober 2023 karena DPR sedang dalam masa reses.
Akan tetapi, kata Wiarsa, alasan dari KPU terkait keterlambatan permohonan konsultasi dengan DPR dan pemerintah usai putusan MK tidak tepat.
"DKPP berpendapat dalih para teradu terbantahkan karena dalam masa reses dapat dilakukan rapat dengar pendapat, sebagaimana diatur dalam Pasal 254 Ayat 4 dan ayat 7 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib," ujar Wiarsa.
Baca juga: Sekjen PDIP Sebut Penetapan Paslon 02 Jadi Persoalan Serius Usai Putusan DKPP, Apa Respons TKN?
Putusan DKPP Terhadap Ketua KPU Dinilai Rancu, Ini Penjelasan Pakar
Pakar Hukum Tata Negara Zainal Arifin Mochtar ikut mengomentari putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menyatakan Ketua KPU melanggar kode etik pedoman penyelenggara Pemilu.
Adapun putusan itu terkait penerimaan pencalonan Gibran Rakabuming sebagai calon wakil presiden di Pilpres 2024.
Menurut Zainal putusan DKPP itu rancu karena dalam putusannya menyebutkan tidak ada yang keliru dalam penetapan Gibran sebagai cawapres.
Sementara itu dalam putusan yang lain menyebutkan proses Gibran menjadi cawapres salah karena tidak mengubah aturannya terlebih dahulu.
Baca juga: VIDEO EKSKLUSIF Soal Putusan DKPP, Pengamat: Pencawapresan Gibran Menimbulkan Trauma Politik
"DKPP itu persoalannya putusannya rancu sebenarnya. Jadi satu sisi mengatakan bahwa tidak ada yang keliru dibalik penetapan Gibran (Cawapres)," kata Zainal kepada Tribunnews.com di Jakarta Selatan, Selasa (6/2/2024).
Ia melanjutkan tetapi di lain sisi prosesnya dinilai salah kenapa tidak ubah aturan.
"Itu rancu sebenarnya," jelasnya.
Kemudian kata Zainal bahwa tidak ada aturan yang bisa membenarkan DKPP bisa membatalkan putusan pencalonan Gibran sebagai cawapres.
Baca juga: VIDEO EKSKLUSIF Soal Putusan DKPP, Pengamat: Pencawapresan Gibran Menimbulkan Trauma Politik
"Butuh keberanian luar biasa, bahwa dia (DKPP) kemudian mau melanggar kewenangannya sendiri," tegasnya.
Zainal juga meyakini putusan DKPP itu tidak berarti apa-apa karena tidak ada hukuman yang kongkrit.
"Jadi seakan-akan tonggak saja untuk mengatakan orang ini (Gibran) memang ditolong secara tidak etis oleh pamannya maupun oleh KPU, itu aja," pungkasnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Ketua KPU Langgar Kode Etik, Jusuf Kalla: Semua Sudah Lewat Tak Usah Dipikir Lagi.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Rahmat Fajar Nugraha)(WartakotaLive.com/Desy Selviany)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.