Pemilu 2024
Airlangga Pribadi Nilai Pemanfaatan Hukum untuk Kekuasaan adalah Pengingkaran Terhadap Pancasila
Airlangga Pribadi Kusman menemukan kembali (rediscovery) dan mengkontekstualisasikan ajaran Bung Karno dalam konteks dinamika politik kontemporer.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengajar Departemen Politik FISIP Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi Kusman menemukan kembali (rediscovery) dan mengkontekstualisasikan ajaran Bung Karno dalam konteks dinamika politik kontemporer Indonesia menuju 2024.
Hal tersebut mengemuka dalam acara bedah buku Merahnya Ajaran Bung Karno yang diselenggarakan oleh Universitas Trunojoyo Madura pada Kamis (7/12/2023).
Menurut Airlangga bahwa Bung Karno bersama dengan Bung Hatta, Bung Sjahrir, dan Tan Malaka menegaskan sistem politik republik sebagai corak utama Indonesia Merdeka.
Bahkan seperti yang ditegaskan oleh Bung Karno dalam Pidato Lahirnya Pancasila pada 1 Juni 1945 menguraikan bahwa dengan corak sistem republik maka tidak memungkinkan seseorang yang menjadi Presiden kemudian otomatis diteruskan oleh anaknya menjadi kepala negara.
"Sehubungan dengan kondisi sekarang, maka arah perjalanan politik Indonesia telah mengingkari kesepakatan para pendiri republik (The Founders of Republic), dimana keluarga khususnya anak dari presiden mendapatkan previledge (keistimewaan) melalui keputusan MK untuk memperoleh kesempatan menjadi wakil presiden," ujarnya.
Airlangga Pribadi Kusman yang juga merupakan mengatakan bahwa arah politik yang memperlihatkan menguatnya previledge (keistimewaan) dari keluarga pemimpin, bertentangan dengan nafas Pancasila seperti dikumandangkan oleh Bung Karno dalam Lahirnya Pancasila.
"Dimana beliau menyatakan bahwa Republik Indonesia yang akan dibangun jangan sampai mengagungkan satu orang, memberi kekuasaan pada satu golongan kaya maupun aristokrat. Namun Indonesia dimana negara ini adalah milik semua, semua untuk semua," tutur alumnus dari Murdoch University Australia.
Lontaran penyataan Sukarno ini menurut Airlangga menegaskan bahwa Republik Indonesia yang diperjuangkan oleh Sukarno berusaha membatasi kekuasaan karena itulah esensi dari Republik.
Sementara keistimewaan maupun pemanfaatan hukum bagi kepentingan kekuasaan yang tengah terjadi adalah pengingkaran terhadap prinsip republik sebagai esensi dari Pancasila.
Dikatakannya, fenomena penciptaan politik dinasti melalui pemanfaatan institusi hukum ini juga memperlihatkan terjadinya krisis terhadap republik, dimana kekuasaan tak terbatas akan menjadi ancaman bagi fase mutakhir dari pembajakan atas demokrasi.
"Hal ini menjadi saat bagi warga negara untuk membela Republik dan membela demokrasi yang diperjuangkan oleh para pendiri republik," tegas Airlangga.
Putusan MK
Sebelumnya, MK mengabulkan gugatan dengan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023.
MK membolehkan seseorang maju menjadi capres atau cawapres meski berusia di bawah 40 tahun asalkan sudah memiliki pengalaman sebagai kepala daerah.
"Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai 'berusia 40 tahun, atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'," ujar Ketua MK Anwar Usman dalam sidang putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin, (16/10/2023), dikutip dari Kompas.com.
Jalan bagi Gibran untuk menjadi cawapres Prabowo pun terbuka setelah MK mengeluarkan putusan itu.
Baca juga: Resmi Jadi Hakim MK, Ridwan Mansyur Mengaku Siap Tangani Perkara Pemilu
Gibran kini masih berusia 36 tahun, tetapi sudah berpengalaman sebagai Wali Kota Surakarta selama 2 tahun.
"Ketentuan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagaimana dimaksud dalam putusan a quo berlaku mulai pada Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 dan seterusnya," kata hakim konstitusi Guntur Hamzah.
Alasan mengabulkan gugatan itu juga diungkap oleh MK. Guntur menyebut presiden dan wakil presiden sama-sama rumpun jabatan yang dipilih, seperti para kepala daerah yang dipilih lewat pemilihan.
Menurut Guntur, hal tersebut mencerminkan bahwa jabatan itu selaras dengan kehendak rakyat.
"Sehingga, tokoh figur tersebut dapat saja, dikatakan telah memenuhi syarat derajat minimal kematangan dan pengalaman (minimum degree of maturity and experience) karena terbukti pemah mendapat kepercayaan masyarakat, publik atau kepercayaan negara," ujar Guntur saat sidang pembacaan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, Senin, (16/10/2023).
Guntur mengatakan pembatasan umur hanya pada usia tertentu tanpa disertai syarat alternatif yang setara merupakan sesuatu yang tidak adil dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.
"Kepala daerah (gubernur, bupati, dan wali kota) dan jabatan elected officials dalam pemilu legislatif (anggota DPR anggota DPD, dan anggota DPRD) yang pernah/sedang menjabat sudah sepantasnya dipandang memiliki kelayakan dan kapasitas sebagai calon pemimpin nasional," kata dia.
Putusan tersebut menjadi kontroversi sehingga dibentuknya Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Dalam perjalanannya, MKMK menjatuhi hukuman pemberhentian Anwar Usman dari jabatan sebagai Ketua Mahkamah Kosntitusi (MK).
Berdasarkan putusan MKMK, Anwar terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik atas uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang uji materi batas usia capres-cawapres.
“Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan ketua mahkamah konstitusi kepada hakim terlapor,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023).
Anwar Usman dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi.
Sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan.
Dalam putusannya, MKMK juga memerintahkan Wakil Ketua MK memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan MK yang baru dalam waktu 2x24 jam.
Buntut pelanggaran ini, Anwar tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.
Selain itu, MKMK menjatuhkan putusan berupa teguran lisan terhadap seluruh hakim Konstitusi atas tindakan pelanggaran kode etik dan perilaku.
Sanksi tersebut, dikeluarkan MKMK melalui tiga putusan, yaitu Putusan Nomor 5/MKMK/L/10/2023, Putusan Nomor 3 dan Putusan Nomor 4.
Dalam Putusan Nomor 5, hakim yang dikenai sanksi teguran lisan adalah Manahan MP Sitompul, Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh dan M Guntur Hamzah.
Pada Putusan Nomor 3, hakim yang mendapat teguran lisan adalah hakim konstitusi Saldi Isra dan delapan konstitusi lainnya terkait kebocoran informasi dari Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).
Baca juga: Pakar: Gugatan Anwar Usman Terhadap SK Pengangkatan Ketua MK Suhartoyo Tak Bisa Ditindaklanjuti PTUN
Pada Putusan Nomor 4, MKMK menjatuhkan teguran lisan terhadap hakim konstitusi Arief Hidayat dan hakim MK lainnya terkait kebocoran informasi RPH, serta teguran tertulis karena pernyataan di media massa yang dianggap merendahkan Mahkamah Konstitusi.
Pemilu 2024
Dilaporkan Terkait Sewa Jet Pribadi Saat Pemilu 2024, KPU Disebut Langgar Lima Pasal Peraturan DKPP |
---|
Ketua KPU Klaim Sewa Jet Pribadi Saat Pemilu 2024 Tak Menyalahi Aturan dan Telah Diaudit BPK |
---|
KPU Akui Sewa Jet Pribadi Saat Pemilu 2024, Klaim Demi Efektivitas Pengawasan |
---|
Komisi II DPR RI Ungkap Pernah Ingatkan KPU Soal Penggunaan Private Jet: Tidak Pantas Itu |
---|
Komisi II DPR Minta KPU Kooperatif Terkait Dugaan Penyalahgunaan Private JetĀ |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.