Kamis, 2 Oktober 2025

Pilpres 2024

Keberatan Suhartoyo Jadi Ketua MK, Pakar : Anwar Usman Bukan Sosok Negarawan, Tak Paham Etik

Pakar menyebut Anwar Usman bukan sosok negarawan dan tak paham etik buntut keberatannya atas dipilihnya Suhartoyo menjadi Ketua MK.

TRIBUNNEWS.com Naufal Lanten/Irwan Rismawan
Hakim Konstitusi Suhartoyo (kiri) terpilih sebagai Ketua MK yang baru menggantikan Anwar Usman (kanan). Pakar menyebut Anwar Usman bukan sosok negarawan dan tak paham etik buntut keberatannya atas dipilihnya Suhartoyo menjadi Ketua MK. 

TRIBUNNEWS.COM - Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti menilai pengajuan keberatan oleh Anwar Usman terkait dilantiknya Suhartoyo sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) menggantikan dirinya adalah bukti ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu bukan sosok negarawan.

Padahal, kata Bivitri, salah satu syarat menjadi hakim MK adalah memiliki sifat kenegarawanan tersebut.

"Menurut saya menggambarkan betul Pak Anwar Usman itu tidak punya kualitas kenegarawanan yang harusnya menjadi syarat menjadi hakim MK," katanya kepada Tribunnews.com, Rabu (22/11/2023).

Bivitri juga menyebut Anwar Usman tidak paham soal sanksi etik yang dijatuhkan kepadanya oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) di mana lembaga tersebut juga dibentuk olehnya bersama hakim MK lainnya lewat Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).

"Karena kan jelas bahwa MKMK itu bukan lembaga non-pemerintahan, bukan lembaga tidak resmi. Bahkan MKMK itu sesuatu yang diputuskan sendiri oleh RPH dan dilantiknya pun waktu itu oleh Pak Anwar Usman sebagai Ketua MK."

"Jadi mestinya kalau dia paham arti dari etik dan lembaganya sendiri, ya dia seharusnya terima (soal sanksi MKMK)," katanya.

Baca juga: MK Gelar RPH Bahas Surat Keberatan Anwar Usman soal Penetapan Suhartoyo Jadi Ketua

Bivitri pun berharap agar Anwar Usman tetap mengikuti putusan yang telah dijatuhkan oleh MKMK terkait pencopotannya sebagai Ketua MK.

Dia meminta agar Anwar tidak terus berkelit dan menganggap dirinya menjadi korban dalam putusan ini.

"Putusan etik itu harus diikuti. Nggak bisa dia berkelit bilang difitnah dan lain sebagainya karena ini putusan MKMK yang jelas, bahkan yang membentuk (MKMK) adalah dia sendiri," kata dia.

Sebelumnya, pengajuan keberatan Anwar Usman ini dibenarkan oleh hakim MK, Enny Nurbaningsih.

"Ya betul, ada surat keberatan dari Yang Mulia Anwar Usman atas surat keputusan nomor 17 tahun 2023 tanggal 9 November 2023 tentang pengangkatan Yang Mulia Suhartoyo sebagai ketua MK 2023-2023," kata Enny, saat dihubungi, Rabu (22/11/2023).

Enny mengungkapkan, surat keberatan itu diajukan Anwar Usman ke MK oleh 3 kuasa hukumnya, pada 15 November 2023.

"Surat tersebut disampaikan oleh 3 kuasa hukum Yang Mulia Anwar Usman bertanggal 15 November 2023," jelasnya.

Lebih lanjut, Enny mengatakan, surat tersebut masih terus dibahas dalam rapat permusyarawatan hakim (RPH).

Ia juga menegaskan, dalam RPH berkaitan surat tersebut, Anwar Usman dipastikan tidak dilibatkan.

"Saat ini surat tersebut sedang dibahas dalam RPH dan belum selesai pembahasannya. Yang Mulia Anwar Usman tidak hadir dalam pembahasan tersebut," ungkap Enny.

Anwar Usman Dicopot Jadi Ketua MK, Digantikan Suhartoyo

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo bersiap membacakan sumpah jabatan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (13/11/2023). Hakim Konstitusi Suhartoyo menjadi ketua MK menggantikan Anwar Usman yang diberhentikan dari jabatan ketua oleh Majelis Kehormatan MK (MKMK) karena terbukti melanggar etik berat. Tribunnews/Jeprima
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo bersiap membacakan sumpah jabatan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (13/11/2023). Hakim Konstitusi Suhartoyo menjadi ketua MK menggantikan Anwar Usman yang diberhentikan dari jabatan ketua oleh Majelis Kehormatan MK (MKMK) karena terbukti melanggar etik berat. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

Suhartoyo terpilih menjadi Ketua MK menggantikan Anwar Usman lantaran tersandung pelanggaran etik berat pasca memutus perkara soal batas usia capres-cawapres.

Keputusan penetapan Suhartoyo itu berdasarkan musyawarah dan mufakat para hakim konstitusi, sebagaimana diatur dalam Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2023.

Rapat pleno hakim dilakukan secara tertutup di Gedung MK, Jakarta Pusat pada 9 November 2023 lalu.

Suhartoyo kemudian dilantik dan mengucap sumpah jabatan pada 13 November 2023.

Dia menggantikan Anwar Usman yang dicopot dari jabatan Ketua MK melalui sidang putusan MKMK.

MKMK telah menjatuhi sanksi etik kepada sembilan hakim MK pada 7 November 2023.

Baca juga: Ini Pernyataan Hakim Konstitusi Anwar Usman yang Membuatnya Kembali Dilaporkan ke MKMK

Dalam putusannya, MKMK menjatuhi teguran lisan hingga sanksi berat berupa pencopotan jabatan yang dijatuhkan kepada Anwar Usman.

Sanksi lisan dijatuhkan kepada seluruh hakim MK lantaran bocornya RPH ke publik lewat artikel yang diterbitkan oleh salah satu media massa online nasional.

Selain itu, adapula putusan etik yang dijatuhkan secara perseorangan kepada hakim MK, yakni hakim konstitusi, Arief Hidayat.

MKMK menjatuhi sanksi teguran tertulis kepada Arief lantaran dinilai menyudutkan martabat MK di depan publik ketika menjadi pembicara di acara Konferensi Hukum Nasional di Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) serta dalam siniar (podcast) di salah satu media nasional.

Sanksi paling berat dijatuhkan kepada Anwar Usman.

MKMK juga menjatuhkan sanksi berupa pencopotan Anwar Usman sebagai Ketua MK.

MKMK menyatakan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran etik berat yang tertuang dalam Sapta Karsa Utama seperti prinsip ketakberpihakan hingga kesopanan.

"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor," kata ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie.

Baca juga: Alasan Anwar Usman Tak Hadir Acara Pelantikan Ketua MK Suhartoyo: Mau ke Rumah Sakit

Selain itu, MKMK juga menjatuhi sanksi kepada Anwar Usman untuk tidak boleh mencalonkan diri sebagai pimpinan MK hingga masa jabatan berakhir.

"Hakim terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan," pungkas Jimly.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Ibriza Fasti Ifhami)

Artikel lain terkait Pilpres 2024

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved