Jumat, 3 Oktober 2025

Pilpres 2024

Guru Besar IPB: Drama Korea Sebenarnya Terjadi di Mahkamah Konstitusi

Mereka berdiskusi dengan tema Menyelamatkan Demokrasi dari Cengkeraman Oligarki dan Dinasti Politik di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (14/11/2023).

Tribunnews.com/Fransiskus A
Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Prof. Rokhmin Dahuri saat diskusi dengan tema 'Menyelamatkan Demokrasi dari Cengkeraman Oligarki dan Dinasti Politik' di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (14/11/2023). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) University, Prof. Rokhmin Dahuri mengaku sangat khawatir terhadap kondisi kehidupan berbangsa dalam dua bulan belakangan.

Sehingga, dirinta mengundang para tokoh untuk berdiskusi. Diantaranya, Pakar Hukum Tata Negara, Prof. Zainal Arifin Mochtar, Franz Magnis Suseno, Prof. Ikrar Nusabakti, Usman Hamid, Bivitri Susanto dan Rafly Harun.

Mereka berdiskusi dengan tema Menyelamatkan Demokrasi dari Cengkeraman Oligarki dan Dinasti Politik di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (14/11/2023).

Rokhmin mengaku sangat khawatir terhadap kondisi kehidupan berbangsa dalam dua bulan belakangan, sehingga pria bergelar profesor itu mengundang para tokoh untuk berdiskusi.

"Jujur saya mengundang bukan atas lembaga apa pun, tetapi atas nama pribadi rakyat Indonesia yang sangat concern dan sangat memperhatikan dan mengkhawatirkan kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam dua bulan terakhir ini," kata Rokhmin.

Rokhmin mengatakan para tokoh dan akademisi yang hadir pas diskusi punya tujuan sama, yakni mewujudkan Indonesia menjadi negara maju, adil, dan berdaulat.

Dia mengatakan, majunya sebuah bangsa dan negara bisa tercapai apabila kehidupan berdemokrasi tidak dicederai.

Hanya saja, kata Rokhmin, demokrasi di Indonesia yang baru tahap prosedural, makin terlihat turun setelah muncul sebuah putusan dengan nuansa drama dari Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kami sepakat, syarat kemajuan sebuah bangsa adalah pada terlaksananya sistem dan kehidupan berdemokrasi. Kalau setahun terakhir ini kita mencermati, bahwa demokrasi sejak reformasi ini baru tahap prosedural, belum substansi, sekarang lebih parah lagi, terutama dengan drama korea yang terjadi di MK. Kita tahu semua bahwa itu adalah pemaksaan kehendak," paparnya.

Rokhmin mengaku terkesan dengan langkah para tokoh demi mewujudkan demokrasi di Indonesia ke arah positif setelah muncul putusan bernuansa drama dari MK.

Semisal, katanya, Zainal hingga Romo Magnis yang membuat tulisan di media massa nasional yang mengkritisi putusan MK.

Dia bahkan mengaku ikut mengikuti pernyataan budayawan Goenawan Mohamad dalam sebuah wawancara eksklusif di Kompas TV.

Dari hasil wawancara itu, Rokhmin menganggap penyematan BEM UI pada 2022 lalu kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) soal king of lipservice memang benar adanya.

"Romo Magnis menyebut demokrasi dibajak oleh oligarki, oleh dinasti politik, oleh korupsi. Kita berkumpul dalam rangka mencegah kebangkrutan negara ini. Saya kira, saya tadinya agak was-was, tapi setelah mendengarkan hampir 30 menit wawancara eksklusif Rosiana Silalahi dengan pak Goenawan Mohamad, saya menjadi yakin betul bahwa kawan kita ini benar-benar seperti disematkan BEM UI tahun lalu, bahwa he is king of lipservice atau king of big liar," katanya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved