Sabtu, 4 Oktober 2025

Pilpres 2024

Tudingan Politik Dinasti Jokowi dan Risiko Duet Prabowo-Gibran di Pilpres 2024

Politik keluarga atau dinasti santer terdengar setelah putra Sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka diumumkan menjadi bakal Cawapres Prabowo.

Penulis: Adi Suhendi
Ist
Prabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi). 

"Saya juga dinasti. Saya anaknya Sumitro, cucunya Margono Djojohadikusumo. Paman saya gugur untuk RI. Kita dinasti merah putih. Kita dinasti patriot," kata dia.

Dengan begitu, Prabowo menegaskan, tidak masalah jika memang tujuannya adalah untuk berbakti kepada negara.

Termasuk kata dia, untuk dinasti Presiden Jokowi yang memiliki tujuan untuk berbakti kepada rakyat.

"Orang ingin berbakti apa salahnya, ya kan. Kita dinasti yang ingin mengabdi untuk rakyat. Kalau dinastinya Pak Jokowi ini berbakti untuk rakyat, kenapa? Salahnya apa? Jadi berpikir yang baiklah. Berpikir positif, ya. Oke," kata dia.

Risiko Duet Prabowo-Gibran

Dosen Ilmu Politik & International Studies Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam mengungkap kelemahan dari duet Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024.

Prabowo harus menanggung berbagai risiko bila memilih Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapresnya.

"Serangan politik dinasti, tudingan penyalahgunaan kekuasaan untuk mengatur independensi kehakiman, masih terbukanya celah kontroversi mekanisme legal-formal atas implementasi putusan MK, hingga membuncahnya kebencian PDIP terhadap keluarga Jokowi, yang membuka ruang bersatunya kekuatan PDIP dengan Koalisi Perubahan di putaran kedua Pilpres 2024 mendatang," ujar Umam dalam pesan yang diterima, Sabtu (21/10/2023).

Umam mengatakan jika Prabowo memaksakan diri memilih Gibran dan tidak berani menjelaskan kepada Jokowi untuk mengambil nama Cawapres alternatif yang lain, maka Prabowo berpeluang terjebak dalam medan "killing ground".

"Dia akan menjadi sasaran tembak yang terbantai di tangan para kompetitor, rival politik, dan juga kekuatan civil society yang tegas menolak praktik nepotisme dan politik dinasti," kata Umam.

Karena itulah, untuk menghindari situasi terjebak itu, Umam menyarankan Prabowo mempertimbangkan variabel NU dalam memilih Cawapresnya.

"Jika akhirnya Prabowo-Gibran berlayar, meskipun Ketua Umum PBNU Gus Yahya pernah menyatakan pihaknya "tidak akan jauh-jauh dari Jokowi" terkait Pilpres, namun besar kemungkinan mereka akan kesulitan dan kerepotan betul dalam menjelaskan kepada para kiai, jaringan santri dan basis-basis pesantren untuk memilih pasangan Capres-Cawapres Prabowo-Gibran yang tidak merepresentasikan kaitan langsung dengan entitas kultural maupun struktural NU," kata dia.

Kemudian, Umam mengatakan jika Prabowo-Gibran dipaksakan, Prabowo akan kehilangan basis dan kekuatan pemenangan di Jawa Timur yang dipercaya sebagai penentu kemenangan Pilpres.

(Tribunnews.com/ Rizki/ Abdi/ Deni)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved