Pilpres 2024
Fakta Kritikan Anies ke Jokowi: Dilaporkan Relawan Ganjar hingga Respons Istana dan Pengamat
6 fakta mengenai kritikan bacapres Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Artinya, jalan nasional non-tol di era SBY bertambah sekira 3.941 kilometer.
Selanjutnya, Kementerian PUPR mencatat panjang jalan nasional non-tol hingga akhir 2021 mencapai 46.965 kilometer.
Dikutip dari TribunJakarta.com, hal ini menunjukkan jalan nasional non-tol yang dibangun di era Presiden Jokowi bertambah hingga 8.395 kilometer.

Data Kementerian PUPR menunjukkan pembangunan jalan nasional non-tol di era Presiden Jokowi lebih masif dibandingkan zaman SBY.
Meski demikian, pernyataan Anies tak sepenuhnya salah.
Pasalnya, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan hal berbeda dibandingkan data Kementerian PUPR.
Dari catatan BPS, panjang jalan nasional non-tol tahun 2004 mencapai 34.628 km, kemudian bertambah menjadi 46.432 km di tahun 2014.
Pada tahun 2021, panjang jalan nasional non-tol kembali bertambah menjadi 47.017.
Hal tersebut dapat diartikan jalan nasional non-tol di era SBY bertambah 11.804 kilometer dan di zaman Jokowi hanya bertambah 585 kilometer.
Kata Pengamat
Pengamat Psikologi Politik UNS, Moh Abdul Hakim, menilai langkah Anies memiliki potensi dampak positif sekaligus negatif bagi mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Hakim menuturkan, apabila kritikan dilontarkan Anies bisa meyakinkan masyarakat dan dapat dipertanggungjawabkan, hal itu dinilai bisa memberi keuntungan bagi Anies.
Anies memiliki peluang untuk mengonsolidasikan basis pemilih loyal yang akan mendukungnya di Pilpres 2024 mendatang.
"Keuntungannya, dengan melakukan kritik sejak awal kepada Jokowi dengan mempertegas posisi dia akan mempermudah para pendukungnya untuk mengambil keputusan," kata Hakim dalam program Talkshow Overview yang ditayangkan youTube Tribunnews.com, Kamis (25/5/2023).
Anies, kata Hakim, bisa meraup suara dari para antitesa pemerintahan Jokowi.
"Ini adalah usaha Anies Baswedan posisinya sehingga dia bisa menarik dua jenis pemilih pertama pemilih yang dari awal memang tidak mendukung Pak Jokowi dan kedua pendukung yang merasa dikecewakan oleh pemerintahan Jokowi."
"Dan kelompok kedua ini terjadi pada menengah dan terdidik," ujar Hakim.

Di sisi lain, menurut Hakim, langkah Anies mengkritik pemerintahan Jokowi juga dinilai memiliki risiko yang tinggi.
"Memposisikan sebagai antitesa Jokowi ketika kepuasan publik tehadap kinerja presiden sangat tinggi itu jelas punya risiko tinggi," katanya.
Menurutnya, langkah itu berpotensi menjadi boomerang yang bisa meng-gradasi kredibilitas politik Anies.
"Karena dia menjadi satu-satunya kandidat yang memposisikan sebagai antitesa Jokowi ya dia harus berhadapan dengan pendukung partai-partai koalisi."
"Ketika Anies tak bisa menghadapi kritik dan bully para pendukung dan simpatisan pemerintah yang ada jelas itu bisa meng-erosi elektabilitasnya," ujarnya.
Menurut Hakim, langkah Anies itu adalah pertaruhan yang besar, sebab memiliki potensi untung-rugi yang dinilai tak pasti.
"Ini gambling dan pertaruhan yang besar, ketika ini efektif bisa menukil elektabiltas Anies yang cenderung landai sejak awal tahun."
"Tapi dia juga mengkritik Jokowi ketika Pak Jokowi sedang kuat-kuatnya dengan kepuasan publik yang mencapai 80 persen," ucapnya.
(Tribunnews.com/Milani Resti/Igman Ibrahim/Taufik Ismail) (TribunJakarta.com/Jaisy Rahman/Dionisious Arya)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.