Menikah Bukan Hanya Perlu Kesiapan Mental dan Finansial, Ada Hal Penting Tapi Sering Diabaikan
Seseorang diharapkan memiliki kemampuan mengelola diri, termasuk mengatasi luka emosional yang masih terbawa dari masa lalu.
Penulis:
Aisyah Nursyamsi
Editor:
Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Psikolog Klinis Ratih Ibrahim menegaskan, pernikahan sebaiknya dijalani ketika seseorang sudah matang, baik secara fisik, mental, sosial, maupun ekonomi.
Hal ini penting agar rumah tangga tidak hanya bertahan, tetapi juga sudah semestinya membawa kebahagiaan.
Kematangan fisik, mental, sosial, dan finansial, akan menentukan bagaimana seseorang menjalani peran mereka dalam rumah angga. Termasuk menerima sifat pasangan.
Sebab, pernikahan, lanjut dia, bukan hanya melakukan hubungan seksual dan punya anak. Lebih kompleks dari hal itu.
Baca juga: Bisa Picu Risiko Kematian, Psikolog Bagikan Tips Atasi Kesepian Kronis
Sebagai tim ahli kelompok kerja kesehatan jiwa di Kementerian Kesehatan, Ratih tidak mendorong seseorang untuk menikah di usia belia.
"Jadi yang udah cukup umur, matang, sehat, lahir batin, secara sosial dan secara ekonomi supaya bisa lebih baiklah kehidupan, pernikahannya,” ungkap Ratih pada suatu acara di bilangan Jakarta, Minggu (24/8/2025).
Menurutnya, banyak orang merasa sudah siap menikah meski usianya baru 18 tahun.
Namun kenyataan di lapangan, lebih banyak yang justru belum benar-benar siap menghadapi konsekuensi pernikahan.
“Jadi pernikahan bukan lagi perlombaan dan juga bukan lagi menjadi kewajiban. Dulu kan kalau perempuan sampai gak menikah waduh udah deh segala macam stigma ya. Di zaman sekarang, pernikahan menjadi bagian dari pilihan hidup,” tegas Ratih.
Mengelola Diri
Ia menambahkan, kesiapan menikah bukan hanya soal keinginan memiliki pasangan hanya karena merasa siap mental dan memiliki kemampuan finansial.
Seseorang diharapkan memiliki kemampuan mengelola diri, termasuk mengatasi luka emosional yang masih terbawa dari masa lalu.
Luka batin kadang kala, bahkan mungkin sering diabaikan. Padahal, jika tidak terselesaikan, bisa terbawa dalam kehidupan rumah tangga.
Ratih menyebut setiap orang punya daya resiliensi, atau kemampuan alami untuk sembuh dari luka batin.
Nah luka batin ini merupakan pengalaman yang membuat seseorang mengalami trauma. Hal itu bisa mempengaruhi sikap, cara pandangan, dan respons mereka terhadap sesuatu.
Proses penyembuhan harus dimulai dimulai dari kesadaran mengenali diri sendiri.
Bagi Ratih, perjalanan hidup, termasuk pernikahan, adalah proses panjang yang terus berkembang.
Yang terpenting, seseorang harus bisa menjalani hidup dengan penuh kesadaran (mindful) dan mensyukuri berkat yang ada, bukan sekadar terburu-buru mengejar status.(Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi)
Pilih Bercerai dari Indra Adhitya, Janji Chikita Meidy Selalu Dampingi Suami Gagal Terwujud |
![]() |
---|
Suara Tawa Lihat Foto Pernikahan Uya Kuya yang Dijarah, Sang Artis Minta Ini |
![]() |
---|
Clara Shinta Lepas IUD setelah 3 Hari Nikah Jadi Sorotan, Ungkap Alasan Janda Masih KB |
![]() |
---|
5 Pernikahan Selebriti yang Bertahan Singkat, Terbaru Pratama Arhan dan Azizah Salsha |
![]() |
---|
Rahasia Langgeng 10 Tahun Pernikahan Nycta Gina dan Rizky Kinos, Singgung Etika |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.