Minggu, 5 Oktober 2025

Fenomena

Fenomena Spirit Doll: Kolektor Curahkan Kasih Sayang Layaknya ke Anak, Pakar Sebut Tren Musiman

Arwah yang ada di dalam boneka itu adalah arwah anak-anak yang meninggal karena keguguran atau dibunuh.

Editor: cecep burdansyah
zoom-inlihat foto Fenomena Spirit Doll: Kolektor Curahkan Kasih Sayang Layaknya ke Anak, Pakar Sebut Tren Musiman
tribun bali/nlp sri wahyuni
KOLEKSI-Queen Athena saat ditemui, Kamis (6/1), bersama sebuah spirit doll koleksinya, yang diberi nama Shasa.

Menurut Queen Athena, boneka-boneka itu diberi susu dan makanan setiap harinya.

Boneka-boneka itu, kata dia, sering memanggil, meminta susu dan kue ke bunda –demikian menurut Athena, boneka-boneka itu memanggilnya.

Queen Athena  mengaku, dari 80 boneka miliknya, kini jumlahnya sudah berkurang. Ada yang mengadopsi dan juga sudah “dipanggil untuk reinkarnasi”.

"Ya sekarang jadi 70 boneka. Saya buka adopsi tapi untuk orang tertentu tidak sembarangan, dan juga ada arwah yang sudah reinkarnasi,” jelas dia.

Baca juga: Kereta Si Gombar Cibatu - Garut yang Sempat Jadi Kenangan Manis Warga Garut, Beroperasi Lagi

Sekadar Tren

Lantas seperti apa fenomena spirit doll dari pandangan ilmu Sosiologi?

Pakar Sosiologi yang juga dosen FISIP Universitas Udayana (Unud) Bali, Wahyu Budi Nugroho S.Sos, MA, mengatakan, spirit doll berwujud bayi dapat dikatakan sebagai sarana mencurahkan kasih sayang.

"Dikarenakan sebab-sebab tertentu, mereka belum bisa menikah dan memiliki anak, sehingga secara sosiologis spirit doll ini bisa disebut sebagai substitusi, sarana aktualisasi menjadi orangtua, bahkan belajar untuk menjadi orangtua," kata Wahyu saat dihubungi Tribun Bali, Rabu (5/1).

Menariknya, jelas Wahyu, wujud relasi para artis maupun mereka yang menggunakan atau mengadopsi spirit doll merupakan wujud relasi yang tertukar.

Secara sosiologis, relasi antar manusia berwujud I-Thou atau Aku-Kamu (manusia), sedangkan relasi antara manusia dengan benda disebut I-It atau Aku-Itu (benda).

"Tetapi dalam hal ini, relasi dengan spirit doll yang seharusnya I-It, berubah menjadi I-Thou. Boneka itu diperlakukan laiknya bayi manusia yang hidup," kata dia.

Dalam budaya pop, dituturkan Wahyu, fenomena ini sudah sering diangkat. Misal, dalam film Cast Away, tokoh utama Noland yang terdampar di pulau terpencil menganggap sebuah bola voli sebagai manusia dan terus diajak bercakap-cakap, atau Mr. Bean dengan boneka Teddy-nya.

Di sisi lain, tren spirit doll ini juga bisa menjadi komoditas konsumtif, mengingat harganya yang tidak murah. Sehingga, kata Wahyu, boleh jadi ini memunculkan kebanggaan dan kepuasan tersendiri bagi mereka yang memiliki dan memamerkannya di media sosial.

"Tren semacam ini tidak akan lama karena spirit doll tergolong sebagai komoditas tersier, bukan kebutuhan primer ataupun sekunder," ujar dia.

"Tetapi sekali lagi, boneka semacam ini mungkin bisa menjadi terapi bagi mereka yang ingin memiliki anak atau sempat berpikir untuk tidak memiliki anak," ucap  Wahyu, yang akhir tahun lalu meluncurkan buku  Sosiologi Kehidupan Sehari-hari.(ni luh putu sri wahyuni/adrian amurwonegoro)

Baca juga: Para Bobotoh Geulis Yakin Permainan Persib Bakal Gacor Tekuk Persita

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved