Selasa, 30 September 2025

Anak Berkebutuhan Khusus bisa Mandiri dan Berprestasi, Penerimaan Orangtua Merupakan Langkah Awal

Penerimaan kehadiran buah cinta yang spesial diperlukan untuk melihat bahwa setiap anak memiliki bakat dan minat.

Editor: Willem Jonata
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Penyandang disabilitas yang tergabung dalam ThisAble melukis dalam acara Craft your Future with Chubb di Jakarta, Senin (20/5/2019). Bertepatan dengan anniversary Chubb Life ke-33, Chubb Life menggelar kegiatan Craft your Future with Chubb yang bertujuan untuk mengembangkan potensi tersembunyi anak-anak berkebutuhan khusus dengan mengajak mereka berkreasi. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Lilis Setyaningsih

TRIBUNNEWS.COM - Semua anak unik dan istimewa. Termasuk ketika dianugerahi anak berkebutuhan khusus atau disabilitas.

Penerimaan kehadiran buah cinta yang spesial diperlukan untuk melihat bahwa setiap anak memiliki bakat dan minat.

Sebagai individu penyandang disabilitas bisa berprestasi, mandiri, berkarya, dan berdaya dikehidupan nyata.

Psikolog Maria Hardono, M.Psi mengatakan, sikap orangtua menerima kondisi anak menjadi langkah awal ketika dianugerahi anak berkebutuhan khusus.

Baca juga: Cerita Penyandang Disabilitas Taklukan Gunung Marapi, Merangkak Senti Demi Senti hingga ke Puncak

“Awalnya harus punya penerimaan. Kalau belum menerima, akan susah karena  akan susah mau berbuat apa-apa,” kata Maria saat menjadi pembicara di IG live Capcipcus.

Seringkali tidak mudah untuk tahap penerimaan saat mendapat diangnosa berkebutuhan khusus.

Ada tahap-tahapnya, pertama denial (mengingkari),marah, perasaan bersalah lalu menerima.  

Ketika memiliki anak berkebutuhan khusus, orangtua yang paling diharapkan bisa memiliki sikap menerima.

Baca juga: Kisah Puji Lestari, Pelukis Disabilitas asal Gunungkidul, Ciptakan Karya dengan Lengan dan Kaki

Dari ayah dan ibunya, biasanya ibu yang paling punya tantangan. Kerap ibu diliputi perasaan bersalah, dan juga paling ditimpa kesalahan oleh nenek kakeknya, mertua, bahkan suaminya sendiri.

Si ibu dianggap paling bertanggungjawab karena yang hamil dan menyusui si buah hatinya.

“Ibu suka baper (bawa perasaan), karena disalahin banyak orang yang membuat penerimaan jadi sulit. Suami sudah menerima, tetangga dan teman ngomongin seperti kata-kata ‘kasihan ya punya anak ABK. Sudah menerima,  mendengar kata-kata itu bisa jadi down lagi,” tutur dosen  psikologi di Unika Atmajaya ini.

Menurut Maria  kebanyakan bisa cepat proses penerimaan juga didukung lingkungan  yang juga mendukung.

“Support dari lingkungan sangat membantu terutama keluarga inti. Satu kalimat yang ngejudge, nyinyir bisa bikin ibu nangis berhari-hari, dan bisa membuat trauma.   Kalau parah  perlu penanganan professional,” tegasnya lagi.

Ketika orangtua sudah sampai ke tahap penerimaan, orangtua harus tahu tahapan perkembangan tiap anak.

Halaman
12
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan