Yuk Kenali 4 Seluk Beluk Utang Produktif yang Mungkin Tidak Kamu Ketahui
Utang tersebut digunakan untuk tujuan yang tepat, tidak perlu takut untuk memiliki utang.
Dua orang yang meminjam utang untuk membeli objek yang sama belum tentu klasifikasi utangnya sama-sama utang produktif.
Sebagai contoh, A merupakan tukang ojek yang ingin mengajukan pinjaman untuk membeli motor yang akan ia gunakan untuk menarik penumpang.
Ini disebut utang produktif karena motor tersebut digunakan untuk menunjang si tukang ojek mencari nafkah.
B merupakan karyawan kantor yang mengajukan pinjaman untuk membeli motor juga. Motor tersebut digunakannya untuk pulang pergi kantor, dan kadang untuk jalan-jalan.
Secara langsung, motor tersebut tidak memberikan tambahan penghasilan dan malah menambah beban bagi B (seperti biaya parkir, bensin, perawatan motor) yang tidak perlu dikeluarkan jika B menggunakan transportasi umum. Ini disebut utang konsumtif.
Baca juga: Cek 5 Hal Ini Agar Pengajuan Pinjaman Kamu Cepat Disetujui!
3. Kapan suatu utang produktif memiliki manfaat?
Utang produktif disebut bermanfaat pada saat nilai manfaat dari utang tersebut telah melebihi jumlah pinjaman dan biaya lain yang terkait dengan utang produktif tersebut.
Jadi misalnya, kamu meminjam uang untuk membuka restoran sendiri sebesar Rp 20 juta.
Di akhir tahun kedua, laba bersih yang dihasilkan sudah selesai menutupi seluruh cicilan utang pinjaman.
Bahkan, restoran kamu semakin maju dan menghasilkan lebih banyak omset lagi.
Nah, pada saat ini, bisa dibilang utang produktif kamu sudah memberikan manfaat yang terlihat jelas bagi usaha kamu.
Baca Juga: Pengen Buka Restoran Sendiri dengan Modal MINIM? Simak Tipsnya Baik-Baik!
4. Salahkah memiliki utang tidak konsumtif?
Sepintas dari berbagai penjelasan di atas, utang konsumtif merupakan utang yang tidak baik. Dalam kasus tertentu, utang konsumtif sebenarnya tidak masalah jika banyak manfaat non-finansial yang diperoleh bagi kamu DAN kamu memiliki perencanaan yang jelas untuk melunasi cicilan pinjaman tersebut.