Jumat, 3 Oktober 2025

Anggaran Pendidikan 20 Persen, Ketua Komisi X Dorong Pemerataan dan Peningkatan Mutu

Di Lokakarya Akademik Fraksi Partai Golkar, disimpulkan bahwa alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen harus digunakan secara tepat sasaran.

Editor: Content Writer
Istimewa
PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN - Forum Lokakarya Akademik Fraksi Partai Golkar MPR RI yang dihelat di Bandung, Jawa Barat, pada Selasa (22/7/2025). Di forum ini, disimpulkan bahwa alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen harus digunakan secara tepat sasaran, yakni untuk mendanai program-program yang masuk dalam kategori pendidikan umum. 

TRIBUNNEWS.COM - Lokakarya Akademik Fraksi Partai Golkar MPR RI yang digelar di Bandung, Jawa Barat, Selasa (22/7/2025), menghasilkan kesimpulan tegas terkait pemanfaatan anggaran pendidikan.

Dalam forum ini, disimpulkan bahwa sudah saatnya alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen digunakan secara tepat sasaran, yakni untuk mendanai program-program yang memang masuk dalam kategori pendidikan umum, bukan dialihkan ke sektor lain seperti pendidikan kedinasan.

Meski dalam beberapa kasus pendidikan kedinasan bersifat sangat penting, idealnya pembiayaan program tersebut berasal dari anggaran masing-masing lembaga terkait.

Sementara itu, anggaran pendidikan sebaiknya dialokasikan sesuai peruntukannya sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu untuk mendanai pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Terlebih, masih banyak anak yang terpaksa putus sekolah karena kesulitan biaya, terutama di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

Di Lokakarya Akademik ini, empat Pimpinan Fraksi Partai Golkar MPR RI ikut hadir dan menjadi narasumber. Mereka adalah Melchias Markus Mekeng, M.H. (Ketua FPG MPR RI), H. Ferdiansyah, S.E.,M.M. (Sekretaris FPG MPR RI), H. Muhamad Nur Purnama Sidi, S.Sos. (Wakil Sekretaris Fraksi Partai Golkat MPR RI).

Hadir juga Dr. Ir. Heitifah MPP (Anggota Fraksi Partai Golkar MPR dan Ketua Komisi X DPR RI) beserta beberapa stakeholder pendidikan dan juga para dosen serta mahasiswa dari beberapa universitas di Bandung dan sekitarnya.

Kesimpulan menghindari penggunaan anggaran pendidikan 20 persen dari pendidikan kedinasan dipicu oleh makalah yang disampikan oleh Prof. Dr. Johanes Gunawan, SH., LLM. (Akademisi Universitas Kristen Maranatha, Bandung). 

Dalam makalah yang berjudul Restrukturisasi Anggaran Pendidikan Sesuai Pasal 31 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945, Johanes mengungkapkan bahwa pendidikan kedinasan tidak diperbolehkan menggunakan anggaran pendidikan 20 persen dari APBN dan APBD.

Larangan tersebut sejalan dengan Pasal 1 PP No. 18 tahun 2022 tentang perubahan atas PP No. 48 tahun 2008 mengenai pendanaan pendidikan. Ketentuan Pasal 80 dalam PP tersebut diubah sehingga berbunyi anggaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk biaya pendidikan kedinasan.

"Berdasarkan peraturan pemerintah, itu penggunaan anggaran pendidikan untuk membiayai pendidikan kedinasan sudah tidak diperbolehkan lagi. Makanya, kalau sekarang masih ada, itu berarti menyalahi peraturan perundangan," ungkap Johanes.

Baca juga: Kemendikdasmen Hanya Kelola 4,9 Persen Dari Total 20 Persen Anggaran Pendidikan

Sebelum disahkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Dikti, penyelenggaraan pendidikan kedinasan masih mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang bersifat lex generalis. 

Namun, sejak diberlakukannya UU Pendidikan Tinggi yang merupakan lex specialis, istilah "pendidikan kedinasan" tidak lagi digunakan secara resmi dan telah berganti menjadi Perguruan Tinggi Kedinasan Lainnya (PTKL).

Dengan demikian, sejak 2012 istilah pendidikan kedinasan secara hukum sudah tidak lagi diakui. Jika saat ini istilah tersebut masih digunakan, maka sebenarnya tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

"Karena itu perlu dipikirkan kembali apakah kita masih memerlukan pendidikan kedinasan, karena prodi-prodinya sudah ada di perguruan tinggi. Mestinya kita patuh pada UU Dikti, yang tidak mengenal istilah pendidikan kedinasan. Kalau itu dilaksanakan negara akan menghemat anggaran hingga Rp104,5 triliun, bisa dimanfaatkan untuk peningkatan mutu pendidikan dasar, menengah dan tinggi," kata Johanes.

Mendengar penjelasan tersebut, Ketua Komisi X DPR RI, Dr. Ir. Heitifah MPP, berterima kasih atas informasi yang didapat. Ia juga berjanji, pihaknya akan sangat berhati-hati dalam pembahasan perubahan UU Sisdiknas. Selain itu, Komisi X bertekad mengawal secara ketat agar anggaran pendidikan digunakan sesuai peruntukannya, dan tidak menyalahi perundangan yang berlaku.
 
"Soal anggaran pendidikan itu memang tidak mudah. Aturannya minimal 20 persen, yang diberikan benar-benar 20 persen, kalau pun ada kelebihan itu sangat kecil. Padahal amanatnya minimal, seharusnya bisa dapat lebih besar lagi. Belum lagi masih ada Pemda yang belum memenuhi anggaran 20 persen buat pendidikan dari APBD,'' ungkap Heitifah. 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved