Minggu, 5 Oktober 2025

Terobosan Hilirisasi, Eddy Soeparno Minta Keekonomian Proyek DME Pengganti LPG Dikaji Secara Cermat

Apresiasi terobosan hilirisasi batubara, Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno meminta keekonomian proyek DME sebagai pengganti LPG bisa dikaji dengan cerm

Editor: Content Writer
Istimewa
APRESIASI HILIRISASI BATUBARA - Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno mengapresiasi terobosan hilirisasi batubara menjadi Dimethyl Ether (DME) sebagai pengganti LPG perlu untuk dikaji lebih cermat. 

TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PAN Eddy Soeparno mengapresiasi terobosan hilirisasi batubara menjadi Dimethyl Ether (DME). Namun, Eddy menyampaikan catatan mengenai pentingnya kebijakan ini untuk tetap memperhatikan keekonomian dari produk utamanya. 

Hal ini seturut dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mengungkapkan bahwa dari 21 proyek hilirisasi yang akan dipercepat Presiden Prabowo, proyek gasifikasi batubara menjadi Dimethyl Ether (DME) atau pengganti Liquefied Petroleum Gas (LPG) yang terbesar. 

“Ketika menjadi pimpinan Komisi VII DPR dari tahun 2019-2024, saya mendalami proses hilirisasi batubara menjadi DME dan kami terbentur pada kendala utama yakni keekonomian dari produk jadinya,” jelas Eddy yang juga Anggota Komisi XII DPR RI yang membidangi Investasi, Hilirisasi, Lingkungan Hidup serta Energi dan Sumber Daya Mineral.  

Doktor Ilmu Politik UI ini menjelaskan, bahan baku yang digunakan untuk diproses menjadi DME adalah batubara dengan kandungan kalori yang baik sehingga biaya yang dibutuhkan cukup tinggi.

Baca juga: Eddy Soeparno Usulkan Pertamina Bentuk Tim Investigasi Independen Jawab Keresahan Publik

“Karena feedstock batubara yang digunakan berkalori 4000 - 4200, biaya bahan bakunya relatif tinggi. Sehingga ketika melalui proses produksi menjadi DME, harga barang jadinya menjadi mahal dan bahkan dalam hitungan kami bisa lebih mahal daripada impor LPG. Padahal tujuan kita memproduksi DME adalah justru untuk mensubstitusi penggunaan LPG,” jelas Eddy. 

Eddy menjelaskan, kendala dan perhitungan keekonomian pada saat itu yang membuat kebijakan hilirisasi batubara ini akhirnya tidak berlanjut. 

“Kendala keekonomian ini membuat dua BUMN kita, serta salah satu perusahaan batubara swasta nasional membatalkan investasi dengan perusahaan Air Products dari Amerika yang memang ahli dalam proses hilirisasi batubara,” kata Eddy. 

Karena itu ke depan, Eddy mengusulkan agar para pengambil kebijakan melakukan kajian lebih lanjut untuk memastikan agar keekonomian produk DME lebih murah dibandingkan LPG. Kajian ini penting untuk memastikan kebijakan hilirisasi batubara dapat mengurangi impor dan memperkuat ketahanan energi nasional. 

“Jika impor LPG masih lebih murah dibandingkan produksi DME, ada baiknya kita mengkaji peningkatan kapasitas produksi LPG dalam negeri ketimbang membangun fasilitas produksi DME. Paling tidak hal ini akan mengurangi impor LPG secara signifikan sehingga tidak menguras devisa kita. Jika di masa mendatang teknologi produksi DME menjadi lebih terjangkau, kita bisa melangkah untuk melakukan hilirisasi batubara,” tutup Anggota DPR RI Jawa Barat III Kota Bogor dan Cianjur ini.

Baca juga: Lestari Moerdijat Sebut Layanan Pendidikan yang Merata di Tanah Air Harus Segera Diwujudkan

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved