Selasa, 30 September 2025

Bamsoet Dukung Langkah Presiden Prabowo dalam Pemulihan Ekonomi Nasional

Bambang Soesatyo menyampaikan pandangannya mengenai upaya Presiden Prabowo Subianto dalam merancang pemulihan kekuatan dunia usaha nasional.

Editor: Content Writer
Istimewa
Anggota DPR RI sekaligus Ketua MPR RI ke-15, Ketua DPR RI ke-20, Ketua Komisi III ke-7, serta Dosen Tetap Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Borobudur, Universitas Jayabaya, dan Universitas Pertahanan (UNHAN), Bambang Soesatyo. 

TRIBUNNEWS.COM - Bambang Soesatyo, yang merupakan Anggota DPR RI serta pernah menjadi Ketua MPR RI ke-15, Ketua DPR RI ke-20, dan Ketua Komisi III ke-7, sekaligus Dosen Tetap Pascasarjana Ilmu Hukum di Universitas Borobudur, Universitas Jayabaya, dan Universitas Pertahanan (UNHAN), menyampaikan pandangannya mengenai upaya Presiden Prabowo Subianto dalam merancang pemulihan kekuatan dunia usaha nasional.

Ia berkata, Presiden Prabowo Subianto telah mengambil langkah strategis untuk memulihkan perekonomian nasional, salah satunya melalui kebijakan penghapusan kredit macet bagi jutaan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). 

Langkah ini dianggap sebagai bagian dari upaya membangkitkan kembali sektor usaha nasional setelah berbagai tantangan ekonomi yang dihadapi dalam beberapa tahun terakhir. Dengan stabilnya kondisi politik, perhatian kini tertuju pada pemulihan kinerja ekonomi negara, yang membutuhkan dukungan dari berbagai elemen masyarakat.

Saat ini, pemulihan ekonomi menjadi fokus utama mengingat dampak dari melemahnya perekonomian yang telah dirasakan secara luas oleh masyarakat. Berbagai indikator ekonomi yang beredar di ruang publik menunjukkan bahwa perekonomian nasional sedang mengalami tantangan besar.

Hal ini diperkuat oleh kebijakan pemerintah, seperti penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) No. 1/2025 perihal efisiensi anggaran kementerian/lembaga termasuk transfer ke daerah dengan target efisiensi mencapai Rp306 triliun, kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen untuk barang mewah, serta rencana penarikan utang baru senilai Rp 775,86 triliun pada tahun ini.

Tanda-tanda melemahnya perekonomian juga terlihat dari banyaknya pemerhati dan komunitas yang aktif menyuarakan berbagai data di ruang publik mengenai gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) serta penurunan daya beli masyarakat atau konsumsi rumah tangga.

Data-data tersebut semakin diperkuat dengan penyebarluasan informasi mengenai kebangkrutan sejumlah perusahaan di berbagai sektor, seperti PT Sepatu Bata yang menghentikan produksi dan PT Sritex yang dinyatakan pailit.

Pada April 2024, dilaporkan bahwa Cibaduyut di Bandung, yang selama ini dikenal sebagai sentra industri sepatu, turut terdampak. Banyak produsen dan pedagang di kawasan tersebut terpaksa menutup usaha akibat penurunan drastis dalam volume penjualan selama beberapa tahun terakhir.

Baca juga: Hadir Pelantikan APLI, Bamsoet Dorong APLI untuk Tingkatkan Industri Penjualan Langsung di Indonesia

Akibat dari kondisi ini, semakin banyak orang kehilangan pekerjaan. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat bahwa sepanjang tahun 2024, sebanyak 77.965 pekerja mengalami PHK, meningkat 20,21 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Dampaknya terlihat pada daya beli masyarakat yang menurun, konsumsi rumah tangga yang melemah, serta meningkatnya angka pengangguran.

Kondisi ini menyebabkan Indonesia mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut pada 2024, yakni dari Mei hingga September. Deflasi mencerminkan melemahnya daya beli masyarakat, sekaligus menunjukkan penurunan produktivitas di sektor bisnis yang berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Pada kuartal III-2024, konsumsi rumah tangga hanya mengalami pertumbuhan sebesar 4,91 persen, yang berkontribusi pada rendahnya laju pertumbuhan ekonomi di periode yang sama, yaitu 4,95 persen.

Selain itu, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan penurunan jumlah kelas menengah juga berdampak pada melemahnya kinerja ekonomi Indonesia. Pada tahun 2019, jumlah kelas menengah tercatat mencapai 57,33 juta orang atau 21,45 persen dari total populasi.

Namun, pada tahun 2024, jumlah tersebut berkurang menjadi 47,85 juta orang atau 17,13 persen. Kondisi ini mencerminkan tantangan besar bagi perekonomian nasional dan menyoroti pentingnya tindakan pemulihan yang nyata.

Menurutnya, sebagai langkah awal dalam pemulihan ekonomi, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 47/2024 yang menghapus piutang macet bagi lebih dari satu juta pelaku UMKM dengan total nilai mencapai Rp 14 triliun. 

Kebijakan ini dinilai sebagai langkah strategis untuk merevitalisasi sektor UMKM yang selama ini menjadi salah satu pilar utama ketahanan ekonomi Indonesia. UMKM berkontribusi lebih dari 60 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan mampu menyerap hingga 97 persen dari total tenaga kerja di Indonesia.

Halaman
12

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan