Cerita Kang Tris, Sarjana Psikologi Penggagas Desa Menari: Bali Ndeso, Mbangun Ndeso
Sarjana pertama di Dusun Tanon, Desa Ngrawan, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang ini benar-benar mengamalkan Bali ndeso mbangun ndeso.
“Kami warga Dusun Tanon ada darah tari dan kami ingin tunjukkan itu, semua yang berkegiatan di dusun Tanon bisa ikut belajar dan bahkan ikut pentas saat ada pertunjukan seni, kami beberapa kali mengadakan pertunjukan cross culture dengan peserta dari luar negeri,” kata Trisno.
Desa Menari juga mempunyai satu tarian khas yakni Tari Lembu Tanon, yang menceritakan kehidupan sehari-hari warga Tanon dalam beternak.

Trisno menjelaskan, Desa Menari juga merupakan akronim dari Menebar Harmoni, Merajut Inspirasi Menuai Memori.
Semua pengujung diharapkan bisa merasakan harmoni ketika berkegiatan di Dusun Tanon meski ada perbedaan antara kehidupan di kota dan desa, lebih dari itu bisa mendapatkan inspirasi dan membawa kenangan indah dan bermakna ketika pulang.
“Apalagi yang kami tawarkan di Desa Menari ini adalah pengalaman, pengalaman menebar bibit di ladang, menyiangi tanaman hingga ke panen dan memasak, jadi peserta akan tahu perjalanan sepotong sayuran bisa sampai ke piring di meja makannya itu seperti apa,” kata Trisno memberikan contoh.
Konsep outbond ndesa ini sempat Trisno ajukan ke pemerintah untuk di masukkan ke desa wisata yang beberapa tahun lalu tengah menjamur, namun ditolak.
“ Alasannya ya karena di Tanon tidak ada apa-apanya, mungkin pada waktu itu masih lazim jika desa wisata adalah desa yang punya air terjun atau punya candi, sedangkan di Tanon ini memang tidak punya itu semua,” jelas Trisno.
Trisno berpendapat Dusun Tanon mempunyai kekayaan berbentuk kehidupan masyarakat desa yang masih asli, lengkap dengan kegiatan sehari-hari yang mempunyai ciri khas dan sarat akan nilai.
“ Kami menawarkan wisata pengalaman, jadi pengalaman hidup di desa dengan segala pernak-pernik yang kami tawarkan, kami bisa menerangkan apa itu gotong royong, apa itu kerja bakti dengan kegiatan nyata, tidak hanya materi di dalam kelas” lanjut Kang Tris.
Makin moncer karena cuci piring
Trisno menceritakan Desa Menari ini kemudian bisa banyak dikunjungi oleh sekolah-sekolah di Jawa Tengah karena hal sepele, cuci piring.
“ Jadi waktu itu ada sekolah yang berkegiatan di sini dan menginap beberapa hari, sesuai kurikulum, semua peserta harus mandiri dan berkehidupan seperti masyarakat Tanon, dan ada satu yang nyantol membawa kebiasaan baik yang mungkin tidak biasa di rumah si siswa” kata Trisno.
Yakni ada seorang siswa yang membawa kebiasaan baik dari hidup bersama masyarakat desa kembali ke rumah yakni mencuci piring setelah makan.
“Orangtuanya kaget, ini anak biasanya sehari-hari dilayani kok tiba-tiba habis makan mencuci piring sendiri, setelah ditanyai ternyata itu kebiasaan yang ia dapat saat menginap di Tanon sini,” cerita Kang Tris.
“Dari situ kami mulai dikenal dari mulut ke mulut dan banyak sekolah-sekolah yang kemudian berkegiatan di sini,” tambah Trisno.