Selasa, 7 Oktober 2025

Fenomena Withdrawal Effect, Bikin Orang Sulit Berhenti Merokok

Fenomena ini membuat banyak orang yang sudah bertekad berhenti, akhirnya kembali lagi menghisap rokok atau vape.

Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Willem Jonata
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
ILUSTRASI - Pegunjung melintasi papan bertuliskan larangan merokok di salah satu pintu masuk Bandung Electronic Center (BEC), Jalan Purnawarman, Kota Bandung, Selasa (18/4/2017). Pusat perbelanjaan elektronik terbesar di Kota Bandung itu menyediakan tempat khusus untuk merokok "Smoking Room" di salah satu pojok di halaman mal agar karyawan dan pengunjung tidak merokok disembarang tempat dan dilarang merokok di dalam mal. TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Banyak kampanye berhenti merokok yang menyoroti bahaya nikotin, kanker paru, hingga risiko jantung. 

Namun, ada satu hal krusial yang jarang disadari publik yaitu withdrawal effect atau gejala putus nikotin.

Fenomena ini membuat banyak orang yang sudah bertekad berhenti, akhirnya kembali lagi menghisap rokok atau vape.

Ketua Dewan Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Prof. Agus Dwi Susanto, SpP(K), menegaskan bahwa nikotin bukan sekadar zat adiktif yang menempel di otak, melainkan juga menciptakan siklus adiksi yang sulit diputuskan.

“Begitu nikotin masuk, dalam 10 detik sudah menempel di reseptor otak dan melepaskan dopamin."

Baca juga: Pakar Kesehatan Global: Nikotin Tidak Bersifat Karsinogenik

"Nah, dopamin inilah yang membuat seseorang merasa nyaman dan senang. Untuk mendapat rasa senang ini lagi, orang akan menghisap kembali. Itulah siklus adiksi,” jelas Prof. Agus pada konferensi pers virtual, Kamis (25/9/2025). 

Withdrawal Effect: Musuh Tersembunyi di Balik Tekad Berhenti

Masalahnya, ketika seseorang berhenti, tubuh langsung “protes” karena kehilangan nikotin. 

Reaksi inilah yang disebut withdrawal effect, dan bentuknya bisa sangat berbeda pada tiap orang.

Ada yang tiba-tiba jadi mudah marah, stres, bahkan depresi. 

Ada yang tidak bisa tidur semalaman. Ada juga yang justru mengalami peningkatan nafsu makan sehingga berat badan naik drastis.

“Withdrawal effect tiap orang tidak sama. Ada yang jadi insomnia, ada yang stres, ada juga yang depresi. Bahkan ada yang kompensasinya makan lebih banyak,” ungkap Prof. Agus.

Hal inilah yang sering kali membuat orang gagal di minggu-minggu pertama berhenti merokok

Bukan karena kurang niat, tapi karena tidak memahami mekanisme tubuh yang sedang “menuntut” nikotin.

Bukan Sekadar Niat, Tapi Butuh Strategi

Data Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan menunjukkan, orang dengan niat kuat (skor motivasi >7) punya peluang lebih besar berhenti merokok. Namun, niat saja tidak cukup.

Tanpa strategi menghadapi withdrawal effect, peluang sukses berhenti merokok hanya di bawah 20 persen.

Dengan bantuan medis, seperti terapi obat, hipnoterapi, atau akupunktur, angka keberhasilan bisa meningkat hingga 35–50 persen. 

Misalnya, penelitian tahun 2013 menunjukkan pemberian obat vareniklin bisa membantu hingga 50 persen. 

Riset terbaru tahun 2019 dengan enacetylcysteine mencatat keberhasilan sekitar 37,6 persen.

Mengubah Withdrawal Jadi Momentum

Alih-alih melihat withdrawal sebagai musibah, ada baiknya menganggapnya sebagai tanda tubuh sedang belajar sembuh. 

Misalnya, jika tubuh terasa stres setelah berhenti merokok, bisa dialihkan dengan aktivitas penghilang stres, bersepeda, berkebun, atau sekadar menulis jurnal harian.

Jika insomnia menyerang, latihan pernapasan, meditasi ringan, atau bantuan dokter bisa menjadi solusi.

“Kalau misalnya stres, gantilah dengan kegiatan positif. Misalnya hobi, bersepeda, atau bertanam. Kalau tetap tidak berhasil, jangan ragu ke dokter. Ada terapi medis yang bisa membantu,” ujar Prof. Agus.

Lingkungan Jadi Penentu

Selain faktor biologis, lingkungan juga memainkan peran besar. Sering kali, niat berhenti runtuh hanya karena ajakan teman sebatas “ayo sebatang aja”.

Menurut Prof. Agus, jika ingin berhasil berhenti, seseorang perlu menjaga jarak dengan lingkungan yang kental dengan budaya merokok.

“Kalau ingin tidak terpengaruh, ya kurangi kontak dengan orang-orang yang masih merokok. Kalau terbiasa di situasi banyak rokok, sulit untuk benar-benar lepas,” pesannya.

Fakta-fakta ini jarang muncul di headline kampanye anti-rokok. Kebanyakan fokus pada bahaya kesehatan jangka panjang, padahal tantangan terberat berhenti merokok justru terjadi di hari-hari pertama.

Memahami withdrawal effect bukan hanya menyelamatkan kesehatan fisik, tapi juga menjaga kesehatan mental para pejuang bebas rokok.

Berhenti merokok bukan sekadar soal niat, tapi soal kesiapan menghadapi pertarungan batin, tubuh, dan lingkungan.

 

(Tribunnews.com/ Aisyah Nursyamsi)

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved