Fenomena Withdrawal Effect, Bikin Orang Sulit Berhenti Merokok
Fenomena ini membuat banyak orang yang sudah bertekad berhenti, akhirnya kembali lagi menghisap rokok atau vape.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Banyak kampanye berhenti merokok yang menyoroti bahaya nikotin, kanker paru, hingga risiko jantung.
Namun, ada satu hal krusial yang jarang disadari publik yaitu withdrawal effect atau gejala putus nikotin.
Fenomena ini membuat banyak orang yang sudah bertekad berhenti, akhirnya kembali lagi menghisap rokok atau vape.
Ketua Dewan Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Prof. Agus Dwi Susanto, SpP(K), menegaskan bahwa nikotin bukan sekadar zat adiktif yang menempel di otak, melainkan juga menciptakan siklus adiksi yang sulit diputuskan.
“Begitu nikotin masuk, dalam 10 detik sudah menempel di reseptor otak dan melepaskan dopamin."
Baca juga: Pakar Kesehatan Global: Nikotin Tidak Bersifat Karsinogenik
"Nah, dopamin inilah yang membuat seseorang merasa nyaman dan senang. Untuk mendapat rasa senang ini lagi, orang akan menghisap kembali. Itulah siklus adiksi,” jelas Prof. Agus pada konferensi pers virtual, Kamis (25/9/2025).
Withdrawal Effect: Musuh Tersembunyi di Balik Tekad Berhenti
Masalahnya, ketika seseorang berhenti, tubuh langsung “protes” karena kehilangan nikotin.
Reaksi inilah yang disebut withdrawal effect, dan bentuknya bisa sangat berbeda pada tiap orang.
Ada yang tiba-tiba jadi mudah marah, stres, bahkan depresi.
Ada yang tidak bisa tidur semalaman. Ada juga yang justru mengalami peningkatan nafsu makan sehingga berat badan naik drastis.
“Withdrawal effect tiap orang tidak sama. Ada yang jadi insomnia, ada yang stres, ada juga yang depresi. Bahkan ada yang kompensasinya makan lebih banyak,” ungkap Prof. Agus.
Hal inilah yang sering kali membuat orang gagal di minggu-minggu pertama berhenti merokok.
Bukan karena kurang niat, tapi karena tidak memahami mekanisme tubuh yang sedang “menuntut” nikotin.
Bukan Sekadar Niat, Tapi Butuh Strategi
Data Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan menunjukkan, orang dengan niat kuat (skor motivasi >7) punya peluang lebih besar berhenti merokok. Namun, niat saja tidak cukup.
Tanpa strategi menghadapi withdrawal effect, peluang sukses berhenti merokok hanya di bawah 20 persen.
Dengan bantuan medis, seperti terapi obat, hipnoterapi, atau akupunktur, angka keberhasilan bisa meningkat hingga 35–50 persen.
Misalnya, penelitian tahun 2013 menunjukkan pemberian obat vareniklin bisa membantu hingga 50 persen.
Riset terbaru tahun 2019 dengan enacetylcysteine mencatat keberhasilan sekitar 37,6 persen.
Mengubah Withdrawal Jadi Momentum
Alih-alih melihat withdrawal sebagai musibah, ada baiknya menganggapnya sebagai tanda tubuh sedang belajar sembuh.
Misalnya, jika tubuh terasa stres setelah berhenti merokok, bisa dialihkan dengan aktivitas penghilang stres, bersepeda, berkebun, atau sekadar menulis jurnal harian.
Jika insomnia menyerang, latihan pernapasan, meditasi ringan, atau bantuan dokter bisa menjadi solusi.
“Kalau misalnya stres, gantilah dengan kegiatan positif. Misalnya hobi, bersepeda, atau bertanam. Kalau tetap tidak berhasil, jangan ragu ke dokter. Ada terapi medis yang bisa membantu,” ujar Prof. Agus.
Lingkungan Jadi Penentu
Selain faktor biologis, lingkungan juga memainkan peran besar. Sering kali, niat berhenti runtuh hanya karena ajakan teman sebatas “ayo sebatang aja”.
Menurut Prof. Agus, jika ingin berhasil berhenti, seseorang perlu menjaga jarak dengan lingkungan yang kental dengan budaya merokok.
“Kalau ingin tidak terpengaruh, ya kurangi kontak dengan orang-orang yang masih merokok. Kalau terbiasa di situasi banyak rokok, sulit untuk benar-benar lepas,” pesannya.
Fakta-fakta ini jarang muncul di headline kampanye anti-rokok. Kebanyakan fokus pada bahaya kesehatan jangka panjang, padahal tantangan terberat berhenti merokok justru terjadi di hari-hari pertama.
Memahami withdrawal effect bukan hanya menyelamatkan kesehatan fisik, tapi juga menjaga kesehatan mental para pejuang bebas rokok.
Berhenti merokok bukan sekadar soal niat, tapi soal kesiapan menghadapi pertarungan batin, tubuh, dan lingkungan.
(Tribunnews.com/ Aisyah Nursyamsi)
Metode THR untuk Kurangi Jumlah Perokok, Bisakah Diterapkan di Indonesia? |
![]() |
---|
Kemenkes Siapkan Obat untuk Bantu Proses Berhenti Merokok |
![]() |
---|
12 Jam Berhenti Merokok, Ini yang Terjadi pada Tubuh |
![]() |
---|
Tiga Cara Mudah Berhenti Merokok Menurut Dokter Spesialis Paru-paru |
![]() |
---|
Terpapar Polusi Udara Terlalu Lama, Segera ke Faskes Jika Alami Beberapa Gejala Ini |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.