Selasa, 30 September 2025

DBD Acap Disalahartikan Infeksi Virus Ringan Padahal Bisa Berujung Fatal, Deteksi Dini Jadi Krusial

Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur menjadi wilayah dengan jumlah kasus tertinggi

Penulis: Willem Jonata
Editor: Eko Sutriyanto
ISTIMEWA
CEGAH DBD - dr. Kharina Helhid menyampaikan edukasi berkait DBD kepada warga RW 01 Pasteur di Helen’s Night Mart Karangsari, Bandung, Jawa Barat. Edukasi tersebut disampaikan seiring meningkatnya kasus DBD. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA  - Menurut data Kementerian Kesehatan RI, hingga Mei 2025 tercatat lebih dari 55.000 kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, angka kematian tercatat mencapai 439 jiwa.

Angka ini mengalami peningkatan signifikan dibanding periode yang sama pada tahun 2024.

Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur menjadi wilayah dengan jumlah kasus tertinggi.
 
Dalam pemaparannya, dr. Kharina Helhid dokter umum dari Rumah Sakit Siloam Purwakarta menyampaikan, tren kasus DBD cenderung meningkat setiap musim hujan.

Hal itu diakibatkan kondisi lingkungan yang mendukung perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.

Baca juga: Anak-anak Sekolah Dasar di Kukar Mulai Diberi Vaksinasi Dengue, Efektifkah Cegah Infeksi DBD?

Yang mencemaskan, menurut dia, gejala awal DBD sering disalahartikan sebagai flu atau infeksi virus ringan. 

Gejala DBD, disebutnya, mirip flu yaitu demam tinggi mendadak, nyeri kepala, mual, muntah, nyeri otot dan sendi, hingga ruam di kulit.

"Karenanya, deteksi dini sangat krusial dalam mencegah kondisi berat seperti sindrom syok dengue  (DSS) yang dapat berujung pada kematian," ujar dr. Kharina Helhid, dalam seminar kesehatan “Waspada Demam Berdarah: Cegah dan Tangani Sejak Dini”, di Helen’s Night Mart Karangsari Bandung, Jawa Barat, akhir pekan lalu, Sabtu, 26 Juli 2025. 

DSS merupakan komplikasi serius dari demam berdarah dengue (DBD). Kondisinya ditandai gangguan sirkulasi dan penurunan tekanan darah drastis bahkan bisa berujung fatal.

Dokter Kharina mengingatkan bahwa anak-anak dan lansia merupakan kelompok yang paling rentan terhadap komplikasi DBD.


 
Ia juga menjelaskan metode 3M Plus guna mengantisipasi meningkatnya penderita DBD.

Metode 3M Plus yaitu menguras tempat penampungan air, menutup rapat tempat penyimpanan air, mendaur ulang barang bekas yang berpotensi menjadi tempat berkembang biak nyamuk, plus tindakan tambahan seperti menabur larvasida, menggunakan kelambu, dan fogging.

Seminar tersebut merupakan kerjasama Holywings Peduli, melalui program CSR-nya, dan Helen’s Night Mart Karangsari Bandung.
 
Lebih dari 150 peserta hadir dalam seminar. Peserta berasal dari warga RW 01 Pasteur ini pun aktif mengikuti sesi tanya jawab.
 
"Saya sangat bersyukur bisa ikut seminar ini. Banyak informasi baru yang saya dapat, terutama tentang gejala awal DBD dan cara pencegahannya di rumah. Biasanya kami cuma tahu soal fogging, ternyata ada cara lain yang lebih efektif seperti 3M Plus," ujar seorang peserta bernama Lilis Kartika (42), warga Kelurahan Pasteur.
 
Sementara, Andrew Susanto, Komisaris Utama Holywings Group sekaligus Ketua Program CSR Holywings Peduli menyampaikan harapannya agar seminar ini menjadi pemicu terbentuknya kesadaran kolektif terhadap isu kesehatan. 

“Kami percaya bahwa edukasi merupakan langkah awal yang paling efektif dalam mencegah berbagai penyakit.” tuturnya Andrew Susanto.
 
Selain seminar, digelar pula pemeriksaan kesehatan gratis bagi seluruh peserta, meliputi pengecekan tekanan darah, kadar gula darah, asam urat, kolesterol serta konsultasi dengan dokter umum dari Rumah sakit Siloam Purwakarta.
 

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved