Kematian Akibat Resistensi Antimikroba Capai 700 Ribu Orang Per Tahun
Resistensi antimikroba (AMR) jadi ancaman kesehatan masyarakat yang mendesak.
Penulis:
Rina Ayu Panca Rini
Editor:
Johnson Simanjuntak
Dampak penggunaan antimikroba yang tidak terkendali kemudian dilepas ke alam atau ke lingkungan maka ini bisa berpengaruh secara tidak langsung.
Pengendalian AMR di bidang hewan juga perlu diperhatikan.
Direktur Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian drh. Nuryani Zainuddin mengatakan, Kementerian Pertanian sudah mengeluarkan berbagai regulasi pengendalian di sektor kesehatan hewan.
Secara tegas pada undang-undang nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan pasal 51 ayat 3 menyebutkan setiap orang dilarang menggunakan obat hewan tertentu pada ternak yang produknya untuk konsumsi manusia.
Selain itu dalam Permentan nomor 14 tahun 2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan pada pasal 4 disebutkan obat hewan yang berpotensi membahayakan kesehatan manusia dilarang digunakan pada ternak yang produknya untuk konsumsi manusia.
Pihaknya juga telah melakukan surveilans pada populasi umum unggas broiler, survei di provinsi sumber produksi unggas broiler, dan pengembangan sistem surveilans AMR pada bakteri patogen unggas petelur.
“Perlu diperkuat pengawasan bersama. Pada rantai distribusi antimikroba dari produsen sampai dengan konsumen harus diperkuat untuk mencegah penyalahgunaan antimikroba,” kata drh. Nuryani.
Sayangnya, penemuan obat untuk untuk resistensi antimikroba ini jarang ditemukan.
Perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Indonesia dr. Benyamin Sihombing mengatakan dalam report tahun 2020, WHO mengidentifikasi dari 26 kandidat antibiotik yang sedang dalam pengembangan klinis untuk menghadapi 8 patogen prioritas dunia, yang ampuh untuk multidrug-resistant hanya dua.
“Padahal kita mau menargetkan 8 patogen tapi hanya 2 yang berhasil. Ini mengartikan bahwa kecepatan munculnya resistensi antimikroba itu jauh melebihi penemuan antibiotik baru yang ampuh,” ucap dr, Benyamin.
Dr N. Paranietharan yang juga perwakilan WHO untuk Indonesia menuturkan, resistansi antimikroba adalah salah satu ancaman kesehatan masyarakat yang paling mendesak dan membutuhkan aksi yang dilaksanakan dengan segera.
Berbeda dengan pandemi Covid-19, AMR bukanlah krisis yang tidak terduga dan kita sudah tahu bagaimana cara mencegahnya.
Semua orang harus meningkatkan pencegahan dan pengendalian infeksi dan WASH (air, sanitasi, dan higiene).
“Kita harus mempromosikan penggunaan antimikroba yang bertanggung jawab. Kita harus meningkatkan kapasitas laboratorium untuk surveilans. Dan kita harus memperkuat koordinasi lintas sektor maupun kerangka regulasi,” ujar, Perwakilan WHO untuk Indonesia itu
Hal tersebut menjadikan resistensi antimikroba adalah ancaman serius global.
“Kami berharap dapat bekerja sama dengan anda semua untuk mempromosikan penggunaan antimikroba yang bijak dan bertanggung jawab dalam sistem pertanian pangan, melalui kebijakan dan edukasi publik yang efektif,” kata Rajendra Aryal, Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor Leste.