Selasa, 30 September 2025

Kena Serangan Jantung? Sekonglomerat Apapun, Anda Tetap Butuh Dokter Lokal

otot-otot jantung akan rusak sekira 90 persen pada 6 sampai 12 jam setelah serangan, dan otot akan rusak keseluruhan setelah 12 jam

Hasiolan Eko P/Tribunnews.com
Kepala Cardiac Center Bethsaida Hospitals, dr Dasaad Mulijono MBBS (Hons), FIHA, FIMSANZ, FRACGP, FRACP, PhD memaparkan presentasinya terkait penanganan penyakit jantung koroner dalam acara temu media di Rumah Sakit Bethsaida, Gading Serpong, medio Desember 2018 lalu. 

Orang Berduit Juga Butuh Edukasi

Hal lain yang ingin disampaikan dr Dasaad dari video yang ditayangkan dalam presentasinya adalah betapa urgennya penanganan penyakit jantung secara cepat.

“Memang nyawa itu di tangan Allah, tapi ikhtiar juga menjadi kewajiban kita lho untuk mengupayakan yang terbaik,” kata dia.

Meski butuh penanganan cepat, kata dia, dari pengalamannya menghadapi banyak pasien dari kalangan atas, justru banyak di antara mereka yang menunda-nunda penanganan karena masalah trust dan kredibilitas medis.

Faktor inilah, kata dr Dasaad, yang memunculkan keprihatinannya akan banyaknya pasien yang membutuhkan penanganan cepat, namun memilih second opinion lewat berobat ke luar negeri meski kualitas dokter dan layanan rumah sakit di Indonesia tak kalah dari luar negeri.

“Saya punya pasien yang punya jet pribadi. Ternyata, punya jet pribadi itu pun takes time untuk terbang. Orang kalau kena serangan jantung lalu maunya ke rumah sakit di Singapura, ya besok sudah ‘lewat’ semua. Sekonglomerat apapun, Anda tetap butuh dokter lokal. Jadi kalangan menengah atas yang notabennya memiliki kemampuan membayar pun butuh edukasi soal ini,” kata dr Dasaad.

Dari pengalamannya juga, dr Dasaad, mengambil sejumlah poin kesimpulan dari alasan-alasan mengapa banyak pasiennya memilih berobat di luar negeri.

Keunggulan teknologi, kemampuan medik, serta faktor keramahan pelayanan umumnya menjadi pendorong utama orang Indonesia berobat ke luar negeri.

“Pada video di atas misalnya, bahkan sekuriti RS di sana bisa melakukan teknik CPR, di kita? Belum tentu. Atau misalnya soal pelayanan, saya pernah dapat komplain pasien gak bisa tidur semaleman. Saya tanya kenapa, pasiennya bilang diminta suster untuk mengamati infus. Dia bilang, “suster bilang ‘kalau infusnya habis panggil saya ya bu’. Jadi saya pantau terus infusnya dan ga bisa tidur”. Faktor-faktor kayak ini kan soal sikap saja ya dan bisa kita tingkatkan,” kata dr Dasaad.

Soal ‘trust’, dr Dasaad menceritakan, seorang pasiennya juga enggan membeli obat di dalam negeri karena takut palsu.

“Padahal obat di sini dengan yang ada di Singapura sama. Ada juga yang secara halus menolak ditangani dokter lokal, padahal kemampuan kita tidak kalah. Hal-hal seperti ini yang butuh concern dari pemerintah,” kata dia.

Akibat tren berobat ke luar negeri, puluhan triliun devisa lari ke luar negeri meski kualitas dokter dan fasilitas medik di Indonesia tak kalah dari luar negeri.

Dalam catatan pribadinya, dr Dasaad menilai Malaysia sebagai saingan terberat Indonesia.

“Karena itu marilah kita, rumah sakit di Indonesia, berlomba-lomba menjadi nomor satu dalam soal pelayanan dan fasilitas. Tak usah lagi meributkan hal-hal yang tidak penting. Kita sudah tertinggal jauh dari negera-negara lain yang sudah berlomba menjadi nomor satu di dunia, lha kita?” ujarnya.

Bethsaida Hospitals Hadirkan Centers of Excellence

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan