Tiongkok Beli Pesawat Militer Terbesar di Dunia, untuk Geser Pasukan ke Laut China Selatan?
Tiongkok membutuhkan pesawat angkut strategis untuk memberinya kemampuan angkut reaksi cepat ke pulau-pulau buatannya di Laut Cina Selatan.
Jawabannya mungkin dapat dilihat dari transport gap yang diderita PLAAF atau Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat.
Dengan pembangunan militer yang terus menggeliat, Tiongkok membutuhkan kemampuan proyeksi kekuatan, yang saat ini masih lemah pada sektor udara.
Armada pesawat angkut PLAAF saat ini masih bersandar pada Shaanxi Y-8, yang merupakan kopian dari pesawat angkut taktis An-12 Cub.
An-12, walaupun terkenal bandel, ukurannya terlalu kecil untuk dapat memindahkan pasukan dengan kekuatan satu Brigade penuh.
Pesawat angkut berat Xian Y-20 Kunpeng masih tengah dalam tahap pengembangan dan penyempurnaan, sementara untuk sektor pesawat angkut strategis, PLAAF sama sekali belum memilikinya.
Mudah diduga, Tiongkok membutuhkan pesawat angkut strategis untuk memberinya kemampuan angkut reaksi cepat, menggerakkan logistik, pasukan, dan persenjataan ke pulau-pulau buatannya di Laut Cina Selatan.
Penggunaan pesawat angkut strategis seperti An-225 akan memberikan fleksibilitas dan kecepatan untuk mengirimkan apapun yang diperlukan untuk memperkuat pertahanan gugus karang yang didudukinya.
Tiongkok sudah pasti membutuhkan kemampuan tersebut karena aksi klaim kewilayahan sepihak setelah melemparkan wacana Nine Dash Line yang membuat negara-negara di Asia Tenggara meradang.
Untuk setiap gugus karang di wilayah yang diklaimnya, Tiongkok membangun fasilitas komplit termasuk instalasi radar, sistem pertahanan udara, dan tentu saja landasan.
Sebagai contoh, landas pacu yang dibangun di gugus karang Fiery Cross memiliki panjang 3.300 meter, kurang lebih memadai untuk pendaratan An-225 Mriya.
Selain Fiery Cross, Tiongkok juga membangun landas pacu serupa di Subi Reef, dengan panjang kurang-lebih 2.500-3.300 meter berdasar estimasi foto satelit.
Walaupun keberadaan landas pacu ini diklaim Tiongkok untuk mendukung pariwisata, pertanyaan berikutnya adalah; siapa yang mau datang untuk jalan-jalan ke gugus karang di tengah samudera, di tempat yang antah berantah?
Aryo Nugroho/Angkasa