Konflik Palestina Vs Israel
Aktivis GSF Gaza : Kami Disiksa di Sel Israel, Diperlakukan secara Biadab sebelum Dideportasi
Aktivis GSF yang diculik Israel mengaku mengalami kekerasan fisik dan psikologis selama ditahan di sel penjara sebelum akhirnya dideportasi ke Turki
TRIBUNNEWS.COM - Sejumlah aktivis internasional Global Sumud Flotilla (GSF) yang diculik Israel mengaku mengalami kekerasan fisik dan psikologis selama ditahan di sel penjara Tel Aviv.
Tak hanya disiksa, mereka menyebut diperlakukan seperti “binatang” oleh militer Israel setelah kapal kemanusiaan berisi bantuan kemanusiaan ke Gaza diserang militer Israel di laut internasional pada Rabu (1/10/2025).
Sebelum diserang, 50 kapal kemanusian yang mewakili 44 negara seperti Malaysia, Italia, Swiss, Tunisia, dan Amerika Serikat membawa ratusan relawan, aktivis, dan anggota parlemen itu melintas di Laut Mediterania untuk menuju Gaza.
Namun saat Lokasi kapal sudah berjarak sekitar 75 kilometer dari pesisir barat Gaza, militer Israel secara mengejutkan melakukan intersepsi dan blokade.
Tak hanya itu mereka juga turut membajak seluruh kapal rombongan GSF yang hendak mengirim bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza, Palestina.
Beberapa kapal ditembak dengan meriam air bertekanan tinggi, sementara pasukan bersenjata lengkap naik ke kapal dan memaksa seluruh penumpang untuk menyerah.
“Kami berlutut, tengkurap, dan jika bergerak sedikit saja, mereka memukul kami,” ujar Paolo Romano, anggota dewan dari Italia, kepada AFP.
Ratusan Aktivis Ditangkap dan Disiksa
Setelah penyergapan itu, seluruh aktivis ditahan dan dibawa ke Pelabuhan Ashdod, kemudian dipindahkan ke Penjara Ketziot di Gurun Negev, fasilitas penahanan yang dikenal sering digunakan untuk tahanan politik Palestina.
Mereka ditahan selama dua hari tanpa air bersih, tanpa akses medis, dan dikurung di sel sempit.
“Kami diperlakukan seperti binatang. Mereka membuka pintu di malam hari dan menodongkan senjata untuk menakuti kami,” kata Romano.
Baca juga: Israel Terus Bombardir Gaza saat Negosiator Rencana Trump Tiba di Kairo
Laporan media Turki dan Italia menyebutkan bahwa aktivis lingkungan asal Swedia, Greta Thunberg, juga menjadi korban kekerasan.
Beberapa jurnalis yang ikut dalam armada bahkan mengatakan, Thunberg “diikat dengan bendera Israel dan diparadekan seperti trofi.”
Ia diseret di tanah, dipaksa mencium bendera Israel, dan ditahan di sel penuh kutu busuk tanpa makanan yang layak.
Hal serupa juga dialami aktivis muda asal Malaysia, Iylia Balqis (28), yang mengaku diperlakukan buruk selama penahanan.
“Kami diborgol dengan tangan di belakang punggung. Beberapa dari kami dipaksa berbaring di lantai, tidak diberi air, dan tidak diberi obat,” katanya.
Balqis menilai tindakan Israel sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Ia menyebut apa yang dialaminya menjadi pengingat bahwa perjuangan kemanusiaan untuk Gaza masih panjang.
Meski disiksa, banyak aktivis menyatakan tidak akan menyerah. Aktivis asal Libya, Malik Qutait, berjanji akan kembali membawa misi bantuan baru ke Gaza.
“Kami tidak takut. Kami akan kembali membawa obat, makanan, dan harapan untuk Gaza,” tegasnya.
Aktivis Global Sumud Dideportasi
Usai ditahan selama beberapa hari, ratusan aktivis kemanusiaan dari berbagai negara yang tergabung dalam armada Global Sumud Flotilla resmi dideportasi oleh Israel pada Sabtu (4/10/2025) waktu setempat.
Israel memulai proses deportasi lebih dari 400 aktivis yang ditangkap setelah intersepsi di laut.
Dari jumlah itu, 137 aktivis dari 13 negara diterbangkan ke Istanbul, Turki, menggunakan pesawat Turkish Airlines yang disewa khusus oleh pemerintah Turki.
Selain itu, aktivis asal Yunani, Swedia, dan Italia juga akan dideportasi ke negara asal masing-masing.
Media Israel i24News melaporkan bahwa Greta Thunberg, aktivis lingkungan asal Swedia yang ikut dalam armada, akan dideportasi ke Yunani bersama sejumlah aktivis Eropa lainnya pada Senin (6/10/2025).
Turki Buka Investigasi, Dunia Kecam Israel
Merespon tindakan yang dilakukan Israel, Pemerintah Turki telah secara resmi membuka penyelidikan terhadap tindakan militer Israel atas armada GSF.
Langkah ini diambil setelah ratusan aktivis internasional, termasuk warga negara Turki, ditangkap dalam intersepsi laut internasional dan mengalami kekerasan saat ditahan Israel.
Menurut laporan Daily Sabah Kejaksaan Agung Istanbul telah memulai penyelidikan terhadap tindakan Israel yang dianggap melanggar hukum laut internasional dan hak asasi manusia.
Pemerintah Turki menilai operasi militer tersebut bukan hanya bentuk agresi terhadap misi kemanusiaan, tetapi juga termasuk ke dalam kategori “tindakan terorisme negara.”
Kementerian Luar Negeri Turki dalam pernyataannya menyebut bahwa serangan Israel terhadap kapal bantuan yang berlayar dari Turki menuju Gaza merupakan pelanggaran berat terhadap Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS).
Turki menuduh Israel melakukan penculikan, kekerasan fisik dan psikologis, serta penahanan ilegal terhadap warganya.
Sementara itu, sejumlah negara dan organisasi internasional turut menyuarakan kecaman. Pemerintah Italia dan Swedia meminta penjelasan resmi dari Tel Aviv terkait kondisi warganya yang ditahan.
Insiden ini memperburuk citra Israel di mata dunia dan menambah tekanan diplomatik atas blokade Gaza yang telah berlangsung beberapa tahun terakhir.
(Tribunnews.com / Namira)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.