Minggu, 5 Oktober 2025

Konflik Palestina Vs Israel

Hamas Diperkirakan Menolak 20 Poin Rencana Perdamaian Gaza dari Donald Trump

Kelompok militan Palestina, Hamas diperkirakan bakal menolak rencana perdamaian 20 poin Gaza yang dirilis oleh Presiden AS, Donald Trump.

Anews/File
PERDAMAIAN DI GAZA - Seorang petempur Brigade Al Qassam, sayap militer Hamas, dalam sebuah parade militer beberapa waktu lalu di Jalur Gaza. Hamas menyatakan siap kembali berunding dengan Israel dalam negosiasi yang tidak setengah-setengah, mau bebaskan semua sandera Israel asalkan pasukan IDF berhenti melancarkan perang dan mundur total dari Gaza. Hamas diperkirakan bakal menolak rencana perdamaian 20 poin Gaza yang diajukan oleh Presiden AS Donald Trump saat bertemu dengan para pemimpin negara Arab dan Muslim di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB beberapa waktu yang lalu. 

TRIBUNNEWS.COM - Kelompok militan Palestina, Hamas, diperkirakan akan menolak keras rencana perdamaian 20 poin yang diajukan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

Proposal perdamaian yang dirilis Donald Trump tersebut bertujuan untuk mengakhiri perang di Gaza dan membebaskan 48 sandera yang tersisa.

Donald Trump merilis proposal 20 poin rencana perdamaian Gaza saat bertemu dengan pemimpin negara Arab dan Muslim di tengah-tengah Sidang Majelis Umum PBB minggu lalu.

Seorang pejabat senior Hamas mengatakan kepada BBC pada Rabu (1/10/2025), bahwa rencana yang diajukan oleh Trump tersebut "hanya melayani kepentingan Israel" dan secara terang-terangan "mengabaikan kepentingan rakyat Palestina."

Penolakan tersebut memperkuat pandangan bahwa Hamas tidak berniat melepaskan kendali militernya sebagai bagian dari kesepakatan damai.

Laporan BBC ini muncul bertentangan dengan laporan CBS News pada Selasa, yang mengutip sumber informasi terpercaya yang mengatakan bahwa Hamas dan kelompok militan Palestina lainnya justru cenderung akan menerima proposal Trump.

Meskipun demikian, Hamas sendiri belum memberikan tanggapan resmi.

Laporan tersebut menyebutkan bahwa proposal itu sedang dikaji secara "bertanggung jawab" oleh kepemimpinan Hamas baik di dalam maupun di luar Gaza.

Juru bicara Jihad Islam Palestina (PIJ), Mohammed al-Haj Musa, menambahkan bahwa proposal ini bukan hanya urusan Hamas semata, tetapi menyangkut seluruh rakyat Palestina.

Ia menekankan bahwa semua faksi harus berpartisipasi dalam merumuskan tanggapan nasional yang terpadu.

Di tengah pertimbangan Hamas, tiga negara mediator kunci — Qatar, Turki, dan Mesir — dikabarkan telah mendesak organisasi tersebut untuk menerima rencana perdamaian 20 poin itu.

Baca juga: Israel: Siapa pun yang Masih Tinggal di Kota Gaza Dianggap Kombatan Hamas

Menurut laporan Axios, Perdana Menteri Qatar, Mohammed bin Abdulrahman al-Thani, bahkan telah mengatakan kepada para pemimpin Hamas bahwa "ini adalah kesepakatan terbaik yang bisa ia dapatkan untuk mereka dan situasinya tidak akan menjadi jauh lebih baik dari ini".

Hamas Tuntut Klausul Pelucutan Senjata Dicabut

Proposal gencatan senjata Gaza yang digagas Donald Trump menghadapi batu sandungan besar.

Kelompok perlawanan Palestina, Hamas, menyatakan keinginan untuk mengamandemen sejumlah klausul kunci, terutama yang berkaitan dengan pelucutan senjata.

Menurut sumber Palestina yang dekat dengan petinggi Hamas, para negosiator kelompok tersebut telah menyampaikan keberatan ini dalam pertemuan dengan para pejabat Turki, Mesir, dan Qatar di Doha pada Selasa lalu.

"Hamas ingin mengamandemen beberapa klausul seperti yang tentang pelucutan senjata dan pengusiran kader faksi," kata sumber anonim kepada kantor berita AFP, Rabu (1/10/2025).

Proses negosiasi ini juga mengungkap adanya perpecahan di internal Hamas terkait proposal AS tersebut.

Sumber yang mengetahui negosiasi itu mengatakan kepada AFP bahwa ada dua kubu yang saling bertentangan.

Kubu pertama mendukung persetujuan tanpa syarat, demi mengamankan gencatan senjata yang dijamin oleh Trump.

Syaratnya, para mediator harus memastikan Israel benar-benar melaksanakan rencana tersebut.

Sementara kubu kedua menolak keras pelucutan senjata dan penyingkiran warga Palestina mana pun dari Gaza.

Kubu ini hanya mendukung kesepakatan bersyarat, menuntut klarifikasi agar "pendudukan Gaza tidak dilegitimasi, sementara perlawanan dikriminalisasi".

Hamas diperkirakan akan memberikan respons resmi mereka dalam "dua atau paling lama tiga hari" ke depan, dan hasilnya akan sangat menentukan nasib proposal perdamaian Gaza yang dinantikan dunia.

Trump Beri Ultimatum

Baca juga: Poin-poin yang Sulit Diterima Israel dan Hamas dalam 20 Poin Rencana Trump

Sementara itu, di pihak Israel, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah menyetujui rencana tersebut pada Senin, menyusul pertemuan dengan Trump di Gedung Putih.

Dalam konferensi pers, Trump menegaskan bahwa Israel akan mendapatkan "dukungan penuh" dari AS untuk "menyelesaikan tugas menghancurkan ancaman Hamas" jika kelompok militan tersebut menolak kesepakatan.

"Jika Hamas menolak kesepakatan, yang selalu mungkin terjadi — mereka satu-satunya yang tersisa. Semua orang telah menerimanya."

"Tetapi saya punya firasat bahwa kami akan mendapat jawaban positif. Namun jika tidak, seperti yang Anda tahu Bibi (Netanyahu), Anda akan mendapat dukungan penuh kami untuk melakukan apa yang harus Anda lakukan," tegas Trump, dikutip dari The Jerusalem Post.

Di luar pihak yang berkonflik, banyak aktivis anti-Israel dan pihak Barat juga telah menolak rencana Trump.

Mereka mengklaim bahwa proposal untuk mengakhiri perang itu merupakan simbol penyerahan, kolonialisme, dan pembersihan etnis.

(Tribunnews.com/Whiesa)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved