Selasa, 7 Oktober 2025

Konflik Rusia Vs Ukraina

Perang Rusia-Ukraina Hari ke-1.310: Zelensky Muak, PBB Obral Kecaman tapi Aksinya Nol

Perang Rusia-Ukraina hari ke-1.310. Dalam pidatonya pada Rabu, Zelensky muak dengan PBB, sebut kecaman saja tidak berarti tanpa tindakan.

Kantor Presiden Ukraina
ZELENSKY BERPIDATO - Foto diunduh dari laman Kantor Presiden Ukraina, Kamis (25/9/2025), memperlihatkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dalam pidatonya di Majelis Umum PBB menyoroti lemahnya peran organisasi internasional dalam menghadapi konflik, di markas PBB di New York, Rabu (24/9/2025). 

TRIBUNNEWS.COM - Perang Rusia dan Ukraina memasuki hari ke-1.310 pada Kamis (25/9/2025), memperpanjang perang sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari 2022.

Perang Rusia–Ukraina berakar dari ketegangan lama sejak bubarnya Uni Soviet pada 1991.

Setelah Soviet bubar, Rusia menjadi pewaris utama kekuatan Soviet, sedangkan Ukraina dan republik lain memilih merdeka.

Hubungan kedua negara terus diwarnai perselisihan, mulai dari masalah perbatasan, pencarian identitas nasional, hingga perbedaan arah politik.

Situasi memanas setelah Revolusi Maidan 2014, ketika Presiden Ukraina Viktor Yanukovych yang dekat dengan Moskow digulingkan.

Pemerintahan baru Ukraina kemudian lebih condong ke Barat, keputusan yang membuat Rusia geram.

Sebagai respons, Rusia mencaplok Krimea dan mendukung separatis di Donetsk serta Luhansk, yang akhirnya memicu perang di wilayah Donbas.

Konflik itu memuncak pada Februari 2022, saat Presiden Vladimir Putin melancarkan invasi besar-besaran ke Ukraina.

Putin beralasan serangan itu untuk melawan pengaruh “neo-Nazi” di pemerintahan Kyiv, melindungi warga keturunan Rusia di Donbas, sekaligus menolak rencana Ukraina bergabung dengan NATO yang dianggap mengancam keamanan Rusia.

Pada hari Rabu, sebuah fasilitas energi di wilayah Vinnytsia diserang. 

"Terjadi tabrakan di fasilitas energi. Semua layanan terkait telah tiba di lokasi kejadian. Hingga saat ini, belum ada informasi yang diterima mengenai korban," tulis Wakil kepala pertama administrasi militer regional, Natalia Zabolotna di Facebook, lapor Suspilne.

Baca juga: Moskow Diguyur Serangan Drone Besar-besaran Ukraina, Kilang Gazprom Kena Hantam 2 Kali dalam Sepekan

Berpidato di PBB, Zelensky Muak dengan Pernyataan Tanpa Tindakan

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dalam pidatonya di Majelis Umum PBB menyoroti lemahnya peran organisasi internasional dalam menghadapi konflik. 

Ia menilai dunia hanya mendengar pernyataan tanpa tindakan nyata, meski pertumpahan darah terus terjadi.

Ia memperingatkan dunia sedang menghadapi “perlombaan senjata paling merusak dalam sejarah manusia” dan mendesak masyarakat internasional untuk bertindak melawan Rusia sekarang.

Selain itu, ia menegaskan Presiden Rusia Vladimir Putin ingin memperluas perangnya di Eropa.

Presiden Ukraina memperingatkan, respons internasional yang lemah mempercepat perlombaan senjata global, yang kini dipengaruhi oleh kecerdasan buatan.

"Para pemimpin yang terhormat, kita sekarang sedang menjalani perlombaan senjata paling destruktif dalam sejarah manusia karena kali ini, perlombaan tersebut melibatkan kecerdasan buatan. Kita membutuhkan aturan global sekarang tentang bagaimana AI dapat digunakan dalam persenjataan. Dan ini sama mendesaknya dengan mencegah penyebaran senjata nuklir," katanya.

Zelensky menambahkan, Ukraina telah mengembangkan pesawat serang tak berawak dan pesawat tak berawak laut untuk menghadapi angkatan laut Rusia di Laut Hitam dan menyerang pesawat pengebom strategis.

“Semua ini tidak akan terjadi jika (Presiden Rusia Vladimi) Putin tidak memulai agresi skala penuh ini," lanjutnya.

Ia juga menyebut lemahnya lembaga internasional yang tidak bisa menghentikan perang di berbagai negara.

"Begitulah lemahnya lembaga-lembaga ini. Apa yang sebenarnya bisa diharapkan Sudan, Somalia, Palestina, atau negara-negara lain yang sedang berperang dari PBB atau sistem global? Selama beberapa dekade, hanya pernyataan dan pernyataan," tegasnya.

Zelensky juga menyinggung Gaza dan Suriah yang minim dukungan internasional. 

"Suriah layak mendapatkan dukungan yang lebih kuat dari komunitas internasional. Orang-orang terus meninggal setiap minggu. Namun, tidak ada gencatan senjata karena Rusia menolak," ujarnya.

Pidato itu disampaikan dalam pekan tingkat tinggi Sidang Umum PBB ke-80 yang dibuka AS pada 22 September 2025, dengan tema "Lebih Baik Bersama: 80 Tahun dan Lebih Banyak Perdamaian, Pembangunan, dan Hak Asasi Manusia."

Selain pidato, Zelensky dijadwalkan bertemu lebih dari 20 pemimpin dunia, termasuk Presiden AS Donald Trump. 

Di sela-sela sidang, juga berlangsung pertemuan soal pemulangan anak-anak Ukraina yang diculik Rusia serta pertemuan kelima Platform Krimea.

Salah satu isu penting Majelis Umum kali ini adalah pengakuan negara Palestina. 

Dalam beberapa hari terakhir, lebih dari 10 negara seperti Inggris, Australia, Kanada, Denmark, dan Portugal telah menyatakan pengakuan atau kesiapan mereka mengakui Palestina.

Uni Eropa Siapkan Pinjaman untuk Ukraina

Uni Eropa berencana memberi Ukraina "pinjaman reparasi" hingga 130 miliar euro, dengan jumlah akhir ditentukan setelah IMF menilai kebutuhan Ukraina pada 2026–2027.

Pinjaman ini akan menggunakan aset Rusia yang dibekukan di Eropa, terutama yang disimpan di Euroclear Belgia senilai 210 miliar euro (175 miliar sudah jadi uang tunai). 

Ukraina hanya wajib membayar pinjaman setelah mendapat ganti rugi dari Rusia lewat perjanjian damai. 

Risiko kewajiban pinjaman akan ditanggung bersama negara-negara Uni Eropa dan kemungkinan G7.

Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengusulkan mekanisme ini pada 10 September. 

Uni Eropa juga ingin lebih dulu melunasi 45 miliar euro dari pinjaman G7 senilai 50 miliar dolar yang sudah disepakati tahun lalu, lalu sisanya (sekitar 130 miliar euro) bisa dipakai untuk mekanisme baru.

Menurut Komisioner Ekonomi UE Valdis Dombrovskis, keputusan akhir menunggu penilaian IMF.

Saat ini, Komisi Eropa sedang mencari cara menggunakan aset Rusia yang dibekukan tanpa benar-benar menyitanya, karena isu ini sensitif bagi banyak pemerintah UE dan Bank Sentral Eropa.

Menlu AS Bertemu Menlu Rusia

Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio bertemu dengan Menlu Rusia Sergei Lavrov di sela-sela Sidang Umum PBB ke-80. 

Dalam pertemuan itu, Rubio menegaskan kembali pesan Presiden Donald Trump agar Rusia menghentikan kekerasan dan menunjukkan langkah nyata menuju perdamaian yang adil dan berkelanjutan.

Rubio menekankan, Washington menunggu tindakan konkret dari Moskow sebagai bukti kesediaan menghentikan agresi dan mencari solusi diplomatik.

Dari pihak Rusia, juru bicara Kementerian Luar Negeri Maria Zakharova hanya membagikan dua foto "pertemuan para petinggi Kementerian Luar Negeri Rusia dan Amerika Serikat" di Telegram tanpa memberikan komentar tambahan.

Kantor berita negara Rusia TASS kemudian melaporkan, pertemuan itu berlangsung lebih dari 50 menit.

Setelah pemerintahan Donald Trump berkuasa, Menteri Luar Negeri Marco Rubio berbicara dengan Lavrov melalui telepon beberapa kali.

Trump Ubah Haluan, Anggap Perang di Ukraina Sangat Buruk

Presiden AS Donald Trump kini menilai perang Rusia-Ukraina "buruk bagi Rusia." 

Hal ini dijelaskan Wakil Presiden J.D. Vance di Concord, North Carolina pada hari Rabu.

Menurut Vance, Trump tidak berubah sikap, melainkan hanya menunjukkan "pengakuan realitas di lapangan." 

Ia menjelaskan, Trump frustrasi karena Rusia dianggap tidak cukup serius untuk mengakhiri perang, sementara Trump sendiri sudah menekankan kepada Putin dan Zelensky, "sudah waktunya untuk menghentikan pembunuhan."

Trump sebelumnya menulis di Truthr Social, Ukraina dengan bantuan Uni Eropa bisa memenangkan perang dan mengembalikan wilayahnya, bahkan "melangkah lebih jauh," dengan kondisi ekonomi Rusia yang memburuk. 

Zelensky menyebut pernyataan ini sebagai sinyal positif dan "sedikit mengejutkan."

Pada 23 September, Trump dan Zelensky bertemu di New York di sela-sela Sidang Umum PBB, membahas situasi di garis depan, pertukaran tahanan, dan sanksi terhadap Rusia

Zelensky mendukung gagasan Trump untuk menghentikan pembelian energi Rusia, sementara Trump menilai masih "terlalu dini" untuk membicarakan jaminan keamanan bagi Ukraina.

Zelensky Temui Sekjen NATO Mark Rutte

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky bertemu dengan Sekjen NATO, Mark Rutte, di sela-sela KTT PBB di New York pada hari Rabu.

Dalam pertemuan itu, Zelensky menegaskan pelanggaran wilayah udara negara-negara NATO belakangan ini bukanlah kecelakaan, melainkan tindakan yang sengaja dilakukan Rusia.

Mereka juga membahas inisiatif bernama PURL (Daftar Persyaratan Prioritas Ukraina), yaitu program yang memungkinkan Ukraina mendapatkan senjata buatan Amerika melalui pendanaan dari negara-negara anggota NATO.

Selama 2 bulan berjalan, program ini sudah berhasil mengumpulkan senjata senilai $2,1 miliar untuk Ukraina.

36 Negara Mendukung Ukraina untuk Kecam Rusia di PBB

Pernyataan bersama Ukraina dan Uni Eropa yang mengecam Rusia di PBB hanya mendapat dukungan dari 36 negara dari total 193 anggota, sedangkan Amerika Serikat justru memilih abstain.

Dokumen itu, yang disampaikan oleh Kepala Urusan Luar Negeri Uni Eropa Kaja Kallas dan Menteri Luar Negeri Ukraina Andrey Sibiga di markas PBB New York, menyebut tindakan Rusia sebagai "pelanggaran terang-terangan terhadap Piagam PBB" serta menyerukan tekanan maksimal terhadap Moskow dan dukungan bagi integritas wilayah Ukraina.

Pernyataan ini didukung 26 negara anggota Uni Eropa (kecuali Hongaria), serta Albania, Andorra, Australia, Bosnia dan Herzegovina, Kanada, Jepang, Monako, Selandia Baru, Norwegia, dan Inggris.

Pada Februari lalu, Dewan Keamanan PBB juga menolak resolusi serupa dari Ukraina dan sekutunya. 

Sebaliknya, resolusi alternatif yang diajukan AS lolos, dengan menghindari label Rusia sebagai agresor dan hanya menyerukan "pengakhiran segera" konflik.

Wakil utusan Rusia untuk PBB, Dmitry Polyansky, menyebut hasil ini sebagai kemenangan akal sehat, dengan mengatakan bahwa “semakin banyak orang menyadari warna asli rezim Zelensky.”

Moskow sendiri menilai perang ini sebagai perang proksi Barat, dan menegaskan konflik bisa berakhir jika Kyiv mencabut klaim atas lima wilayah yang bergabung dengan Rusia sejak 2014, kembali netral, serta menjamin hak warga berbahasa Rusia.

Peskov: Rusia Adalah Beruang, Bukan Macan Kertas

Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menolak pernyataan Presiden AS Donald Trump yang menyebut Rusia sebagai "macan kertas", sambil bercanda bahwa Rusia lebih sering disebut sebagai beruang.

Sehari sebelumnya, Trump mengatakan setelah bertemu Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky bahwa Ukraina bisa merebut kembali seluruh wilayahnya jika Uni Eropa dan NATO terus mendukungnya.

Ia menyebut Rusia "macan kertas" dengan "masalah ekonomi BESAR", dan menyatakan "inilah saatnya bagi Ukraina untuk bertindak."

Menanggapi hal itu, Peskov berkata: "Rusia bukanlah harimau. Rusia lebih sering dikaitkan dengan beruang. Tidak ada yang namanya 'beruang kertas', dan Rusia adalah beruang sungguhan."

Ia menambahkan, ekonomi Rusia telah beradaptasi dengan perang meski menghadapi masalah akibat sanksi Barat. 

Menurutnya, Trump sebagai "pengusaha" hanya ingin dunia membeli minyak dan gas AS lebih mahal. 

Namun, ia juga menegaskan Presiden Rusia Vladimir Putin "sangat menghargai" upaya Trump memediasi perang, dan hubungan keduanya tetap "hangat."

Peskov menjelaskan, pembicaraan dengan AS berjalan lambat karena Washington selalu mengaitkannya dengan konflik Ukraina

Rusia tetap terbuka untuk perdamaian, menurut pernyataanya dalam laporan Russia Today.

"Dinamika menunjukkan bahwa bagi mereka yang tidak ingin bernegosiasi hari ini, posisi mereka akan jauh lebih buruk besok atau lusa," ujarnya.

Presiden Komisi Eropa Dukung Opsi 'Tembak Pesawat Rusia'

Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyatakan bahwa opsi menembak jatuh pesawat Rusia yang memasuki wilayah udara NATO tidak bisa dikesampingkan setelah beberapa dugaan pelanggaran terjadi bulan ini.

Presiden AS Donald Trump juga menekankan, anggota NATO Eropa harus menjatuhkan pesawat Rusia yang melanggar wilayah udara mereka. 

Polandia dan Estonia menuduh Moskow melakukan penyusupan pada bulan ini, yang dibantah pemerintah Rusia.

 "Menurut saya, kita harus mempertahankan setiap sentimeter persegi wilayah ini. Artinya, jika terjadi penyusupan di wilayah udara, setelah peringatan, setelah mendapatkan kejelasan, tentu saja opsi untuk menembak jatuh jet tempur yang menyusup ke wilayah udara kita tersedia," kata Von der Leyen.

Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte menjelaskan, keputusan menanggapi pesawat penyusup dibuat "dalam waktu nyata dan selalu didasarkan pada intelijen yang tersedia mengenai ancaman yang ditimbulkan."

Menteri Luar Negeri Polandia Radoslaw Sikorski memperingatkan, setiap intrusi di masa depan akan ditanggapi dengan kekerasan.

"Jika rudal atau pesawat lain memasuki wilayah udara kita tanpa izin – baik sengaja maupun tidak sengaja – dan ditembak jatuh serta puing-puingnya jatuh di wilayah NATO, mohon jangan datang ke sini untuk mengeluh," katanya.

Menteri Luar Negeri Inggris Yvette Cooper menambahkan, "Kami siap untuk mengambil semua langkah yang diperlukan guna mempertahankan langit dan wilayah NATO… Jika kami perlu menghadapi pesawat yang beroperasi di wilayah udara NATO tanpa izin, kami akan melakukannya."

Rusia menolak tuduhan itu. Wakil Duta Besar PBB Dmitry Polyansky menyebutnya sebagai "histeria Russophobia", dan menegaskan bahwa kerusakan yang dilaporkan di Polandia sebenarnya disebabkan oleh rudal dari pesawat F-16 NATO, bukan dari Rusia

Rusia juga menekankan, jet-jetnya di atas Laut Baltik melakukan penerbangan sesuai rute yang disepakati dan tidak melintasi wilayah udara Estonia.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved