Selasa, 30 September 2025

PM Prancis Francois Bayrou Digulingkan, Presiden Macron Cari Penggantinya

Perdana Menteri Prancis, Francois Bayrou, digulingkan melalui mosi tidak percaya pada Senin malam. Presiden Macron segera menunjukkan PM baru.

|
Facebook Francois Bayrou
PM PRANCIS DIGULINGKAN - Foto diambil dari Facebook Francois Bayrou pada Selasa (9/9/2025), memperlihatkan Francois Bayrou dalam unggahan pada 19 Juni 2023. Pada 8 September 2025, PM Francois Bayrou digulingkan melalui mosi tidak percaya. 

TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Prancis, Francois Bayrou, digulingkan oleh Majelis Nasional melalui mosi tidak percaya pada Senin (8/9/2025).

Penggulingan perdana menteri dari partai Mouvement Démocrate (MoDem) itu meruntuhkan pemerintahan Prancis.

Francois Bayrou adalah perdana menteri kedua yang digulingkan di bawah Presiden Prancis Emmanuel Macron.

Ia digulingkan melalui pemungutan suara terhadap rencana penghematan anggaran yang ia ajukan di Majelis Nasional.

Rancangan penghematan yang diajukan Francois Bayrou hanya mendapat 194 suara mendukung dan 364 suara lainnya menolak.

Dalam sistem Prancis, jika pemerintah kalah dalam pemungutan suara kepercayaan, maka dianggap otomatis kehilangan legitimasi yang efeknya sama seperti mosi tidak percaya.

Koalisi partai kiri New Popular Front (Nouveau Front Populaire/NFP) dan partai National Rally (Rassemblement National/RN) bersatu untuk menggulingkan Francois Bayrou terkait rencana penghematan anggaran yang diajukannya.

Francois Bayrou sebelumnya sudah lolos dari delapan kali upaya mosi tidak percaya di parlemen. 

Namun kali ini, justru Bayrou sendiri yang meminta diadakan pemungutan suara pada hari Senin. 

Tujuannya adalah untuk mendapatkan dukungan parlemen terhadap rencananya menghemat hampir €44 miliar (sekitar Rp774,4 triliun) agar beban utang Prancis bisa berkurang, sebelum pemerintah mengajukan rancangan anggaran resmi pada bulan Oktober.

Rancangan tersebut justru ditolak oleh parlemen karena dianggap terlalu berat bagi rakyat, mengakibatkan perdana menteri kalah suara dan harus lengser dari jabatannya.

Baca juga:  Macron Terancam Dimakzulkan, Oposisi Soroti Krisis Anggaran dan Utang Membengkak

Presiden Prancis Emmanuel Macron harus memilih antara menunjuk perdana menteri atau mengadakan pemilihan umum dadakan.

Kantor Macron mengatakan presiden akan menerima pengunduran diri pemerintahan Francois Bayrou pada hari Selasa dan menunjuk perdana menteri baru dalam beberapa hari, menurut laporan media Prancis, France24.

Belum ada kandidat yang diungkapkan ke publik mengenai penunjukkan perdana menteri baru.

Usulan Perdana Menteri soal "Penghematan"

Francois Bayrou sebelumnya berulangkali memperingatkan bahwa utang nasional Prancis dapat membahayakan negaranya.

Sebelum digulingkan, ia mengusulkan untuk memangkas pengeluaran hingga €44 miliar dari rencana anggaran, seperti diberitakan Le Monde.

Hal ini karena setiap tahun, pemerintah Prancis harus membayar bunga utang yang jumlahnya makin lama makin besar. 

Akibatnya, banyak uang negara yang seharusnya bisa dipakai untuk kesehatan, pendidikan, atau membantu rakyat, malah habis hanya untuk membayar bunga utang.

Apabila utang ini tidak segera dikendalikan, para investor atau pemberi pinjaman bisa kehilangan kepercayaan pada Prancis

Mereka bisa menuntut bunga yang lebih tinggi atau bahkan menolak memberi pinjaman baru dan situasi itu bisa membuat pemerintah sulit membiayai kebutuhannya.

Bayrou menyebut kondisi ini sebagai “bahaya mematikan” karena bisa membuat negara kehilangan kendali atas keuangannya.

Apabila dibiarkan, pemerintah bisa dipaksa untuk menaikkan pajak tinggi-tinggi, memangkas anggaran sosial, atau menghentikan proyek pembangunan. 

Semua itu akan menyulitkan kehidupan rakyat dan melemahkan ekonomi, sehingga Bayrou mendorong penghematan besar-besaran hampir €44 miliar, agar utang negara bisa ditekan dan keuangan Prancis tetap aman.

Pengurangan pengeluaran hingga €44 miliar itu dapat dipakai untuk mengurangi utang atau setidaknya menahan agar utang tidak semakin membengkak.

Francois Bayrou

PM PRANCIS DIGULINGKAN - Foto diambil dari Facebook Francois Bayrou pada Selasa (9/9/2025), memperlihatkan Perdana Menteri Prancis Francois Bayrou berpidato dalam acara pembukaan Universitas 2024 pada 3 Oktober 2024.
PM PRANCIS DIGULINGKAN - Foto diambil dari Facebook Francois Bayrou pada Selasa (9/9/2025), memperlihatkan Perdana Menteri Prancis Francois Bayrou berpidato dalam acara pembukaan Universitas 2024 pada 3 Oktober 2024. (Facebook Francois Bayrou)

Francois Bayrou lahir pada 25 Mei 1951 di Bordères, Prancis barat daya, dari keluarga petani sederhana. 

Masa kecilnya sulit karena kehilangan ayah dalam kecelakaan traktor dan ia juga mengalami gangguan bicara. 

Meski begitu, ia menempuh pendidikan tinggi di bidang sastra, menjadi guru, dan menulis karya akademis. 

Pada tahun 1971, Francois Bayrou menikah dengan Élisabeth Perlant dan memiliki enam anak.

Ia masuk politik sejak 1970-an melalui partai tengah-kanan dan terpilih sebagai anggota parlemen pada tahun 1986. 

Francois Bayrou pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan (1993–1997) dan sebentar menjadi Menteri Kehakiman pada tahun 2017. 

Selain itu, ia juga tiga kali mencalonkan diri sebagai Presiden, dan meski kalah, ia cukup populer sehingga mendirikan partai Mouvement Démocrate (MoDem) pada 2007. 

Meski tiga kali gagal memenangkan pemilu presiden, ia tidak menyerah dalam karier politiknya dan pada tahun 2014, ia menjadi Wali Kota Pau.

Pada Desember 2024, Francois Bayrou ditunjuk Presiden Emmanuel Macron sebagai Perdana Menteri. 

Sebagai perdana menteri, ia ingin menstabilkan politik dan memperingatkan bahwa utang Prancis sangat berbahaya. 

Untuk itu, ia mengusulkan penghematan besar hampir €44 miliar. Namun, banyak pihak menolak karena dianggap membebani rakyat.

Setelah lolos dari delapan mosi tidak percaya, pada 8 September 2025 Bayrou justru menggelar pemungutan suara sendiri untuk menguji dukungan terhadap rencananya. Namun ia kalah, sehingga pemerintahannya jatuh. 

Sistem Pemerintahan Prancis

Prancis menganut sistem semi-presidensial sejak Konstitusi 1958. 

Dalam sistem tersebut, presiden dipilih langsung rakyat untuk 5 tahun, berperan sebagai kepala negara, mengurus luar negeri dan keamanan, serta menunjuk Perdana Menteri. 

Sementara itu, Perdana Menteri memimpin pemerintahan sehari-hari bersama kabinet.

Kekuatan Presiden bergantung pada dukungan parlemen. Jika mayoritas mendukungnya, Presiden lebih dominan, namun jika tidak, terjadi “cohabitation”, di mana Perdana Menteri lebih berperan dalam urusan domestik.

Parlemen terdiri dari Majelis Nasional dan Senat, yang membuat undang-undang dan bisa menjatuhkan pemerintah lewat mosi tidak percaya. 

Untuk menjaga stabilitas, ada aturan ketat agar pergantian pemerintah tidak terlalu sering.

Selain itu, ada Dewan Konstitusi yang memastikan hukum sesuai konstitusi. 

Dengan sistem ini, kekuasaan di Prancis dibagi antara Presiden, Perdana Menteri, dan Parlemen, sehingga ada keseimbangan dan kontrol, seperti dijelaskan El Pais.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan