Viral WNA Mengemis di Ruang Tunggu Pesawat Bandara KLIA, Pemerintah Malaysia Buka Suara
Adapun tiga pengemis asing di Bandara KLIA tersebut terdiri dari dua warga Aljazair dan satu warga Irak.
TRIBUNNEWS.COM - Badan Pengawasan dan Perlindungan Perbatasan Malaysia (AKPS) berhasil menangkap sejumlah pengemis asing yang kedapatan menyalahgunakan izin masuk ke negara tersebut.
Agensi yang menjadi garis terdepan dalam perkara imigrasi di Malaysia tersebut menyatakan tiga warga asing ditangkap dalam operasi tersebut.
Adapun tiga pengemis asing tersebut terdiri dari dua warga Aljazair dan satu warga Irak.
Ketiganya ditangkap setelah terbukti mengemis di luar ruang keberangkatan Terminal Satu Bandara Internasional Kuala Lumpur (KLIA) pada Selasa (12/8/2025).
KLIA merupakan bandara utama di Ibukota Malaysia yang melayani penerbangan internasional dan domestik
Berbagai maskapai kelas dunia seperti Malaysia Airlines, Emirates, Qatar Airways, dan Singapore Airlines termasuk yang paling sering melakukan penerbangan di KLIA
Adapun terminal 1 dari Bandara KLIA menangani rute internasional jarak jauh ke destinasi global di Eropa, Timur Tengah, Asia, dan Australia, serta penerbangan domestik ke kota-kota utama Malaysia seperti Penang, Kota Kinabalu, dan Kuching dengan layanan premium.
Sebagai pusat operasional utama Malaysia Airlines, Terminal 1 juga menjadi hub aliansi global oneworld untuk penerbangan internasional dari dan ke kawasan Asia Tenggara.
Terkait penangkapan tiga pengemis di Terminal 1 KLIA tersebut, AKPS pun buka suara
“Penangkapan dilakukan selama operasi pemantauan calo di KLIA yang digelar oleh AKPS bersama petugas keamanan bandara dari pukul 08.30 hingga 10.30,” demikian pernyataan resmi AKPS pada Selasa.
Menurut AKPS, keberadaan pengemis di dalam bandara KLIA termasuk pelanggaran yang ikut menjadi sorotan pemerintah Malaysia.
Baca juga: Bahlil Soal Blok Ambalat: Ada Ide Sumber Daya Alamnya Dikelola RI-Malaysia
“Tindakan mereka tidak hanya melanggar ketentuan izin masuk ke negara ini, tetapi juga merusak citra negara serta menimbulkan rasa tidak nyaman bagi pengguna bandara,” lanjut pernyataan AKPS tersebut.
AKPS menambahkan bahwa ketiga pelaku telah diserahkan kepada Departemen Imigrasi untuk proses hukum lebih lanjut.
Dalam kasus terpisah, sebanyak 40 warga negara Bangladesh diberikan Surat Perintah Tidak Diperbolehkan Mendarat (NTL) selama operasi serupa pada hari yang sama.
“Mereka merupakan bagian dari 134 warga asing yang diperiksa setelah dua penerbangan tiba dari Dhaka antara pukul 01.00 hingga 06.00,” jelas pernyataan tersebut.
“Perintah NTL dikeluarkan setelah pemeriksaan dokumen perjalanan, tujuan masuk, dan tiket pulang yang menunjukkan perilaku mencurigakan,” tambahnya.
Seluruh warga asing yang terkena perintah NTL telah dipulangkan ke negara asal dalam waktu 24 jam sesuai prosedur.
Pernyataan tersebut juga mencatat terjadinya peningkatan 20 persen jumlah perintah NTL yang dikeluarkan selama periode Mei hingga Juli 2025, dari 900 menjadi 1.134 kasus.
Imigran Ilegal Terus Jadi Momok Malaysia
Masalah imigran ilegal terus menjadi sorotan di Negeri Jiran ungkap Menteri Dalam Negeri Malaysia, Datuk Seri Saifuddin Nasution Ismail pada 8 Agustus 2025.
Hal ini diungkapkan Saifuddin melalui temuan bahwa sebanyak 17.896 imigran ilegal tanpa dokumen resmi saat ini ditahan di berbagai fasilitas penampungan seluruh wilayah Malaysia per 6 Juli 2025. D
ata ini disampaikan secara tertulis di Parlemen Malaysia sebagai respons atas pertanyaan anggota dewan Syed Saddiq Syed Abdul Rahman dari fraksi Muda-Muar, dikutip dari The Star.
Dari jumlah tersebut, sekitar 10,4 persen atau 1.861 orang merupakan anak-anak berusia di bawah 18 tahun yang seluruhnya didampingi minimal satu orang tua.
Anak-anak tersebut ditempatkan di enam pusat penahanan khusus bernama Baitul Mahabbah.
Baca juga: Mendagri Malaysia Sebut 18 Ribu Imigran Ilegal Ditahan di Negeri Jiran, 21 Persennya dari Indonesia
Adapun total fasilitas penahanan imigran ilegal terdiri dari 18 pusat permanen dan dua pusat sementara yang tersebar di 20 lokasi.
Berdasarkan statistik Imigrasi Malaysia, 78 persen imigran ilegal adalah laki-laki (13.992 orang) dan 22 persen perempuan (3.974 orang). Empat negara penyumbang terbesar mencakup 90,7 persen total tahanan, dengan rincian:
Myanmar: 41,6 persen (7.453 orang),
Filipina: 21,5 persen (3.839 orang),
Indonesia: 21,3 persen (3.817 orang),
Bangladesh: 6,3 persen (1.136 orang).
Hukum Imigran Ilegal di Malaysia
Menurut Immigration Act 1959/63, imigran ilegal didefinisikan sebagai individu yang memasuki, tinggal, atau bekerja di Malaysia tanpa izin resmi.
Status ini mencakup pelanggaran seperti masuk melalui jalur tidak sah, overstaying, atau bekerja tanpa izin kerja.
Pelanggaran umum meliputi penyalahgunaan visa kunjungan untuk bekerja atau kedatangan ilegal.
Konsekuensi hukumnya berupa penahanan di pusat imigrasi, deportasi, denda hingga 10.000 ringgit, serta hukuman penjara maksimal lima tahun (Pasal 55).
Bagi yang terbukti bekerja tanpa izin, ancaman diperberat dengan hukuman cambuk 6–12 kali.
Pemerintah juga menerapkan kebijakan penahanan tanpa proses pengadilan selama verifikasi identitas dan persiapan deportasi.
Deportasi menjadi langkah akhir setelah proses administratif selesai, dengan biaya ditanggung negara asal.
Malaysia aktif berkoordinasi dengan negara asal melalui Memorandum of Understanding (MoU) untuk mempercepat deportasi.
Namun, isu hak asasi manusia terkait kondisi penahanan dan akses bantuan hukum kerap muncul. Kebijakan imigrasi Malaysia tetap mengacu pada National Security Council Act 2016 untuk menjaga keamanan nasional dan keteraturan sosial.
(Tribunnews.com/Bobby)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.