Selasa, 7 Oktober 2025

Konflik Suriah

Suriah Siapkan Pemilu Parlemen Pertama Pasca Jatuhnya Rezim Assad, Digelar September Tahun Ini

Suriah kini bersiap menggelar pemilihan parlemen pertamanya di bawah kepemimpinan baru antara tanggal 15-20 September 2025

Tangkapan layar YouTube Al Jazeera English
AHMED AL-SHARAA - Tangkapan layar YouTube Al Jazeera English pada Kamis (17/7/2025) yang menampilkan Presiden sementara Suriah Ahmed al-Sharaa telah menyampaikan pidato yang disiarkan televisi kepada rakyat, mengatakan bahwa Suriah telah menolak segala bentuk perpecahan sepanjang sejarahnya yang panjang dan akan mengatasi upaya Israel untuk memecah belah negara tersebut. Suriah kini bersiap menggelar pemilihan parlemen pertamanya di bawah kepemimpinan baru antara tanggal 15-20 September 2025 

TRIBUNNEWS.COM - Pada Desember lalu, rezim Bashar al-Assad yang telah memerintah Suriah hampir selama 25 tahun runtuh setelah serangan kilat oleh kelompok pemberontak.

Kepergian Assad ke Rusia menandai berakhirnya rezim Partai Baath yang telah berkuasa sejak 1963.

Setelah masa transisi, Suriah kini bersiap menggelar pemilihan parlemen pertamanya di bawah kepemimpinan baru antara tanggal 15-20 September 2025, dikutip dari Anadolu Ajansi.

Pemilu ini menjadi tonggak penting bagi pemerintahan transisi yang dipimpin oleh Presiden sementara Ahmad Al-Sharaa, yang dibentuk pada Januari lalu.

Komite Pemilihan Tinggi, yang dibentuk berdasarkan dekrit Sharaa pada Juni, tengah melakukan persiapan intensif untuk menyukseskan proses pemilihan yang akan melibatkan seluruh provinsi di negara tersebut.

Ketua Komite Tinggi untuk Pemilihan Majelis Rakyat, Mohammed Taha al-Ahmad menjelaskan bahwa pemilu ini akan memperluas jumlah kursi di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dari 150 menjadi 210.

Dari jumlah tersebut, sepertiganya, yakni 70 kursi, akan langsung ditunjuk oleh Presiden, sementara sisanya diperebutkan melalui pemilihan umum. 

Penentuan kursi berdasarkan data sensus penduduk tahun 2011 akan memastikan distribusi kursi yang lebih merata sesuai populasi di berbagai provinsi.

Salah satu hal yang menjadi perhatian utama adalah pembentukan badan-badan pemilihan di tingkat provinsi yang akan bertugas mengelola proses pemilu.

Menurut Hassan al-Daghim, anggota komite pemilu, setiap provinsi akan memiliki dewan elektoral yang mengatur pemilihan kursi secara lokal, memberi kesempatan bagi pemimpin masyarakat dan intelektual setempat untuk berpartisipasi dalam pemerintahan.

Presiden Sharaa menegaskan pentingnya pemilu dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Suriah tanpa adanya pembagian wilayah yang bisa memicu perpecahan. 

Ia juga menolak keras keterlibatan individu yang mendukung penjahat perang atau mempromosikan sektarianisme dan pemisahan, sebagai upaya menjaga persatuan bangsa.

Selain itu, pemilu ini dirancang dengan standar transparansi yang tinggi. 

Baca juga: Tiga Percobaan Pembunuhan Presiden Suriah Ahmed Al-Sharaa dalam 7 Bulan, Upaya Terakhir Paling Nekat

Prosesnya akan terbuka bagi pengawasan masyarakat sipil dan organisasi internasional, dengan Komite Pemilihan Tinggi yang bertanggung jawab memastikan integritas pemilu dan memberikan ruang bagi setiap pihak untuk menantang daftar kandidat maupun hasil akhir pemungutan suara.

Penting pula dicatat bahwa perempuan akan memiliki peran signifikan dalam penyelenggaraan pemilu, dengan sedikitnya 20 persen keterwakilan di badan pemilihan. 

Ini menjadi langkah progresif untuk mendorong partisipasi gender dalam proses politik yang baru ini.

Meski persiapan sudah berjalan, situasi di Suriah masih diwarnai ketegangan sektarian yang cukup tinggi, terutama setelah bentrokan berdarah di provinsi Suwayda antara suku Badui dan kelompok minoritas Druze, dikutip dari Al Jazeera.

Insiden tersebut bahkan mengundang campur tangan militer Israel yang melakukan serangan udara terhadap pasukan pemerintah Suriah

Konflik internal semacam ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah transisi dalam menjaga stabilitas selama masa pemilu.

Runtuhnya Rezim Assad

Rezim Bashar al-Assad, yang telah berkuasa di Suriah selama hampir 25 tahun, dan dinasti Assad yang memerintah sejak 1971 melalui Partai Ba'ath, akhirnya runtuh pada 8 Desember 2024. 

Kejatuhan ini adalah puncak dari sebuah kampanye militer cepat oleh kelompok-kelompok oposisi Suriah, terutama Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang berhasil merebut ibu kota Damaskus dan memaksa Assad melarikan diri ke Rusia.

Kejatuhan rezim Assad berlangsung sangat cepat, dalam waktu kurang dari dua minggu setelah operasi militer besar-besaran diluncurkan oleh kelompok pemberontak. 

Berikut Kronologinya:

Percikan Api di Aleppo - 27 November 2024

Setelah empat tahun jeda yang relatif tenang, Perang Saudara Suriah kembali menyala. 

HTS, kelompok yang menguasai sebagian besar Idlib dan beberapa wilayah tetangga, melancarkan serangan mendadak di Provinsi Aleppo. 

Mereka menamainya "Operasi Pencegahan Agresi" atau "Serangan Fajar Kebebasan," dan ini adalah permulaan dari kehancuran.

Jalur Logistik Terputus - 28 November 2024

Para pemberontak berhasil memutus Jalan Raya M5, jalur logistik vital yang menghubungkan Aleppo dengan Damaskus.

Ini adalah pukulan telak yang efektif mengisolasi pasukan Assad di wilayah utara.

Aleppo Jatuh ke Tangan Pemberontak HTS - 29-30 November 2024

Hanya dalam sehari, 29 November, HTS dan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) telah memasuki Aleppo dan dengan cepat menguasai sebagian besar kota, diiringi oleh keruntuhan pasukan pro-pemerintah yang mengejutkan. 

Pagi harinya, 30 November, Aleppo sepenuhnya dalam genggaman pemberontak. Ratusan tentara Suriah dilaporkan tewas.

Hama dalam Genggaman Pergerakan pemberontak 5 Desember 2024

Lima hari kemudian, mereka berhasil merebut Hama, kota terbesar keempat di Suriah

Meskipun tentara Suriah mengumumkan penarikan diri untuk "melindungi warga sipil," namun kecepatan masuknya pemberontak menunjukkan betapa rapuhnya pertahanan rezim.

Homs, Gerbang Menuju Damaskus - 7 Desember 2024

Sehari sebelum keruntuhan total, pemberontak Suriah merebut Homs, sebuah kota yang secara strategis sangat vital. 

Penguasaan Homs secara efektif memotong akses pasukan Assad ke wilayah pesisir Suriah, yang merupakan basis kekuasaan Alawite, tulang punggung rezim. 

Setelah Homs jatuh, pemimpin HTS dengan penuh keyakinan menyatakan, "Damaskus menanti Anda."

Damaskus Tumbang, Assad Kabur - 8 Desember 2024

Akhirnya, puncak dari semua itu tiba. Pada Minggu pagi yang bersejarah, 8 Desember 2024, pemberontak menyerbu dan merebut ibu kota Suriah, Damaskus. 

Mereka segera mengumumkan bahwa rezim pemerintahan Bashar al-Assad telah berakhir. 

Sementara itu, Bashar al-Assad, yang telah memimpin negerinya selama hampir seperempat abad, melarikan diri. 

Media pemerintah Rusia dan dua pejabat Iran mengonfirmasi bahwa Assad dan keluarganya telah tiba di Rusia dan diberikan suaka politik.

Kejatuhan yang begitu cepat ini tak lepas dari beberapa faktor krusial. 

Kelemahan militer Suriah yang telah terkuras setelah bertahun-tahun perang saudara menjadi sangat nyata. 

Demoralisasi dan korupsi merajalela di antara pasukannya. 

Ditambah lagi, sekutu utama Assad, seperti Rusia, Iran, dan Hizbullah, dilaporkan lebih fokus pada konflik lain, terutama perang Israel-Hizbullah, mengurangi dukungan militer vital yang selama ini menopang rezim. 

Serangan udara Israel terhadap target Iran dan Hizbullah di Suriah semakin memperparah kondisi. 

Di sisi lain, serangan HTS yang cepat dan terkoordinasi terbukti sangat efektif. 

Terakhir, krisis ekonomi dan sosial yang parah, dengan mayoritas penduduk hidup dalam kemiskinan, telah mengikis dukungan terhadap rezim dan menciptakan ketidakpuasan yang meluas.

(Tribunnews.com/Farra)

Artikel Lain Terkait Konflik di Suriah

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved