Konflik Iran Vs Israel
Arab Tolak Perintah Trump, Enggan Serahkan Rudal THAAD untuk Bantu Israel Hadapi Iran
Arab Saudi dengan tegas menolak permintaan Amerika Serikat untuk mengirim sistem pencegat Terminal High Altitude Area Defence (THAAD) ke Israel
TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah Arab Saudi dengan tegas menolak permintaan Amerika Serikat untuk mengirim sistem pencegat Terminal High Altitude Area Defence (THAAD) ke Israel.
Permintaan ini diajukan AS tepat Iran dan Israel terlibat perang 12 hari pada Juni lalu buntut kekhawatiran strategis PM Israel Benjamin Netanyahu terhadap potensi kepemilikan senjata nuklir oleh Iran.
Bagi Israel, keberadaan kekuatan nuklir di tangan negara-negara Timur Tengah, khususnya Iran, dianggap sebagai ancaman serius bagi keamanan kawasan dan eksistensi negaranya sendiri.
Alasan tersebut yang mendorong Israel untuk melakukan serangan brutal kepada Iran. Tak tinggal diam Iran juga turut melayangkan balasan mematikan ke sejumlah kota di Israel.
Hingga sistem pertahanan udara negara Israel itu nyaris kehabisan stok pencegat.
Mengantisipasi hal tersebut terjadi, Washington meminta Riyadh menyerahkan sebagian baterai THAAD guna memperkuat pertahanan Iran selaku sekutu mereka.
Namun, Riyadh menegaskan tidak akan mengirim baterai THAAD milik mereka yang dibeli dengan dana kedaulatannya sendiri.
Pemerintah Arab berdalih penolakan dilakukan demi menjaga stabilitas kawasan sekaligus mengamankan kepentingan ekonominya.
Lantaran memberi bantuan militer ke Israel berisiko merusak rekonsiliasi itu dan membuat Riyadh menjadi target balasan militer Iran, sebagaimana dilansir dari Middle East Eye.
Israel Krisis Senjata, Stok Amunisi Ludes
Militer Israel dilaporkan mengalami krisis senjata setelah stok persenjataan dan amunisi penting habis pasca berperang selama 12 hari dengan Iran.
Hal itu diungkap oleh tiga pejabat Amerika Serikat (AS), dalam laporan yang dikutip dari Al Jazeera pejabat yang tidak disebutkan namanya menyebut bahwa kondisi militer Israel tengah kritis lantaran kehabisan amunisi strategis.
Baca juga: Iran Gelar Perundingan Nuklir dengan Prancis, Jerman, Inggris di Istanbul
Selama perang berlangsung, penggunaan senjata dalam jumlah besar secara terus-menerus membuat stok cepat habis. Bahkan amunisi yang biasanya disimpan untuk kondisi darurat juga ikut digunakan.
Militer Israel kemungkinan menguras cadangan amunisi utama untuk mencapai target-target strategis dalam waktu singkat.
Karena serangan tidak direncanakan jauh hari, persiapan logistik juga minim, sehingga stok amunisi habis lebih cepat dari perkiraan.
Masalah tersebut semakin diperparah lantaran amunisi berteknologi tinggi dan mahal, seperti Iron Dome, David’s Sling, dan Arrow-3 yang tidak bisa diproduksi dalam waktu singkat.
Setiap kali Israel meluncurkan Iron Dome untuk mencegat serangan Iran, biayanya bisa mencapai 40.000 dolar AS hingga 60.000 dolar AS, atau sekitar Rp650 juta hingga Rp1 miliar.
Sementara untuk sistem Arrow-3, biaya per rudal mencapai 2 hingga 3 juta dolar AS karena teknologinya dirancang untuk mencegat rudal di luar atmosfer bumi.
Selama konflik dengan Iran, sistem ini dilaporkan telah menembakkan ribuan rudal interseptor. Akibatnya, dalam waktu kurang dari dua minggu, stok rudal yang biasanya disiapkan untuk keadaan darurat terkuras habis.
AS Bujuk Sekutu Bantu Israel
Merespon ancaman krisis senjata yang dialami Israel, Kantor Kebijakan Departemen Pertahanan AS mulai membujuk sekutu-sekutu untuk berbagi sistem pencegat dengan Israel.
Upaya ini dipimpin oleh Christopher Mamaux, Wakil Asisten Menteri Pertahanan untuk Kemitraan Global.
AS memandang Israel sebagai mitra utama, sehingga memperkuat pertahanannya menjadi prioritas kebijakan luar negeri dan militer.
Selain itu AS menilai peningkatan kemampuan pertahanan Israel dapat mencegah konflik meluas di kawasan.
Sistem pencegat tambahan dianggap dapat meredam potensi serangan besar yang bisa memicu perang regional.
AS sendiri diketahui hanya memiliki sekitar 25 persen pencegat rudal Patriot, namun beberapa persediaan sistem pencegat milik AS banyak digunakan untuk mendukung Ukraina.
Karena itu, Washington mendorong negara-negara sekutu untuk mengisi kekosongan dengan berbagi sistem pertahanan yang kompatibel dengan Iron Dome atau Patriot milik Israel.
Apa Itu THAAD?
Seperti dikutip dari NDTV dan CNN International, THAAD adalah sistem pertahanan rudal canggih yang dirancang untuk melawan ancaman rudal balistik jarak pendek dan menengah.
THAAD adalah satu-satunya sistem AS yang mampu mencegat target di dalam dan luar atmosfer.
THAAD mengalami penyempurnaan berkelanjutan untuk meningkatkan efektivitasnya terhadap ancaman yang terus berkembang.
Bagaimana cara kerja THAAD?

THAAD dirancang untuk mencegat rudal balistik yang datang pada "fase terminal" penerbangannya, atau tahap akhir sebelum rudal menghantam.
Sistem ini dapat menargetkan rudal baik di dalam maupun di luar atmosfer (endoatmosferik dan eksoatmosferik).
THAAD bertahan terhadap rudal balistik jarak pendek dan menengah, sehingga sangat mudah beradaptasi dengan berbagai jenis ancaman rudal.
Fitur unik dari sistem ini adalah tidak membawa hulu ledak.
Sebaliknya, sistem ini menghancurkan target menggunakan energi kinetik, yang berarti sistem ini menghantam rudal yang datang dengan kekuatan alih-alih meledakkan hulu ledak.
Komponen THAAD
THAAD terdiri dari empat elemen utama, yakni:
- Pencegat: Menghancurkan rudal yang datang menggunakan kekuatan tumbukan.
- Kendaraan peluncur: Truk bergerak yang membawa dan meluncurkan pencegat.
- Radar: yang melacak dan mendeteksi ancaman dari jarak 870 hingga 3.000 km.
- Sistem kendali tembakan: Mengkoordinasikan peluncuran dan penargetan pencegat.
Pengisian ulang setiap peluncur memakan waktu sekitar 30 menit, dan baterai penuh memerlukan 95 tentara AS untuk mengoperasikannya.
Apa yang membuat THAAD begitu akurat?
Yang membuat THAAD begitu akurat adalah sistem radar yang memasok informasi penargetannya, radar Pengawasan Radar Transportable/Angkatan Darat/Angkatan Laut, atau AN/TPY-2.
Sistem radar, yang dapat digunakan bersama baterai rudal, atau ditempatkan di kapal Angkatan Laut AS atau di instalasi lain, dapat mendeteksi rudal dengan dua cara.
Dalam mode forward, sistem ini dikonfigurasi untuk memperoleh dan melacak target pada jarak hingga 3.000 kilometer.
Sedangkan dalam mode terminalnya, sistem ini diarahkan ke atas untuk mengenai target saat turun, menurut Missile Defense Project.
Sebagai catatan, Iran berjarak sekitar 1.700 kilometer dari Israel.
(Tribunnews.com/Namira/Tiara Shelavie)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.