Minggu, 5 Oktober 2025

38 Surat Suara Palsu Ditemukan Saat Pemilu Jepang, Polisi Lakukan Penyelidikan

Temuan ini kini tengah dalam penyelidikan pihak kepolisian sebagai dugaan tindak pidana pemilu

Editor: Eko Sutriyanto
Richard Susilo
KOTAK SUARA - Kotak Suara pemilu di Jepang. Sebanyak 38 lembar surat suara palsu ditemukan dalam pemilu Majelis Tinggi Jepang yang berlangsung pada 20 Juli 2025. Temuan ini kini tengah dalam penyelidikan pihak kepolisian sebagai dugaan tindak pidana pemilu 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO – Sebanyak 38 lembar surat suara palsu ditemukan dalam pemilu Majelis Tinggi Jepang yang berlangsung pada 20 Juli 2025.

Temuan ini kini tengah dalam penyelidikan pihak kepolisian sebagai dugaan tindak pidana pemilu.

"Benar, kami menemukan 38 lembar surat suara palsu. Saat ini sedang dalam proses penyelidikan oleh pihak kepolisian karena ini merupakan tindak pidana," ujar Menteri Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang, Seiichiro Murakami, Selasa (22/7/2025).

Menurut laporan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Higashi-Kurume di Tokyo, surat suara palsu tersebut ditemukan saat proses penghitungan suara pada hari pemilu.

Meski secara ukuran dan warna menyerupai surat suara asli—lengkap dengan nama kandidat dan partai politik—kualitas kertas yang digunakan berbeda secara mencolok.

Baca juga: Apa Itu Sanseito, Partai Anti-Asing yang Melejit di Pemilu Jepang, Potensi WNI Bakal Diusir?

"Setelah memastikan semua surat suara tersebut tidak sah berdasarkan Undang-Undang Pemilihan Pejabat Publik, kami langsung melaporkannya ke Komisi Pemilihan Metropolitan Tokyo dan kantor polisi," ungkap seorang petugas pemilu Higashi-Kurume.

Dalam pemilu kali ini, tingkat partisipasi pemilih tercatat lebih tinggi dari rata-rata nasional, mencapai 58 persen, atau naik lebih dari 6 poin dibandingkan pemilu sebelumnya.

Di tengah meningkatnya partisipasi, pemilu Jepang juga diwarnai perdebatan di media sosial terkait unggahan foto surat suara yang mencantumkan nama kandidat atau partai. 

Beberapa warga mengunggah gambar tersebut ke platform X (sebelumnya Twitter), memunculkan pertanyaan hukum seputar batasan penggunaan media sosial dalam masa pemilu.

Menurut Profesor Shiratori dari Universitas Hosei, meski Undang-Undang Pemilihan Pejabat Publik tidak secara spesifik melarang perekaman atau pemotretan di tempat pemungutan suara (TPS), sejumlah pemerintah daerah telah melarangnya demi menjaga kerahasiaan pemilih lain.

"Unggahan foto surat suara pada hari penghitungan bisa dianggap sebagai pelanggaran, karena dapat ditafsirkan sebagai ajakan memilih di luar masa kampanye," jelasnya.

Namun, Shiratori juga menilai fenomena ini sebagai bagian dari dinamika baru dalam demokrasi Jepang.

Ia mengingatkan bahwa ke depan, bisa saja muncul gerakan terorganisir yang memanfaatkan media sosial untuk mengisyaratkan dukungan politik tertentu, yang berpotensi melanggar hukum pemilu.

"Media sosial akan menjadi bahan diskusi penting dalam Undang-Undang Pemilihan Pejabat Publik di masa mendatang," tandasnya.

Diskusi pemilu di Jepang dilakukan kelompok Pencinta Jepang. Gabung gratis kirimkan nama alamat dan nomor whatsapp ke email [email protected] 

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved