Selasa, 30 September 2025

Konflik Suriah

Mengapa Israel Serang Suriah dan Apa Hubungannya dengan Druze? Ini 5 Hal yang Perlu Diketahui

Israel melancarkan serangan terhadap Suriah, dengan dalih ingin melindungi Druze yang terlibat bentrok dengan Badui.

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Endra Kurniawan
Tangkap layar YouTube Firstpost
KONFLIK SURIAH - Tangkap layar YouTube Firstpost 17 Juli 2025, memperlihatkan pasukan Israel dan kelompok Druze berkumpul di Dataran Tinggi Golan, perbatasan Suriah. Israel melancarkan serangan terhadap Suriah, dengan dalih ingin melindungi kaum Druze. 

TRIBUNNEWS.COM – Israel melancarkan gelombang serangan terhadap Suriah pekan ini.

Serangan tersebut bahkan menghantam istana kepresidenan dan Kementerian Pertahanan di Damaskus.

Israel menyatakan bahwa serangan itu bertujuan untuk melindungi kelompok minoritas Druze di Suriah, khususnya di wilayah Sweida.

Berikut lima hal yang perlu diketahui tentang konflik terbaru ini, sebelum gencatan senjata tercapai.

1. Mengapa Israel Menyerang Suriah?

Mengutip The Washiongton Post, serangan Israel bermula dari konflik sektarian di perbatasan selatan Suriah, Sweida, tempat kelompok Druze dan Badui terlibat bentrokan, Minggu (13/7/2025).

Bentrok antara Druze dan Badui menewaskan sekitar 100 orang, menurut JPost.

Kemudian pada hari Senin (14/7/2025), pasukan pemerintah Suriah turun tangan, menguasai setidaknya satu desa Druze di wilayah tersebut.

Di hari yang sama, Israel terlibat dalam konflik tersebut, dengan IDF menyerang beberapa tank yang bergerak maju menuju Sweida.

Israel mengklaim ingin melindungi komunitas Druze.

DRUZE MEMILIH SURIAH - Tangkap layar YouTube AlJazeera Arabic yang diambil pada 4 Maret 2025, memperlihatkan kelompok Druze dalam laporan yang mengulas ketertarikan Israel terhadap Druze. Netanyahu memerintah pasukan untuk membela kelompok Druze di Suriah. Tetapi aktivis Druze tidak membutuhkan bantuan eksternal.
KONFLIK SURIAH - Tangkap layar YouTube AlJazeera Arabic yang diambil pada 4 Maret 2025, memperlihatkan kelompok Druze dalam laporan yang mengulas ketertarikan Israel terhadap Druze. (Tangkap layar YouTube AlJazeera Arabic)

2. Siapa Druze dan Siapa Badui?

Druze adalah kelompok agama minoritas yang populasinya tersebar di Suriah, Lebanon, Yordania, dan Israel.

Kelompok ini berakar dari Islam Syiah, meskipun juga mengintegrasikan ajaran dari berbagai agama lain, serta mengembangkan teologi khas selama berabad-abad.

Baca juga: Suriah Cap Israel Biang Kerok Kekacauan Usai Gempur Sweida, Tewaskan 350 Warga

Tokoh agama yang paling dihormati dalam kelompok ini adalah Yitro, ayah mertua Nabi Musa, yang juga dikenal sebagai Syuaib atau Rehuel dalam beberapa tradisi.

Kaum Druze tidak menerima pemeluk baru; sebagian besar anggotanya diyakini merupakan keturunan langsung dari pengikut awal ajaran ini pada abad ke-11.

Selama perang saudara di Suriah, komunitas Druze terpecah antara pendukung Bashar al-Assad — yang menawarkan otonomi dan pembebasan dari wajib militer — dan mereka yang menentangnya, dilansir WTOP.com.

Hingga bentrokan minggu ini, kaum Druze masih terbagi antara mereka yang ingin bergabung dengan pemerintahan baru dan yang ingin mempertahankan otonomi.

3. Mengapa Druze dan Badui Bentrok?

Mayoritas penduduk Sweida adalah penganut Druze.

Namun, wilayah ini juga dihuni oleh suku Badui yang beragama Islam Sunni, yang kadang-kadang terlibat konflik dengan komunitas Druze.

Mengutip WTOP.com, pada tahun 2000, kerusuhan pecah setelah seorang pria Badui membunuh seorang pria Druze dalam sengketa tanah.

Pasukan Bashar al-Assad, yang kala itu menjabat sebagai presiden, turun tangan dan menembaki para demonstran Druze.

Setelah serangan ISIS terhadap komunitas Druze di Sweida pada tahun 2018, yang menewaskan lebih dari 200 orang, kaum Druze menuduh suku Badui membantu para militan.

Eskalasi terbaru bermula ketika sebuah suku Badui di Sweida mendirikan pos pemeriksaan dan menyerang serta merampok seorang pria Druze.

Insiden ini memicu aksi balasan dan penculikan, menurut Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, sebuah lembaga pemantau perang yang berbasis di Inggris.

Pasukan Presiden Suriah saat ini, Ahmed Al-Sharaa, kemudian turun tangan, dimaksudkan untuk menenangkan situasi.

Namun, ia dianggap berpihak pada suku Badui.

4. Mengapa Israel Mengklaim Melindungi Druze?

Sekitar 150.000 orang Druze tinggal di wilayah utara Israel.

Baca juga: Al-Sharaa: Perlindungan Warga Druze Adalah Prioritas Pemerintah Suriah

Berbeda dengan warga negara Palestina di Israel, warga Druze diwajibkan menjalani dinas militer.

Selain itu, lebih dari 20.000 orang Druze tinggal di Dataran Tinggi Golan yang diduduki, wilayah yang dianeksasi oleh Israel pada tahun 1981.

Banyak warga Druze di Golan menganggap diri mereka sebagai warga Suriah, bukan Israel.

Sejak 1981, komunitas Druze di kedua sisi perbatasan Israel–Suriah terpisah, meskipun runtuhnya rezim Assad membuka peluang untuk kembali bersatu.

Dalam bentrokan baru-baru ini, beberapa warga Druze di wilayah yang diduduki Israel menyeberang ke Suriah untuk menunjukkan solidaritas dengan sesama Druze

Aksi ini bertentangan dengan keinginan pemerintah Israel, yang ingin mereka tetap berada di Israel.

Bagi sebagian dari mereka, ini adalah pertemuan pertama dengan kerabat di kota-kota tetangga di Suriah.

Israel sebelumnya juga pernah menjadikan isu penganiayaan terhadap Druze sebagai alasan untuk melakukan serangan terhadap Lebanon.

Pada Juli 2024, sebuah roket yang ditembakkan dari Lebanon menghantam lapangan sepak bola di Dataran Tinggi Golan.

Serangan itu menewaskan 12 anak dan remaja Druze asal Suriah.

Israel kemudian seolah membalas dengan meningkatkan serangannya terhadap Lebanon dan kelompok militan Hizbullah.

5. Apakah Pemerintah Suriah dan Druze Masih Berperang?

Pemerintah Suriah dan beberapa pemimpin Druze mengumumkan gencatan senjata pada Rabu (16/7/2025).

Meski beberapa gencatan senjata sebelumnya cepat gagal, kesepakatan kali ini tampaknya masih berlangsung.

Presiden Suriah, Ahmed Al-Sharaa, berusaha menenangkan warga Druze dalam pidato televisi setelah pengumuman gencatan senjata.

“Negara Suriah adalah untuk semua,” katanya, sambil menambahkan bahwa Suriah akan bersatu tanpa diskriminasi.

Sharaa juga memuji peran mediasi dari AS, negara-negara Arab, dan Turki, seraya menyatakan bahwa upaya tersebut telah menyelamatkan kawasan dari masa depan yang tak pasti, menurut ringkasan pernyataannya yang disiarkan kantor berita pemerintah Suriah, SANA.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan pada Kamis bahwa gencatan senjata tersebut dicapai berkat intervensi militer Israel.

Baca juga: Sekjen PBB Kecam Serangan Udara Israel ke Pusat Kota Damaskus Suriah

“Ini adalah gencatan senjata yang dicapai melalui kekuatan,” ujar Netanyahu.

“Bukan dengan permohonan, bukan dengan mengemis — tapi melalui kekuatan.”

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan