Minggu, 5 Oktober 2025

Konflik Iran Vs Israel

Solusi Nuklir Iran, Rusia Ingin Olah Uranium Iran Jadi Produk Komersial

Rusia mengusulkan untuk mengolah kelebihan uranium Iran menjadi produk komersial dalam upaya mencapai solusi bagi Iran, AS, dan IAEA.

Kremlin
PUTIN TEMUI KHAMENEI - Gambar diambil dari Kremlin, Jumat (11/7/2025), memperlihatkan Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin (tidak terlihat dalam foto) menjelang pertemuan puncak Forum Negara-negara Pengekspor Gas di Teheran, Iran, pada 23 November 2015. Pada 11 Juli 2025, proposal Rusia untuk mengolah kelebihan uranium Iran telah ditanggapi oleh Iran, AS, dan IAEA, yang diharapkan menjadi solusi program nuklir Iran. 

TRIBUNNEWS.COM - Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Ryabkov, mengatakan Amerika Serikat (AS), Iran, dan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) menanggapi usulan Rusia yang diharapkan menjadi solusi terkait program nuklir Iran.

Program nuklir Iran dianggap sebagai ancaman oleh AS karena khawatir uranium yang diperkaya di Iran bisa dipakai untuk membuat bom nuklir, sebuah tuduhan yang sebelumnya dibantah oleh Iran.

Rusia berupaya menjadi penengah dalam masalah tersebut dengan menawarkan proposal kepada AS, Iran dan IAEA yang sebelumnya mengawasi program nuklir Iran.

Menurut usulan Rusia, Iran akan mentransfer kelebihan uraniumnya ke Rusia untuk diolah menjadi produk komersial seperti bahan bakar.

Usulan Rusia ini muncul ketika Iran, AS, dan IAEA berupaya mencari solusi terkait program nuklir Iran.

"Iran bersikeras atas haknya untuk memperkaya uranium di wilayahnya," kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Ryabkov, pada hari Jumat (11/7/2025).

"Rusia mengusulkan agar uranium yang diperkaya di Iran dijadikan produk komersial," jelasnya.

Sergei Ryabkov mengatakan Iran, AS, dan IAEA telah menanggapi usulan tersebut.

"Usulan Rusia untuk mentransfer kelebihan uranium dari Iran telah ditanggapi serius oleh Washington, Teheran, dan IAEA," katanya.

"Kami telah menyampaikan proposal ini kepada pihak Iran dan Amerika, dan IAEA juga mengetahuinya," lanjutnya.

Wakil menlu Rusia itu menegaskan Rusia berupaya mencari solusi bagi dua masalah yang dihadapi Iran, AS dan IAEA.

Baca juga: Presiden Iran Ultimatum IAEA: Hentikan Standar Ganda jika Ingin Kerja Sama Nuklir

"Idenya adalah untuk memecahkan dua masalah sekaligus. Pertama, pihak Iran sangat menekankan pentingnya mempertahankan hak untuk melakukan pengayaan di wilayahnya," jelasnya.

"Kedua, kami melihat adanya penentang Teheran yang menyatakan kekhawatiran serius tentang akumulai uranium yang diperkaya di Iran di atas tingkat yang biasanya digunakan untuk memproduksi bahan bakar reaktor nuklir," lanjutnya.

Wakil menlu Rusia juga mencatat bahwa jika Rusia dapat mengangkut bahan-bahan tersebut dan melaksanakan pekerjaan yang dibutuhkan untuk memproduksinya menjadi bahan bakar atau mengelolanya menjadi produk komersial, maka dapat menjadi solusi efektif untuk dua masalah tersebut.

Namun, ia belum mengetahui apakah usulan tersebut akan dilanjutkan untuk dibahas atau tidak.

"Karena masih belum jelas bagaimana dialog ini akan berlangsung, apakah akan berlangsung, dan jika ya, dalam format apa, kami belum mencapai detail pelaksanaan proses ini," katanya.

"Namun, semua pihak terkait telah menanggapi masalah ini dengan penuh perhatian, dan mungkin dapat kami katakan bahwa mereka memandangnya sebagai cerminan keseriusan upaya dan niat kami dalam hal ini," tambahnya.

Sebelumnya pada hari Kamis (10/7/2025), Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araqchi, mengonfirmasi bahwa Iran akan melanjutkan pengayaan uranium dan tidak akan menghentikan program nuklirnya.

Ia menegaskan hal itu adalah bagian integral dari kemampuan pertahanan dan pencegahan ancaman terhadap Iran.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, sebelumnya menyatakan Rusia siap memberikan bantuan dalam mengangkut kelebihan uranium yang diperkaya keluar dari Iran untuk pemrosesan selanjutnya dan penggunaan damai.

Iran telah menangguhkan kerja sama dengan IAEA untuk mengawasi program nuklirnya setelah parlemen Iran mengesahkan undang-undang pada 26 Juni untuk penangguhan tersebut hingga Iran mendapat jaminan keamanan untuk program nuklirnya.

Sentimen Iran terhadap IAEA menyusul serangan Israel pada 13 Juni dan perang selama 12 hari, yang diklaim oleh Israel sebagai kampanye untuk menghancurkan program nuklir Iran yang dianggap sebagai ancaman.

Selain itu, sekutu Israel, Amerika Serikat (AS), juga melakukan serangan terhadap tiga fasilitas nuklir Iran di Isfahan, Natanz, dan Fordow pada 22 Juni.

Setelah perang Iran dan Israel berakhir pada 24 Juni, Iran menuduh IAEA sebagai pengkhianat karena laporan mereka mengenai program nuklir Iran yang memicu serangan Israel.

Laporan IAEA yang dikeluarkan pada 31 Mei itu menyebabkan Dewan Gubernur IAEA, yang beranggotakan 35 negara, mengeluarkan resolusi yang menyatakan Iran melanggar kewajiban nonproliferasinya.

Selain itu, Kepala IAEA Rafael Grossi juga berulang kali mengeluarkan pernyataan yang dianggap melegitimasi laporan tersebut.

Namun, Rafael Grossi membantah tuduhan Iran bahwa pernyataan IAEA bertujuan untuk memberikan perlindungan diplomatik untuk aksi militer, seperti diberitakan Al Arabiya.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved